Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Main Paksa di Negeri Singa

Polisi Bali menemui buron di Singapura dan memaksanya pulang ke Tanah Air. Nyelonong tanpa izin aparat setempat.

18 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hartono Karjadi (tengah). TEMPO/Linda Novi Trianita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARTONO Karjadi masih mengingat jelas peristiwa saat dua pria tak dikenal mendatanginya di kamar 4828 Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, Jumat sore pertengahan Oktober tahun lalu. Pria 65 tahun itu berada di sana untuk menjalani pemeriksaan kolonoskopi gangguan usus besarnya.

Ketika dua pria itu nyelonong masuk ke ruangannya, Hartono baru saja siuman dari pengaruh obat bius setelah menjalani operasi. “Keduanya mengaku petugas dari Kepolisian Daerah Bali,” kata Hartono kepada Tempo lewat sambungan telepon, Senin pekan lalu.

Setelah memperkenalkan diri, dua pria itu menanyakan kondisi kesehatan Hartono. Mengetahui kesehatan Hartono cukup baik, mereka membujuk pengusaha hotel tersebut untuk berbincang di luar rumah sakit. Keduanya mengklaim sudah mengantongi izin dari perawat untuk membawa Hartono ke luar.

Setelah merapikan pakaian, Hartono mengikuti dua polisi itu. Mereka mengajaknya ke mal Paragon di seberang Mount Elizabeth. Di restoran Fish & Co, Paragon, ketiganya berbincang mengenai perkara Hartono di Kepolisian Daerah Bali.

Dua polisi Bali itu meminta Hartono pulang ke Tanah Air untuk menjalani pemeriksaan. Hartono menolak permintaan itu karena masih sakit dan perlu mendapatkan perawatan di Singapura. Setelah mengungkapkan penolakan, ia lantas meninggalkan mereka.

Hartono tidak kembali ke Mount Elizabeth, tapi ke apartemennya, Fraser Residence. Dua polisi itu terus membuntuti Hartono. Di sana, mereka masih meminta Hartono pulang ke Indonesia.

Tak berhasil membawa sasarannya, dua polisi tersebut memotret Hartono. Mereka juga meminta Hartono menunjukkan kuitansi pembayaran rumah sakit, kemudian memotretnya. Sebelum pergi, keduanya menyodorkan kertas kosong untuk diteken Hartono. “Pak Hartono tak mau menekennya,” ujar Boyamin Saiman, pengacara Hartono.

Hartono Karjadi berstatus buron Polda Bali sejak 13 September tahun lalu. Empat bulan sebelumnya, polisi Bali menetapkan Hartono sebagai tersangka pemberian keterangan palsu dalam akta autentik, penggelapan terkait dengan tindakan menjual 20 lembar saham miliknya di PT Geria Wijaya Prestige senilai Rp 200 juta, dan pencucian uang, November 2011. Perusahaan ini adalah pengelola Hotel Kuta Paradiso, Bali.

Polisi memburu Hartono setelah ia dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Sesudah berkoordinasi dengan pihak Imigrasi, polisi memperoleh informasi bahwa Hartono terlacak terbang ke Singapura pada 20 Agustus 2018.

Adalah pengusaha Tomy Winata yang melaporkan kasus ini ke Polda Bali, Februari tahun lalu. Bos Artha Graha Group ini mengadukan Hartono dan adiknya, Harijanto Karjadi. Belakangan, Harijanto juga menjadi tersangka dan menyusul sang kakak ke Singapura.

Tomy melapor ke polisi berselang dua pekan setelah memperoleh hak tagih piutang dari China Construction Bank Indonesia (CCBI), kreditor PT Geria Wijaya Prestige. CCBI memperoleh hak tagih piutang dari Bank Multicor, salah satu bank yang mengucurkan duit ke Geria Wijaya untuk membangun Kuta Paradiso di atas tanah seluas 17 hektare, 23 tahun silam.

Selain Multicor, ada enam bank yang menjadi kreditor. Sindikasi bank ini meminjamkan uang kepada Geria sebesar US$ 17 juta, dengan bunga 5 persen, yang jatuh tempo 28 November 2000. Ketika terjadi krisis moneter 1998, tiga dari tujuh bank sindikasi masuk pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Karena ketiga bank itu tak sanggup memenuhi kewajibannya, BPPN mengambil alih aset mereka, termasuk hak tagih piutang ke Geria. Pada 2004, BPPN melelang aset dan hak tagih piutang dari sindikasi bank-bank tersebut. Pemenang lelang adalah PT Millenium Atlantic Securities. Millenium menjual hak tagih itu kepada Fireworks Ventures Limited, perusahaan investasi di British Virgin Islands.

Lelang ini menimbulkan perbedaan tafsir antara Geria, Fireworks, dan pemegang hak tagih piutang. Geria dan Fireworks menganggap BPPN melelang seluruh piutang ketujuh bank. Sebaliknya, empat bank sindikasi yang tidak masuk pengawasan BPPN menganggap hanya hak tagih piutang tiga bank yang dilelang BPPN, sehingga mereka tetap memiliki piutang ke Geria Wijaya.

Silang pendapat ini berlanjut ke gugatan perdata di pengadilan. Bank Agris dan Gaston Investments menggugat Geria Wijaya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2011 dan 2013. Bank Agris dan Gaston adalah dua pemilik hak tagih piutang kreditor awal Geria Wijaya.

Pengadilan mengabulkan gugatan Bank Agris dan Gaston dengan memerintahkan Geria Wijaya membayar kerugian US$ 20 juta. Berbekal putusan itu, Tomy Winata melalui pengacaranya, Desrizal, menggugat Geria ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun lalu. Selasa pekan lalu, gugatan ini memasuki tahap pengajuan bukti dari penggugat.

Tomy juga membawa persoalan ini ke jalur pidana dengan melaporkan Hartono Karjadi dan adiknya ke Kepolisian Daerah Bali, hingga keduanya menjadi tersangka dan berstatus buron. Mendapat informasi bahwa Hartono berada di Singapura dan tengah sakit, Polda Bali mengutus dua personelnya ke sana.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Komisaris Besar Yuliar Kus Nugroho membenarkan kabar bahwa dua anggotanya pergi ke Singapura dengan maksud mengecek kesehatan Hartono. “Kami ke sana mengecek apa yang bersangkutan betul-betul sakit atau tidak,” ucap Yuliar, Rabu pekan lalu.

Yuliar mengatakan pengecekan ini penting untuk memastikan kelanjutan penyidikan perkara Hartono. Penyidikan ini tinggal menunggu pemeriksaan Hartono sebagai tersangka untuk dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.

Tak terima atas perlakuan dua polisi Bali itu, Hartono melapor ke Singapore Police Force (SPF). Boyamin Saiman mengatakan laporan itu disikapi polisi Singapura dengan memeriksa Hartono di kawasan Marina Bay, 19 Desember 2018.

Polisi Singapura sempat memperlihatkan beberapa foto pria kepada Hartono. “Tiga foto di antaranya diakui pernah dilihat Pak Hartono,” kata Boyamin.

Dua pria dalam foto adalah orang-orang yang menemui Hartono di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Satu lagi mengawasi Hartono saat di restoran bersama dua polisi Bali itu. Menurut informasi yang diperoleh Boyamin, dua polisi itu diduga bernama Agung Kanigoro Nusantoro dan Zulfi A. Kholik. Komisaris Besar Yuliar tak menyangkal ihwal nama anak buahnya itu. “Satu di antaranya memang bernama Agung,” ujarnya.

Yuliar membantah jika Polda Bali disebut telah menyalahi prosedur saat menemui Hartono di Negeri Singa. “Kami profesional. Izin sudah lengkap,” ucapnya. Gagal membujuk Hartono pulang, Yuliar mengatakan, Polda berencana mengajukan Hartono ke daftar buron Interpol.

Surat konfirmasi Tempo ke Kedutaan Besar Singapura di Jakarta lewat Sekretaris Kedutaan Bidang Politik Cai Xihao belum dibalas. Cai Xihao menyilakan Tempo mengutip keterangan Kedutaan Singapura di akun media sosial Facebook resmi mereka, Singapore Embassy in Jakarta.

Di akun Facebook itu, Kedutaan Singapura menjelaskan bahwa Kepolisian Daerah Bali dan Kepolisian RI tidak berkoordinasi dengan polisi Singapura (SPF) saat dua polisi Bali menemui Hartono. “SPF tidak diberi informasi oleh Polda Bali ketika anggota mereka menemui Hartono Karjadi di Singapura,” tulis Kedutaan.

RUSMAN PARAQBUEQ


 

Perkara Tomy Winata

KASUS pengemplangan utang PT Geria Wijaya Prestige senilai US$ 17 juta berawal dari laporan pengusaha Tomy Winata. Sebelumnya, Tomy membenarkan kabar bahwa ia yang melaporkan kasus ini. Kepolisian Daerah Bali sudah menetapkan dua tersangka, yang kini berada di Singapura dan berstatus buron. Ada upaya paksa memulangkan tersangka.

 

Perkara

Memberikan keterangan palsu dalam akta autentik; penggelapan atas pengalihan 20 lembar saham di PT Geria Wijaya Prestige, pengelola Hotel Kuta Paradiso, Bali; dan pencucian uang.

 

Sangkaan

Pemberian keterangan palsu dalam akta autentik, penggelapan terkait dengan tindakan menjual 20 lembar saham di PT Geria Wijaya Prestige senilai Rp 200 juta, dan pencucian uang.

 

Jerat

Pasal 266 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

Tersangka

Polda Bali menetapkan dua tersangka:

1. Hartono Karjadi (pemegang saham PT Geria Wijaya Prestige)

2. Harijanto Karjadi (pemegang saham PT Geria Wijaya Prestige)

 

 

Prosedur Menghadirkan Orang ke Indonesia

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana.

(1) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengajukan permintaan bantuan kepada negara asing secara langsung atau saluran diplomatik.

(2) Permintaan bantuan yang diajukan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Kapolri atau Jaksa Agung.

(3) Dalam hal tindak pidana korupsi, permohonan bantuan kepada Menteri juga dapat diajukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

 

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana.

(1) Menteri Hukum dan HAM mengajukan permintaan bantuan kepada negara asing untuk mengupayakan kehadiran orang di Indonesia untuk memberikan keterangan, dokumen, alat bukti, atau memberi bantuan lain dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

(2) Jika orang itu bersedia memberi keterangan dan hadir di Indonesia, Menteri mengaturnya dengan negara asing tersebut untuk membawa orang tersebut ke Indonesia dan mengembalikannya.

 

 

“Iya betul, memang ada dua polisi dari Polda Bali ke Singapura pada Oktober lalu untuk mengecek kesehatan Hartono.”

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Komisaris Besar Yuliar Kus Nugroho, 16 Januari 2019

 

“SPF tidak diberi tahu oleh Polda Bali bahwa dua anggota mereka menemui Hartono Karjadi di Singapura. Petugas SPF juga tidak hadir saat pertemuan yang diduga terjadi antara anggota Polda Bali dan Hartono Karjadi di Singapura.”

Kedutaan Besar Singapura di Jakarta dalam pernyataan resminya di akun media sosial Facebook, Singapore Embassy in Jakarta,14 Januari 2019

 

SUMBER: POLDA BALI, PENGACARA TERSANGKA, BERBAGAI SUMBER
NASKAH: RUSMAN PARAQBUEQ

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus