DI hari Sabbath yang nyaman 11 Maret pekan lalu, dua perahu
karet mendarat di dekat Kibbutz Maagan Michael, 25 km dari Tel
Aviv. Sore itu masih banyak orang menikmati hari libur Yahudi
yang tenang itu. lapi ke-13 penumpang perahu karet tadi, dua di
antaranya wanita, bukan datang untuk berpiknik. Mereka datang
untuk menggempur: suatu serangan gerilyawan Palestina yang
paling berdarah yang pernah dilakukan di Jantung Israel.
Melewati Kibbutz itu, para gerilya wan pun mendekati jalan raya
pantai yang sibuk antara Tel Aviv dan Haifa. Mereka tak lagi
diam-diam. Mereka menembaki kendaraan yang lewat. Sebuah
Mercedes Benz putih mereka rampas, lalu dengan menjulurkan
bedil otomatis mereka lewat jendela, menghadang sebuah bis
turis berwarna jingga menyala. Di dalamnya ada sejumlah
wisatawan dari Jerusalem. Pandu wisata yang melihat sejumlah
orang bersenjata menuju ke arah bis mula-mula mengira bahwa itu
main-main, tapi dengan segera ia tahu.
Tembakan terdengar. Orang-orang di bagian depan bis terkena.
Sopir segera menghentikan bis, 30 meter dari serangan pertama.
Beberapa penumpang turun untuk membantu orang-orang yang luka.
Tapi para penggempur mendekat dan berlarian seraya menembaki
orangorang yang turun. Para gerilyawan itu kemudian menyuruh
para penumpang kembali naik dan memaksa sopir untuk mengebut ke
arah Tel Aviv, dengan jalan zig-zag antara dua jalur jalan raya
itu.
Berjejal
Sementara itu sebuah bis lain dihentikan juga: jendelanya
ditembak dengan senjata otomatis. Seorang tewas dan seorang
luka-luka. Keduanya disuruh ditinggal. Penumpang bis kedua
lainnya dipaksa masuk ke bis pertama. Waktu terus ke selatan,
para gerilyawan melihat sebuah taksi. Taksi itu distop pula dan
para penumpangnya dipaksa ikut berjejal dalam bis maut yang
berisi sampai 70 lebih itu.
Di belakang, mobil-mobil polisi mengejar. Para gerilyawan pun
melemparkan granat tangan mereka. Dan bis dengan ganas menyikat
dua hambatan jalan yang dipasang oleh beberapa orang polisi di
depan. Tak lama ia terus. Tembakan tiba-tiba dilepaskan oleh
sepasukan polisi dari sebuah tempat mobil bekas. Ban meletus.
Bis terguncang dan berhenti. Seorang penumpang pria, Shamir
namanya, berhasil merebut pistol seorang gerilyawan dalam
guncangan itu, dan menembak mati dua pembajak. Sebuah granat
tangan yang hampir meledak ia pungut dan ia lemparkan ke luar.
Pertempuran terjadi. Di luar pasukan polisi dan tentara Israel
menghadang. Tak lama kemudian, bis itu meledak. Api menjalar
dari satu ujung yang satu ke ujung yang lain. Kemudian
dikemukakan oleh sumber resmi Israel, bahwa 37 orang tewas dan
lebih dari 80 luka-luka -- di antaranya tentu anak-anak dan
wanita. Perdana Menteri Israel, begitu, yang mengatakan
kunjungannya ke Washington karena kejadian itu, mengatakan
dengan geram "Inilah kekejaman yang tak akan kami lupakan."
Delai Mati
Tidak melupakan hal seperti itu mungkin merupakan keharusan
ganda bagi orang Israel kini. Sebab itu bukan yang pertama kali
terjadi. Hampir persis tiga tahun yang lalu, 5 Maret 1975,
delapan gerilyawan Palestina juga mendarat dengan perahu karet.
Tujuan mereka Pusat Pemuda Kotapraja Tel Aviv yang terletak di
dekat jalan pantai. Mereka gagal menyandera para pemuda di
sana, sebab seorang anggota polisi keburu melihat mereka dan
menembak, hingga para gerilyawan menduduki Savoy Hotel dan
menyandera 10 orang. Pertempuran yang kemudian terjadi dengan
tentara Israel menyebabkan 18 orang mati, 7 di antaranya para
gerilyawan.
Kali ini dikabarkan 10 orang gerilyawan berhasil ditangkap.
Seorang di antara mereka, yang wanita, tertembak. Di lehernya
tergantung namanya Delai. Kantor berita perjuangan Palestina
WAFA yang kemudian mengumumkan serbuan itu sebagai bukti
"heroisme para revolusioner kami" juga mencatat bahwa gadis itu
telah tewas. Tak ada suara duka cita disana.
Tapi tentu ada yang murung oleh peristiwa itu. Perdamaian
Timur Tengah bisa terganggu, suatu bukti bahwa usaha Presiden
Mesir Sadat memang masih jauh dari berhasil orginisasi
Pembebasan Palestina di Beirut menyatakan bahwa serangan
gerilyawan itu merupakan "penolakan terhadap penyelesaian
kapitulasioanis", suatu ejekan buat penyelesaian Sadat dan
Begin.
Tiga tahun yang lalu perahu karet yang ditumpangi para
gerilyawan ke pantai Tel Aviv itu bertuliskan merah "Kissinger
Akan Gagal" suatu tekad untuk menggagalkan usaha Menteri Luar
Negeri AS Kissinger yang mau mempertemukan Mesir dengan
Israel. Pekan lalu belum diketahui apa yang tertulis di perahu
karet di dekat Kibbutz Magan Michael itu. Mungkin "Sadat
Sial"?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini