Resolusi Dewan Keamanan bertubi-tubi ditujukan pada Irak. Setelah pekan lalu menyepakati UNIKOM, sekarang muncul usul Turki. IRAK makin jadi bulan-bulanan Dewan Keamanan PBB. Berbagai resolusi dikeluarkan bagi negeri kalah perang itu. Segera setelah Irak resmi menerima resolusi gencatan senjata, anggota Dewan Keamanan langsung membentuk UNIKOM (United Nations Iraq-Kuwait Observation Mission), organisasi yang akan membawahkan pasukan PBB di Irak. Pasukan inti pengawas pelaksanaan gencatan senjata ini sebenarnya hanya 300 perwira. Karena situasi di Irak masih panas, PBB akan menugasi lima kompi pasukan infanteri bersenjata lengkap untuk mengawal para perwira tersebut. Pasukan PBB yang bertugas di sepanjang perbatasan Irak-Kuwait ini berjumlah 680 orang -- ditarik dari pasukan perdamaian yang saat ini berada di Siprus dan Dataran Tinggi Golan. Irak sebenarnya berat hati menerima resolusi itu. Namun, pernyataan keberatan setebal 23 halaman dan diserahkan langsung oleh Menteri Luar Negeri Ahmed Hussein kepada Ketua Dewan Keamanan Paul Noterdaeme ternyata tak digubris anggota Dewan Keamanan. Akhirnya Menteri Hussein tunduk juga: "Tak ada pilihan lain bagi Irak, kecuali menerima resolusi itu." Keberatan utama Irak atas resolusi itu adalah kewajiban memusnahkan semua senjata mereka yang ada di gudang penyimpanan -- termasuk rudal Scud, yang punya jarak jangkau 150 km, senjata kimia, senjata biologi, dan senjata nuklir (kalau ada). Pemusnahan senjata-senjata itu akan diawasi oleh sebuah komisi internasional dan pasukan UNIKOM yang akan dipimpin Jenderal Gunther Greindl dari Austria. Belum reda hantaman soal gencatan senjata, Irak digebuk lagi oleh Dewan Keamanan dengan sebuah resolusi lain yang mengutuk penindasan Irak atas pemberontak Kurdi. Resolusi yang disponsori oleh Prancis disepakati Sabtu pekan lalu dengan dukungan 15 negara anggota Dewan Keamanan -- satu-satunya yang menentang resolusi tersebut adalah Kuba. "Itu tidak adil, Irak kan sudah menyatakan siap menerima peninjau PBB untuk memeriksa keadaan di Utara," protes pemerintah Irak. Namun, protes itu sama sekali tak dihiraukan anggota Dewan Keamanan. Resolusi membela Kurdi ini merupakan sejarah baru. Untuk pertama kali sepanjang kehadiran PBB sebuah resolusi dikeluarkan untuk mengutuk tindakan yang dilakukan sebuah negara di dalam wilayahnya sendiri. Padahal, piagam PBB jelas-jelas menyebut tak akan mencampuri urusan dalam negeri. Kasus Irak agaknya sebuah pengecualian: kesepakatan dalam piagam bisa dikesampingkan. Namun, Dewan Keamanan bukan tak punya alasan kuat. Penindasan pemerintahan Presiden Saddam Hussein atas suku Kurdi sudah mengganggu Iran dan Turki -- - perbatasan kedua negara dibanjiri 1.000.000 pengungsi. "PBB punya kewenangan untuk memperhatikan kepentingan negara itu," kata Thomas Pickering, Duta Besar Amerika untuk PBB. Iran dan Turki, tanpa mempertimbangkan segi kemanusiaan, terang-terangan menolak untuk membuka perbatasan negeri mereka dengan Irak. Bahkan pemerintah Turki menganggap banjir pengungsi Kurdi merupakan balasan Saddam karena mereka berpihak kepada Sekutu dalam Perang Teluk. "Kalau mereka mau, sebenarnya tentara Saddam bisa menahan agar orang-orang Kurdi tidak lari ke perbatasan," kata seorang pejabat Turki sebagaimana dikutip majalah Time. Bagi Turki, orang Kurdi memang masalah besar. Saat ini diperkirakan sudah sekitar 14,5 juta orang Kurdi diam di Turki. Membiarkan mereka masuk jelas menimbulkan masalah baru. Sudah lama pemerintah Turki menekan bangsa Kurdi agar tak menuntut pemerintahan otonomi di wilayah Turki. Agaknya, pertimbangan itu pula yang mendorong Presiden Turki, Turgut Ozal, mengimbau PBB menciptakan daerah khusus di bagian utara Irak menampung orang-orang Kurdi. Daerah itu harus merupakan daerah netral, dan berada di bawah pengawasan PBB. Hebatnya, usul Turki ini mendapat sambutan pula dari Komisi Tinggi PBB urusan pengungsi. "Tak ada pilihan lain karena semua negara menutup perbatasannya," kata Sadako Ogata, pejabat dari komisi itu. Ogata mungkin benar. Prioritas tertinggi lembaga yang dipimpinnya adalah menjaga agar nasib 1.000.000 pengungsi Kurdi itu tertolong. Namun, di sisi lain, PBB tampak lebih memperhatikan kepentingan politis negeri-negeri yang berbatasan dengan Irak, seperti Turki, Iran, Suriah, atau Uni Soviet, daripada menyelamatkan nyawa orang-orang Kurdi yang tengah diburu-buru tentara Irak. Setelah dua resolusi penting Dewan Keamanan, kelihatan PBB masih menahan diri untuk tidak melanjutkan gebukan atas Irak. Maka, Sekjen PBB, Javier Perez de Cuellar, dengan hati-hati menjawab usul Turki itu. "Saya pikir usul itu bukannya tidak mungkin. Karena ini ada di wilayah Irak, akan muncul soal besar, yakni soal kedaulatan. Dan saya tak tahu, apakah kita bisa memaksa Irak menyediakan satu wilayah khusus," kata De Cuellar. Presiden Saddam Hussein masih belum bereaksi atas usul Turki itu, dan tak mengendurkan tindakan keras pada pemberontak. Ia bahkan mengangkat menantunya, Kamel Hassan, yang punya peran besar dalam menumpas pemberontak, sebagai menteri pertahanan. Tampaknya, kutukan Dewan Keamanan belum cukup kuat menghentikan langkah-langkah Irak menekan bangsa Kurdi. YH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini