Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kami Menginginkan Hak Menentukan Nasib Sendiri

Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia

18 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia./Tempo/Asmayani Kusrini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari Brussels, Belgia, Dol-kun Isa hanya bisa terenyuh mengetahui nasib keluarganya di Xinjiang yang diterungku pemerintah Cina. Sejak dua tahun lalu, pria yang memimpin komunitas Uighur di pengasingan ini tidak mendengar lagi kabar keberadaan ayahnya, Isa Memet, dan dua saudara lelakinya. Ibunya, Ayhan Memet, meninggal di salah satu kamp reedukasi untuk warga Uighur pada 17 Mei 2018 setelah setahun ditahan. “Saya baru mendapat kabar sebulan sesudah kematiannya,” kata Dolkun.

Dolkun lahir di Kalpin, Prefektur Aksu, Daerah Otonomi Xinjiang, 2 September 1967. Semasa mahasiswa, ia memimpin unjuk rasa prodemokrasi di Xinjiang University pada 1988. Aksi membela hak-hak kaum Uighur itu membuatnya didepak dari kampus dan menjadi tahanan rumah. Pada 1994, ia kabur dari Cina, mendapat suaka politik di Eropa, dan menjadi warga negara Jerman pada 2006.

Dolkun kini memimpin Kongres Uighur Dunia sejak November 2017. Ia penerus Rebiya Kadeer, tokoh berpengaruh Uighur. Dolkun menerima koresponden Tempo, Asmayani Kusrini, untuk wawancara di sela lawatannya ke kantor Parlemen Uni Eropa di Brussels, Kamis dua pekan lalu.

Pemerintah Cina menerbitkan undang-undang untuk menyelaraskan Islam dengan budaya Cina, termasuk sosialisme. Tanggapan Anda?

Beijing telah melancarkan gerakan untuk memberangus Islam sejak 1950-an. Gerakan ini menguat dua tahun lalu. Kaum muslim dilarang berpuasa selama Ramadan. Aparat menyita Al-Quran. Kini mengucapkan “assalamualaikum” juga dilarang. Orang-orang dengan nama muslim harus mengganti nama mereka. Bagi Beijing, Islam yang selaras berarti pemberantasan total. Padahal Islam adalah identitas utama kaum Uighur, selain bahasa dan budaya. Tanpa Islam, kami punah.

Kelompok etnis Uighur di Xinjiang terus dipantau ketat. Seperti apa situasi di sana?

Di Xinjiang, polisi Cina setiap saat dapat memeriksa telepon seluler Anda. Jika ada orang Uighur kedapatan punya ponsel berisi konten berbau Islam, ia dalam masalah besar. Kami hanya bisa memakai WeChat, aplikasi yang dibikin pemerintah untuk memata-matai warganya.

Kaum Uighur di pengasingan juga diawasi?

Tentu saja. Saya pernah masuk daftar red notice Interpol.

Cina menganggap orang-orang Uighur menganut paham Islam radikal….

Sebelum tragedi 11 September 2001, Beijing tidak pernah melabeli orang Uighur sebagai teroris. Tapi semua berbalik setelah itu. Semua organisasi Uighur dan sebelas orang Uighur di luar negeri masuk daftar teroris. Nama saya di urutan ketiga, padahal saya tidak pernah melihat, apalagi menyentuh, bom.

Apakah tudingan itu beralasan?

Saat menginvasi Afganistan, militer Amerika pernah menangkap 22 orang Uighur karena dikira terlibat dalam Taliban. Belakangan, tuduhan itu tak terbukti dan mereka dibebaskan. Mungkin ada satu-dua orang Uighur yang bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Saya tidak tahu. Tapi komunitas global tidak pernah menganggap Uighur sebagai teroris.

Beijing mengirim sekitar sejuta orang Uighur dan minoritas muslim lain ke pusat pelatihan vokasi, bukan kamp reedukasi….

Itu jelas-jelas kamp konsentrasi abad ke-21. Ada lebih dari 3 juta orang di sana, termasuk pemuka agama, intelektual, pengusaha, atlet, dan seniman. Lebih dari 350 profesor dan cendekiawan ditahan. Apa mereka perlu dididik ulang?

Bagaimana Uighur memandang pemerintah Cina?

Kami tak lagi percaya kepada otoritas Cina. Mereka tidak pernah mencoba membangun toleransi terhadap kaum Uighur. Turkistan Timur (sebutan lain untuk Xinjiang) adalah wilayah yang luas, kaya batu bara, minyak mentah, dan gas alam. Tapi penduduknya miskin. Beijing hanya menginginkan tanah Xinjiang.

Apa yang diinginkan Uighur?

Kami menginginkan hak menentukan nasib sendiri berdasarkan hukum internasional. Kami ingin memiliki masa depan politik untuk Turkistan Timur, dan itu harus ditentukan oleh orang-orang Uighur. Kami ingin demokrasi dan hak asasi kami dilindungi.

Keinginan Anda sendiri?

Saya pribadi ingin merdeka. Saya percaya orang-orang Uighur sebenarnya juga ingin merdeka. Kami pernah mendirikan Republik Turkistan Timur pada 1933 dan 1944 sebelum diinvasi Cina.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus