Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Teknologi Malaysia (UTM) bekerja sama dengan produsen minyak sawit terkemuka Sime Darby Plantation sedang menguji coba lengan robot untuk meningkatkan produktivitas pekerja di kebun sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahasiswa riset Haziq Ramli mengenakan pakaian yang menyerupai rompi dengan tiang diikatkan ke lengan atasnya. Perangkat yang digerakan dengan tenaga baterai ini membantunya mengangkat besi dengan mata pisau di ujungnya utnuk memetik tandan sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekerja di perkebunan keluarga seluas 1,2 hektar, ia adalah bagian dari tim yang mencoba menyempurnakan gadget bernama exoskeleton itu. Alat ini diklaim bisa membantu pekerja mengangkat alat pengunduh sawit, yang beratnya bisa mencapai 8 kg.
"Lengan saya ditopang ketika saya memegang tiang, saya merasa kurang tegang dan lelah," kata Haziq, yang mengenakan sepatu kets dan kacamata, seperti dikutip Reuters, Sabtu, 8 Oktober 2022.
Perusahaan perkebunan di produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia sedang meningkatkan mekanisasi untuk membendung kerugian yang mencapai miliaran dolar karena buah tidak dipanen selama kekurangan tenaga kerja terburuk mereka.
“Untuk memanen 10 ton buah sawit sebulan, kami membutuhkan dua pekerja,” kata pemilik perkebunan Hamidon Salleh.
"Dengan exoskeleton ini, satu pemanen bisa mencapai 10 ton sendiri," kata Hamidon, yang juga seorang insinyur. "Kita bisa melakukan jumlah pekerjaan yang sama dengan lebih sedikit pekerja."
Rekan-rekan Sime Darby, seperti IOI Corp, Boustead Plantations dan FGV Holdings meningkatkan penggunaan drone untuk menyemprot tanaman dengan pupuk dan pestisida, memetakan kepemilikan perkebunan dan memantau kondisi pohon.
IOI mengatakan telah menggandakan anggaran 2022 untuk otomatisasi dan mekanisasi dari tahun lalu, sementara penggunaan mesin yang lebih besar seperti drone, gerobak dorong listrik, dan pemotong sawit bermotor telah membantu memangkas kebutuhan tenaga kerja hingga seperempatnya.
Produsen Malaysia berlomba untuk melakukan mekanisasi karena mereka menghadapi penurunan produksi tahunan ketiga, bersama dengan kerugian yang diperkirakan mencapai 20 miliar ringgit (Rp672 triliun), karena krisis tenaga kerja.
Hasil panen anjlok mendekati posisi terendah 40 tahun pada 2020/21, memperburuk kekurangan global minyak nabati yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina.
Hampir 80% pekerja perkebunan Malaysia adalah migran, terutama dari Indonesia untuk melakukan pekerjaan memanen yang melelahkan, tetapi pembatasan pandemi menyebabkan kekurangan sekitar 120.000 pekerja tahun ini.
Dan pasokan hanya diperkirakan akan semakin kurang di tahun-tahun mendatang, membuat perekrutan menjadi lebih mahal.
"Kami telah melihat bahwa industri mulai berinvestasi lebih banyak dalam mekanisasi karena kekurangan tenaga kerja," kata Ahmad Parveez Ghulam Kadir, kepala Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) yang dikelola negara. "Trennya meningkat."
Upaya untuk mengotomatisasi berjalan lambat sementara produsen memiliki akses mudah ke tenaga kerja migran murah yang mampu menavigasi medan perkebunan yang menantang untuk mesin.
Reuters