Kecemasan sebelum Bersatu Ternyata, bersatunya Jerman bukan sekadar soal meruntuhkan tembok. Helmut Kohl tak setuju Jerman yang netral, sementara para pengusaha Jerman Barat sudah melihat pasar yang besar. HAL kedua yang mengejutkan setelah kabar Gorbachev akan mundur dari kursi sekjen adalah persetujuannya terhadap bersatunya Jerman Timur dan Barat. Lebih mengagetkan karena yang kedua itu ternyata memang benar. Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Jerman Timur Hans Modrow pekan lalu, Gorbachev menyatakan, tak perlu diragukan lagi masalah penyatuan kedua Jerman. Hanya saja, tambahnya, prosesnya mesti terkendali. Tampaknya "terkendali"-nya Gorbachev diterjemahkan oleh Modrow menjadi empat langkah persyaratan untuk menuju bersatunya Jerman. Pertama, Jerman yang terbentuk nanti harus merupakan negara netral. Kedua, kedua negara harus menandatangani perjanjian untuk membentuk persekutuan di bidang ekonomi, mata uang, jaringan angkutan, dan sistem hukumnya. Juga, keduanya harus membentuk lembaga kerja sama, seperti komisi parlemen, majelis regional, dan badan eksekutif untuk bidang-bidang tertentu. Selanjutnya, hak-hak berdaulat kedua negara harus diserahkan pada lembaga kerja sama yang dibentuk tersebut. Terakhir, kata Modrow lagi, harus ada konstitusi dan pemerintahan tunggal yang berpusat di Berlin. Usul Modrow oleh sejumlah pengamat dianggap realistis. Pihak Soviet sendiri sangat memujinya, terutama dalam pasal kenetralan Jerman yang bersatu. Tapi Kanselir Helmut Kohl, pemimpin Jerman Barat, malah terdengar paling keberatan dengan usulan itu. "Saya menolak tegas konsep pembentukan negara Jerman yang netral," kata Kohl. "Mereka yang menghendaki itu berarti tak tahu sejarah." Dan Kohl ternyata tak sendirian. Beberapa negara anggota NATO menyatakan keberatan atas usul Jerman Timur ini. Mereka mengkhawatirkan perimbangan kekuatan akan mengancam NATO. Menurut hasil sebuah pengumpulan pendapat yang disebarkan oleh majalah Far East Economic Review di empat negara, yakni Inggris, Prancis, Polandia, dan Amerika, disimpulkan responden mengkhawatirkan Jerman yang netral, yang tak berpihak pada NATO, akan menjadi kekuatan dominan di Eropa, baik di bidang militer maupun ekonomi. Polandia dan Prancis, dua negara yang menderita semasa Hitler, bahkan mencurigai akan bangkitnya fasisme kembali. Bagi Amerika (juga Prancis), Jerman yang netral akan merugikan Eropa Barat. Sebab, bagi kedua negara NATO itu, selama ini Jerman Barat dianggap menjadi benteng terdepan dalam mencegah infiltrasi militer Soviet di Eropa. Ini, menurut pihak Amerika, akan sangat membahayakan Eropa Barat -- pendapat yang terdengar aneh di tengah perubahan di Eropa Timur. Tapi di pihak Soviet sendiri ternyata muncul juga kecemasan. Yakni bila Jerman yang netral menjadi anggota NATO. "Tentara Jerman Timur itu merupakan tentara terbaik sesudah Soviet," kata seorang pengamat militer Soviet. Ini tentu membahayakan Pakta Warsawa. Tampaknya, soal pakta pertahanan setelah Jerman bersatu menjadi masalah yang mengganjal. "Itu masalah serius dan akan menjadi masalah paling rumit diselesaikan," tutur seorang pengamat politik Eropa. Sementara itu, dari segi ekonomi, pihak Masyarakat Ekonomi Eropa malah optimistis tak akan kehilangan Jerman yang bersatu. Justru ini akan dijadikan alasan menarik Jerman Timur masuk Comecon, masyarakat ekonomi Blok Timur yang tak jalan itu. Tapi Masyarakat Ekonomi Eropa memang tak cuma merencanakan menarik Jerman yang netral. Pada 1992 nanti, ketika efektif "pasar tunggal" Eropa (Barat), negara-negara Eropa Timur juga akan diundang menjadi anggotanya. Tapi adakah keputusan itu mencerminkan hasrat rakyat banyak di kedua Jerman? Bila mengamati aksi-aksi di Jerman Timur setelah Tembok Berlin runtuh, tampaknya mayoritas dari 16 juta rakyat Jerman Timur menghendaki Jerman bersatu. Bila ada keberatan dari Timur, itulah suara para cendekiawan yang menghendaki sesuatu yang belum jelas: negeri yang berada di antara komunis dan kapitalis. Sementara itu, di Jerman Barat pun setidaknya nada yang mengatakan keberatan tak begitu luas terdengar. Bahkan sebuah pasar yang besar segera terbayangkan di kalangan pengusaha Jerman Barat. Akhir bulan lalu sudah ada yang mencoba surat kabar Wir in Leipzig menambah oplah 180.000 untuk dijual ke Timur. Juga majalah ternama Stern mengeluarkan edisi khusus untuk "saudara" Timurnya. Sidartha Pratidina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini