Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jatuhnya seorang presiden sosialis

Rumania dilanda gelombang demonstrasi. Presiden Nicolae Peausescu ditahan. menteri pertahanan bunuh diri, dituduh berkhianat. roda pemerintahan diambil alih oleh Corneliu Manescu. Ribuan orang tewas.

30 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

17 Desember, terjadi kerusuhan rasialis di Timisoara, yang meledak jadi demonstrasi antipemerintah. 18 Desember, Presiden Nicolae Ceausescu melakukan kunjungan ke Iran. Demonstrasi jalan terus di Timisoara. 19 Desember ada tanda-tanda demonstrasi meluas ke kota lain. 20 Desember, demonstrasi meluas ke kota-kota Bukarest, Culj, Brasov, Kraiowa, Sinaya, Lugos, dan kota besar yang lain. Ceausescu terpaksa pulang ke Bukarest. 21 Desember, Ceausescu muncul di depan alun-alun, untuk memberikan pidato. Rapat umum berubah jadi demonstrasi. 22 Desember siang, diumumkan keadaan darurat. 22 Desember sore, terjadi kudeta. SETELAH Rumania dinyatakan dalam keadaan darurat, perkembangan demikian cepat. Dikabarkan, Menteri Pertahanan Rumania Jenderal Vasile Milea bunuh diri. Ia dituduh berkhianat. Tak lama kemudian, terjadi kudeta di Bukarest. Corneliu Manescu, bekas menteri luar negeri, yang pernah menjadi wakil menteri angkatan bersenjata, mengambil alih kekuasaan Ceausescu. Dari perbatasan Yugoslavia, deru tank terdengar tak putus-putusnya di negeri yang dilanda demonstrasi -- yang para pelakunya sebagian besar mahasiswa itu. Di hari keadaan darurat itu di Bukarest, ibu kota berpenduduk 1,9 juta, puluhan ribu demonstran menghambur dengan nekat di depan tank-tank dan semprotan gas air mata. Mereka menuntut pergantian pemerintahan. Kantor berita Soviet, Tass, melaporkan, tembakan terdengar dari seluruh sudut kota. Itulah kelanjutan demonstrasi sehari sebelumnya, yang membawa korban, sedikitnya 50 tewas dimangsa peluru tentara Rumania atau digilas tank -- kata kantor berita Tanjug, Yugoslavia, negeri tetangga di barat daya ini. Dan itu semua merupakan perkembangan kerusuhan di Timisoara, kota terbesar ketiga yang terletak sekitar 530 km barat Bukarest, yang menewaskan ribuan orang demonstran. Waktu itu, Minggu 17 Desember, sejumlah warga Timisoara keturunan Hungaria mencoba mencegah polisi yang hendak menangkap Pendeta Laszlo Tokes 37 tahun. Pendeta Protestan itu memang dikenal tak segan melontarkan kritik terhadap Presiden Nicolae Ceausescu, atas perlakuan rasialistis terhadap keturunan Hungaria. Polisi berhasil menerobos ke dalam rumah, dan kemudian orang-orang melihat Tokes muncul di jendela bersimbah darah. Segera, kerusuhan pun meledak. Dalam waktu singkat, jumlah demonstran membengkak -- mereka yang bukan keturunan Hungaria pun ambil bagian. Dan protes pun berkembang: dari kecaman terhadap kebrutalan polisi menjadi protes terhadap pemerintah. "Ceausescu turun!" demonstran meneriakkan nama presidennya. Polisi kewalahan. Tentara bersenjata datang, dan jatuhlah korban-korban. Kasus ini segera tersebar ke berbagai dunia lewat mahasiswa Yugoslavia yang hari itu pulang ke negerinya dari kota di dekat perbatasan itu. Para mahasiswa itu mengaku, sebentar-sebentar mereka mendengar rentetan tembakan. Kepada kantor berita Tanjug, mereka mengatakan bahwa sekitar dua ribu demonstran tewas. Seorang mahasiswa kedokteran mengaku melihat seribu mayat dengan luka tembak di kamar mayat rumah sakit Timisoara pada hari Minggu itu. Menurut kabar angin yang beredar di kalangan demonstran, mayat-mayat dikuburkan atau dikremasi di sebuah tempat di luar kota. Esoknya, Timisoara tetap tegang. Bentrokan antara demonstran dan petugas keamanan terus terjadi. Toh, Presiden Nicolae Ceausescu tetap berangkat berkunjung ke Iran. Rabu, 20 Desember, massa menguasai sebuah pabrik kimia. Mereka menuntut agar penguasa menyerahkan mayat para korban. Bila tidak, pabrik itu akan diledakkan. Tapi, petugas keamanan tetap beringas. Bahkan, mereka melakukan pengejaran dari rumah ke rumah. Akibatnya, banyak yang ketakutan, lalu mengungsi ke konsulat Yugoslavia di kota itu. Ternyata, kerusuhan tak berhenti di kota perbatasan berpenduduk hampir 320.000 itu. Demonstrasi antipemerintah meluas ke seantero negeri. Barangkali, ini yang menyebabkan Ceausescu segera pulang Rabu itu. Dan segera muncul di televisi. Para demonstran, kata Presiden berusia 71 tahun itu, pasti digerakkan kekuatan asing. Ia, yang sudah berkuasa selama 24 tahun, lalu memuji para prajurit yang melakukan pembantaian. "Mereka telah memenuhi panggilan tugas tanah air." Esoknya, dengan maksud meredam demonstran, Ceausescu tampil berpidato di depan puluhan ribu warga Bukarest yang berkumpul di alun-alun. Tapi, tiba-tiba, di tengah pidatonya, tampak kerusuhan menggeliat dari kerumunan massa di bawah podium. Orang-orang itu membentangkan spanduk-spanduk berslogan antipemerintah, sambil berteriak-teriak: "Mampuslah kediktatoran...." Suasana segera lepas. Petugas keamanan pun kehilangan kontrol -- terhadap massa dan terhadap diri sendiri. Pemandangan di Timisoara pun berulang. Bom-bom gas air mata berhamburan ke arah demonstran. Peluru-peluru berdesingan. Tubuh-tubuh berobohan. Hari itu pula, semua gerbang perbatasan dengan negara tetangga -- Uni Soviet, Bulgaria, Hungaria, dan Yugoslavia -- ditutup. Bandar udara internasional Bukarest dijaga ketat oleh kendaraan lapis baja. Ceausescu juga memerintahkan militer siaga penuh. Pabrik-pabrik dijaga ketat, agar para buruh tak ikut memeriahkan aksi protes. Menurut seorang saksi mata, orang berpakaian sipil -- dengan tanda kesatuan di lengan, menyandang senapan otomatis berkeliaran di jalan. Sebuah pertanda bahwa Ceausescu telah melakukan mobilisasi umum. Memang, selama ini, Ceausescu dikenal sangat kolot. Dia pengagum diktator Stalin, yang percaya pada politik tangan besi untuk menegakkan sosialisme. Ceausescu juga dikenal sebagai satu-satunya pemimpin di Pakta Warsawa yang tak sulit akrab dengan pemimpin Soviet. Dia selalu berusaha tampil sebagai sosok independen. Dan, sejak mulanya, negeri ini memang menolak hegemoni kekuasaan Soviet. Tak sebagaimana negeri-negeri sosialis di Eropa Timur lainnya -- yang menerima saja sebutan negara satelit Soviet -- Rumania selalu menyebut hubungannya dengan Moskow sebagai "persahabatan tradisional, kerja sama, dan hubungan tetangga yang baik." Itulah soalnya, bila ia sama sekali tak terpengaruh oleh glasnost dan perestroika. Dua hal dari Gorbachev itu dianggapnya cenderung bersifat kapitalistis. Dia yakin, sentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi adalah jalan terbaik menuju kehidupan sosialis sejati. Ada tiga tindakannya yang sangat mengejutkan. Rumania adalah satu-satunya negara Pakta Warsawa yang tak memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, setelah Arab kalah dalam perang enam hari pada 1967. Setahun, kemudian Rumania mengecam keras penyerbuan Soviet ke Cekoslovakia, sehingga tak mau melihat pasukan asing di Rumania, meski hanya untuk latihan. Lalu, 1979, melayangkan protes keras atas invasi Soviet ke Afghanistan. Ceausescu menjadi pemimpin Partai Komunis Rumania sejak 1965. Saat itu, dia menjadi pemimpin termuda di Blok Timur. Dua tahun kemudian, ia merangkap jabatan presiden. Sejak berkuasa, berlusin-lusin buku pujian tentang kehebatan dirinya telah diterbitkan. Pikiran-pikiran Ceausescu dianggap sebagai sumber kebenaran dan hukum. Tahun lalu, ketika dia memperingati hari ulang tahunnya yang ke-70, media-media massa menyebutnya sebagai "Orang Rumania Paling Hebat dalam Sejarah." Sanjungan itu mungkin tak kelewat ngawur. Buktinya, Ceausescu berhasil mengangkat istrinya, Elena, sebagai orang nomor dua. Bila Ceausescu bepergian ke luar negeri, adalah istrinya yang menjalankan pemerintahan dan partai. Kini, orang hebat itu menjadi sasaran caci maki, bukan saja dari mahasiswa-mahasiswa Rumania yang turun ke jalan, tapi hampir dari seluruh dunia. Vaclav Havel, calon terkuat presiden Cekoslovakia, bahkan berjanji, "Kalau saya terpilih, saya akan mencabut semua bintang kehormatan yang pernah diberikan oleh Cekoslovakia kepada Ceausescu." Parlemen Jerman Timur menuntut agar pemerintah mencabut Bintang Karl Marx -- bintang tertinggi di negeri sosialis -- yang pernah diberikan kepada Ceausescu. Cara dia menghadapi demonstran mencerminkan ketidakpahaman Ceausescu terhadap aspirasi zaman, bahwa pembaruan di negeri sosialis tak terelakkan lagi. Di Inggris, santer terdengar imbauan dari parlemen dan media massa dan anggota perlemen, agar Ratu Elizabeth mencabut bintang Honorary Knight Grand Cross yang diberikan kepada Ceausescu 11 tahun silam. Sedangkan Partai Komunis Yugoslavia menghentikan semua bentuk kerja sama dengan Partai Komunis Rumania. Suara dari Sadeq Kalkhali, hakim Iran yang menjatuhkan hukuman mati terhadap ratusan pedagang narkotik, terdengar paling keras. "Rakyat Rumania bangkit melawan dia, kala dia berada di sini. Tuhan menghendaki situasi, di sana, diperbaiki. Bila memang kesalahan Anda setimpal, Yang Mulia (Ceausescu) silahkan mundur,' katanya, seperti dikutip oleh koran Iran Resalat. Berbeda dengan negeri-negeri sosialis di Eropa Timur yang lain, yang menyimpan sejumlah tokoh oposisi, boleh dikatakan, tak ada jaringan oposisi di Rumania. Negeri ini sepenuhnya diperintah dengan semangat membungkam rakyat. Seluruh industri dan pertanian dikuasai negara. Bila ada satu-satunya yang kadang menyuarakan protes, itulah warga keturunan Hungaria. Mereka merasa dibedakan dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari (lihat Rakyat yang Berani Prihatin). Kini, lewat keturunan Hungaria itu pula, perubahan terjadi. Negeri yang bebas utang -- dengan menekan anggaran dalam negeri dan pengadaan kebutuhan pokok, antara lain -- tampaknya, tak mungkin terus mengisolasi diri dari tetangga-tetangganya. Akhirnya reformasi, lewat jalan yang mana pun, terjadi juga di negeri yang dinyatakan sebagai negara sosialis pada 1947, berubah dari negara monarki berkonstitusi yang dimulai pada 1896. Belum jelas, Corneliu Manescu, 74 tahun, yang mengambil alih kekuasaan Ceausescu, ke arah mana mau membawa negeri berpenduduk 23 juta ini. Bekas wakil menteri angkatan bersenjata (1948-1955), bekas menteri luar negeri (1961-1972), dan bekas duta besar untuk Prancis (1977-1982) ini, di tahun-tahun belakangan -- setelah disingkirkan dari komite sentral lima tahun yang lalu -- tak terdengar namanya. Perubahan di Eropa Timur, kata seorang pengamat, bukan cuma pembaruan atau perubahan ideologi. Ia pun punya sisi dendam kesumat. Yakni, dendam rakyat terhadap penguasa yang menganjurkan hidup secara "sosialis", tapi mereka sendiri menikmati udara "kapitalis". Maka Ceausescu pun tumbang. Praginanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus