Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kalau sang deking tidak di sana

Pasukan kor-sel dan as mengadakan latihan militer gabungan dalam rangka menguji kesiapan tempur prajurit masing-masing. diberi nama team spirit 1978.(ln)

18 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA di semenanjung Korea pekan lalu tiba-tiba menarik perhatian. Tentara Korea Selatan dan Amerika Serikat hilir mudik dengan senjata di tangan. Sementara tank dan helikopter menderu- deru melindungi gerakan mereka. Di laut, kapal induk USS Duluth milik Amerika Serikat tak kalah sibuk melakukan operasi penapuan ranjau. Menyerbukah tentara Korea Utara ke negeri Selatan? Bukan. Suasana peran itu cuma merupakan latihan militer gabungan antara pasukan Korea Selatan dan Amerika Serikat dalam rangka menguji kesiapan tempur prajurit kedua negeri. Latihan ini diikuti oleh 200 wartawan. Salim Said dari TEMPO adalah salah seorang dari mereka. Berikut ini laporannya yang langsung dikirim dari Pohang, Korea Selatan: Dari penampilan perlengkapan perang mutakhir dalam latihan yang diberi nama Team Spirit 1978 itu yang menarik adalah kehadiran USS Duluth. Kapal yang tergabung dalam Armada VH Amerika Serikat ini panjangnya cuma 190 meter. Awaknya 490 orang. Tapi sanggup memuat 900 tentara dengan peralatan lengkap berikut 15 tank ampibi. "Amerika Serikat cuma punya enam kapal jenis ini, kata Letnan Komander Ward, perwira senior di kapal itu. "USS Duluth adalah yang terbaru." Ward menambahkan bahwa selain pada bagian atas USS Duluth tersedia lapangan untuk pendaratan helikopter bagian bawahnya bisa dipergunakan buat docking. Kemampuan operasi USS Duluth tak perlu diragukan. Ia diperlengkapi dengan berbagai jenis helikopter. Antara lain jenis RH 53 D. "Heli terbesar yang ada di dunia bebas," kata seorang perwira USS Duluth. Menurut dia, helikopter yang punya daya angkut 37 orang ini dirancang sedemikian rupa untuk menolong kecelakaan di laut. Selain jenis RH 53 D, kapal USS Duluth mempunyai skwadron helikopter penyapu ranjau yang diberi nama HM 12. Para perwiranya terdiri dari pasukan yang telah berpengalaman dalam operasi penyapuan ranjau di Haiphong, Vietnam dan di Terusan Suez, Mesir. Untuk tugas tersebut, skwadron helikopter dibimbing dengan komputer dari ruang operasi. Ada Juga Nasi Kehidupan di kapal itu sendiri pun tak kalah menarik. Setiap golongan pangkat mempunyai kamar makan dan tukang masak yang berlainan. Di ruang makan tamtama, para prajurit antri bagaikan di kafetaria. Makanan tersedia dalam jumlah tak terbatas. Minumnya susu atau minuman kaleng lainnya. Dan es krim untuk habis makan. Di sini juga disediakan nasi. Karena ada 60 awak kapal yang berasal dari Pilipina beberapa orang di antaranya ada yang belum mendapat surat kewarga-negaraan Amerika Serikat. "Selain itu ada juga keturunan Cina, Jepang, Muangthai, Korea, Hawaii, Amerika Latin, dan Negro," cerita Sersan Wilson, seorang keturunan Pilipina yang mengaku bergaji seribu dolar AS. Mereka semua di sana hadir untuk melawan cemas, bagaimana keadaan di Korea Selatan sepeninggal AS dalam menghadapi ancaman dari Utara nanti? Dari Gedung Putih telah diambil keputusan untuk meninggalkan sejumlah peralatan militer Amerika Serikat di sana. Menurut catatan, peralatan itu bernilai sekitar 800 juta dolar AS 1 dolar AS nilai tukarnya 420 rupiah. Di samping akan disediakan pula sejumlah dana untuk melatih personil tentara Korea Selatan. Cukup kuatkah alasan Amerika Serikat menarik personil tentara dari Korea Selatan dengan hanya mengandalkan pada peralatan militer yang ditinggalkan untuk melindungi sekutunya? Di depan komite hubungan internasional Senat, 22 Februari lalu Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Harold Brown menerangkan peta bumi politik dan ekonom Korea Selatan dewasa ini sebagai salah satu unsur pencepatan penarikan militer mereka. "Lima belas tahun terakhir ini Korea Selatan telah mengalami perkembangan ekonomi yang melampaui kemajuan Korea Utara. Di samping Korea Selatan dan Asia sendiri sudah berubah," kata Brown. Dua hari kemudian Morton Abramowitz, pembantu utama Brown, memperjelas keterangan di muka sub komite persenjataan senat. Ia menyebut adanya keinginan RRC pada stabilitas regional dan perbaikan hubungan mereka dengan Amerika Serikat. Sehingga, "tidak perlu lagi Amerika Serikat terus berperan seperti ketika ada ketegangan antara RRC dan kita mengenai Korea Selatan," kata Ahramowitz. Skandal Di Korea Selatan, keinginan Amerika Serikat untuk menarik diri itu tak kurang menimbulkan dag-dig-dug. Pemerintah Korea Selatan tak kurang sibuk melakukan lobby dengan Kongres Amerika Serikat. Salah satu ekses dari lobby itu adalah terjadinya skandal Park Tong Sun, seorang pedagang besar Korea Selatan yang dituduh terlibat dalam penyogokan anggota Kongres Ameriha Serikat. Bahkan Dubes Korea Selatan diWashington dirembet-rembetkan pula dalam kasus ini. Ketegangan antara Seoul dan Washington tak terelakkan. Untunglah ketegangan itu dapat diatasi dengan munculnya Park Tong Sun di depan komisi penyelidikan kongres dan kunjungan Menlu Korea Selatan, Park Tong Jin ke Gedung Putih, pekan lampau. Jepang yang berada hanya puluhan mil dari semenanjung Korea juga beraada dalam posisi yang sulit oleh rencana penarikan mundur AS tersebut. Sebuah sumber di Seoul menyebutkan bahwa barisan bela diri Jepang kini telah menempatkan sejumlah pesawat tempurnya di pulau terutara Jepang "untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak terduga." Bahkan pada tanggal 8 Maret yang lalu, Perdana Menteri Fukuda telah berbicara mengenai mungkinnya Jepang mempersenjatai dirinya dengan senjata nuklir. Keadaan baru seperti ini rupanya kemudian menjadi bahan pemikiran juga bagi Washington. Keinginan Carter untuk "mengurangi kemungkinan keterlibatan militer Amerika di daratan Asia" kini menjadi bahan pembicaraan. Tapi keputusan Washington untuk tetap mempertahankan pasukan udaranya di Korea Selatan, serta kesibukan melakukan operasi bersama--yang juga meliputi kekuatan darat--jelas bahwa Amerika akhirnya mengubah rencana semula untuk sama sekali keluar dari Asia. Mungkin karena perubahan itulah maka Korea Selatan dengan ikhlas bersiap-siap melepas pasukan darat Amerika--lebih dari 30 ribu orang--yang telah hampir 30 tahun menjaga negeri ini. Pasukan-pasukan yang didatangkan untuk mengikuti latihan "Team Spirit 1978" di mana-mana mendapat sambutan hangat dari penduduk. Bungabunga dipersembahkan oleh para gadis di berbagai kota, dan senyum bersembulan dari balik udar Korea yang kini berkisar di sekitar O derajat Celcius. Tapi di balik senyum itu, orang Korea Selatan tidak tinggal diam. Sementara menanti penyerahan dari peralatan militer peninggalan pasukan darat Amerika, kini mereka telah memulai membuat sendiri sejumlah senjata bagi keperluan sendiri. Dengan industri baja di kota Pohang (di bagian selatan semenanjung) sejak tahun 1976 Korea Selatan telah membuat sendiri senapan M16 serta meriam ukuran 105 mm dan 155 mm. Sebuah sumber menyebutkan bahwa Seoul kini sedang melakukan pembicaraan dengan Hughes Aircraft untuk memproduksi helikopter M-5OO. Dan dengan sebuah perusahaan multinasional sedang dibicarakan rencana pembuatan tank. Lantas, apakah hubungan latihan gabungan Team Spirit 1978 ini dengan penarikan militer darat AS? Agaknya cuma untuk membuktikan pada 'lawan' bahwa AS bisa setiap saat hadir melindungi sekutunya. Sekalipun tidak mangkal di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus