Sumber Keberanian vs Sistem Iblis Mandela bertahan, meski De Klerk sudah mengumumkan ia hendak dibebaskan. Dan sementara partai komunis surut di Eropa Timur, ia dihidupkan kembali di Afrika Selatan ini. RIBUAN warga kulit hitam secara spontan menghambur ke jalan-jalan di pusat Kota Johannesburg, Afrika Selatan. Mereka menari-nari, mengacungkan potret (lama) Nelson Mandela, dan berteriak "Viva ANC" berulang-ulang. Kegembiraan yang sama juga muncul di kantung-kantung permukiman kulit hitam di Kota Port Elizabeth. Aksi spontan ini hanya beberapa menit setelah pidato "bersejarah" Presiden F.W. De Klerk, di pembukaan sidang parlemen Afrika Selatan, Jumat pekan lalu. De Klerk menjanjikan pembebasan tokoh kulit hitam Nelson Rohlihlahla Mandela, dan pencabutan larangan atas Kongres Nasional Afrika (ANC) serta sejumlah organisasi antiapartheid lainnya, yang berjuang untuk menumbangkan kekuasaan minoritas kulit putih di negeri itu. Janji De Klerk, yang baru 6 bulan menjadi orang nomor satu di Afrika Selatan, esok harinya diwujudkan oleh pemerintah Pretoria: secara resmi mencabut larangan atas ANC dan sayap militernya "Umkhonto We Sizwe". Bersama-sama ANC, larangan atas Kongres Pan Afrika (PAC), organisasi sempalan ANC yang lebih radikal, dan Partai Komunis Afrika Selatan pun dibatalkan. Selain itu, Pretoria juga melonggarkan sensor media, membebaskan 374 tahanan politik, dan memberi kebebasan pada para tokoh ANC -- juga yang di pengasingan -- untuk "bersuara" kembali. Keputusan De Klerk merupakan perubahan kebijaksanaan besar-besaran dalam kurun 40 tahun kekuasaan Partai Nasional yang memerintah. Setelah tak tergoyahkan oleh tekanan dan kecaman internasional, serta sanksi ekonomi sekalipun, rezim apartheid Afrika Selatan tampaknya menyadari tak mungkin minoritas kulit putih (kini 5 juta orang) terus-menerus mendominasi secara sosial, politik, dan ekonomi 26 juta warga kulit hitam. De Klerk mengakui, keputusannya untuk melonggarkan cengkeraman atas oposisi berisiko tinggi. "Risiko itu harus dihadapi. Kami melakukannya untuk menghindari adanya suatu revolusi," ujar presiden ini dalam wawancara di TV, Ahad pekan lalu. Langkah "untuk menghindari revolusi" ini jelas mendapat sambutan hangat berbagai pemimpin di dunia. Toh banyak yang menunggu kelanjutan perubahan yang akan dilakukan Pretoria. Gedung Putih, misalnya, menyebutkan terlalu awal untuk mempertimbangkan pencabutan sanksi ekonomi AS atas Afrika Selatan dengan keputusan baru De Klerk. Organisasi 49 negara Persemakmuran pun tampaknya mengambil sikap serupa. "Baru setelah tercipta pemerintahan mayoritas kulit hitam, Afrika Selatan bisa diterima kembali dalam keanggotaan Persemakmuran," ujar Sony Ramphal, sekjen organisasi negara-negara Persemakmuran itu. Keraguan atas kesungguhan perubahan seperti dijanjikan De Klerk tercermin dari pertanyaan mengapa Nelson Mandela tidak langsung dibebaskan. De Klerk bahkan tidak menyebut tanggal pembebasan Mandela. Selama ini, bahwa rezim rasialis Afrika Selatan, yang terus dikecam dan ditekan dunia internasional, akan membebaskan Mandela, tahanan politik paling beken di dunia, sudah lama jadi rahasia umum. Masalahnya, justru Mandela sendiri yang mengajukan syarat pembebasannya. Yakni baru mau dibebaskan dan siap berunding dengan pemerintah -- untuk membicarakan masalah pembagian kekuasaan -- jika larangan atas ANC dan UU darurat yang diberlakukan sejak 1986 dicabut, serta diberikannya amnesti pada semua tahanan politik. Kenyataan bahwa pemerintah Pretoria tetap mempertahankan UU Darurat -- dengan dalih "perubahan bakal mendatangkan ketidakstabilan, karena itu pemerintah akan menegakkan hukum dengan keras dan ketat -- menandai masih adanya hambatan pembebasan Mandela. Melalui istrinya, Winnie Mandela, yang Ahad pekan lalu berkunjung selama 5 jam ke penjara Victor Verster, Mandela menyatakan belum bersedia bebas karena masih ada UU darurat. Para pengamat menduga, penolakan Mandela untuk segera dibebaskan -- sumber-sumber pemerintah tadinya menyebut Mandela bakal bebas dalam pekan ini -- merupakan upaya untuk mendorong De Klerk lebih jauh lagi melakukan reformasi. "Mandela berupaya mencapai tujuan yang lebih jauh dari sekadar pencabutan UU darurat. Jika perlu, Mandela dapat menunggu beberapa bulan lagi di dalam penjara," kata Profesor Mike Hough, pakar ilmu politik di Universitas Pretoria. Tampaknya ia benar. Menurut seorang anggota keluarganya, Mandela tidak merasa perlu tergesa-gesa keluar dari penjara. "Tak ada ruginya bagi Mandela. De Klerk lebih membutuhkan dia, ketimbang Mandela membutuhkan De Klerk, sekarang ini." Selain itu, apa artinya beberapa bulan bagi tokoh pejuang yang sudah meringkuk di penjara lebih dari seperempat abad itu. Toh berita janji pembebasan Mandela cukup membesarkan hati banyak pihak. Antara lain Nyonya Makawize Mandela Amuah, anak perempuan Mandela (dari istri pertama) yang kini sedang kuliah di Massachusetts, AS. "Saya kira, Ayah merupakan sumber keberanian banyak orang di dunia. Mereka heran, seorang pria yang sudah di bui selama 27 tahun masih sanggup berjuang melawan kebatilan dan membuat sebuah sistem iblis bertekuk lutut," ujar Makawize dengan nada bangga. Mandela, 71 tahun, memang menjadi tumpuan harapan warga Afrika Selatan, khususnya penduduk kulit hitam. Selain dinilai bisa menjembatani perundingan peralihan kekuasaan dari minoritas kulit putih ke mayoritas kulit hitam -- seperti dituntut ANC dengan sistem pemilihan satu orang satu suara -- Mandela juga dianggap bisa mempersatukan oposisi kulit hitam yang telah lama terpecah belah. Setelah keluar dari bui nanti, Mandela diharapkan bakal mengambil alih kepemimpinan ANC yang kini dipegang oleh Oliver Tambo. Dengan bobot yang dimilikinya, Mandela juga diharapkan mampu menjinakkan PAC, sehingga mau menanggalkan perjuangan bersenjata dan digiring ke meja perundingan. Oleh pihak kulit putih pun Mandela dianggap sebagai orang yang tepat "untuk berunding". Masalahnya, De Klerk pun menghadapi tantangan kelompok konservatif, yang menolak segala perundingan dengan kulit hitam. Bahkan terdapat kelompok garis keras yang menginginkan negara terpisah untuk warga kulit putih. Sedang para pendukung De Klerk sendiri menginginkan pemberian kekuasaan pada kulit hitam tanpa mengorbankan kepentingan kulit putih. Jadi, kapan mandela bebas? Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini