SETELAH dihina oleh lawan politiknya selama 29 bulan, Indira
Gandhi kembali menjadi perdana menteri India. Partainya --
Partai Kongres I -- menang secara mutlak dalam pemilu pekan
lalu. Meskipun masih ada 17 daerah yang belum melangsungkan
pemilu karena terjadinya herbagai kerusuhan, Partai Kongres
telah memenangkan 351 kursi dari 524 kursi Lok Sabha (parlemen)
yang diperebutkan.
Kalau pada pemilu 1971 partainya masih belum pecah -- hanya
memenangkan 4,88% dari seluruh jumlah suara, kali ini lebih
dari 60%. Maka Ny. Gandhi mendapat kesempatan untuk membentuk
kabinet tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Secara resmi Presiden Sanjiva Reddy telah memberi rnandat pada
Ny. Gandhi. Itu berlangsung di Lok Sabha. Disertai tepuk tangan
riuh, Ny. Gandhi hari itu (10 Januari menyerahkan seuntai
cabang pohon zaitun kepada setiap pemimpin partai yang
dikalahkannya dalam pemilu itu. "Kita bukanlah rakyat yang picik
dan kita tidak mengenal sifat dendam," kata Ny. Gandhi. Dan awal
pekan ini ia dan kabinetnya dilantik.
Orang yang dijuluki 'wanita berkemauan baja' ini rupanya cukup
tangguh dalam usahanya kembali ke tampuk kekuasaan politik.
Selama 6 minggu berkampanye, dia telah menggunakan pesawat
terbang carteran, helikopter, sedan, jip dan berjalan kaki. Dia
seluruhnya menempuh jarak sekitar 45.000 km. Dan menemui lebih
dari seratus juta calon pemilih selama dia berkampanye.
Dia tidak lagi muncul dengan slogan Garibi Hatao (Hapuskan
kemiskinan) yang menjadi tema kampanyenya pada tahun 1971 atau
'Capai Tujuan Keadaan Darurat', tema pada tahun 1977 yang
berakhir dengan kekalahannya. Tapi dia menampilkan suatu
manifesto politik yang lebih jelas yaitu terbentuknya
pemerintahan yang kuat di New Delhi dengan mayoritas yang mantap
di parlemen. Menciptakan masyarakat sosialis adalah tujuannya.
Dia rupanya belajar banyak dari kegagalan masa pemerintahan
Partai Janata yang berlangsung selama 29 bulan itu (lihat box).
Menurut Ny. Gandhi, hanya pemerintahan yang stabil dengan
program yang jelas serta kepemimpinan yang sudah teruji yang
mampu memenuhi kebutuhan rakyat banyak.
Masih lebih sepertiga dari 600 juta penduduk India tercatat
hidup di bawah garis kemiskinan. Ini tentu saja membutuhkan
suatu pemerintahan yang kuat --bukan sekedar menjanjikan
kebebasan tapi juga makanan. Pengalaman dengan Partai Janata
menunjukkan, bahwa dengan mayoritas mereka di parlemen saja
ternyata belum menjamin terlaksananya janji-janji mereka kepada
para pemilih.
Seperti Guntur
Pemerintahan sejak 1977 yang dipimpin Morarji Desai, kemudian
Charan Singh, berhasil dalam satu hal yaitu mengembalikan iklim
kebebasan yang tertekan selama masa 'keadaan darurat' di bawah
Ny. Gandhi. Namun sebuah janji yang sama pentingnya yaitu 'roti'
tertinggalkan. Ini akhirnya memaksa rakyat memilih antara 'lebih
banyak roti' atau 'lebih banyak kebebasan'. Maka itu pulalah
hampir selama setahun terakhir ini orang merindukan kembalinya
Indira Gandhi, terutama karena kepemimpinannya yang kuat. Dia pernah
disebut oleh koleganya sebagai 'satu-satunya lelaki yang ada
dalam kabinet'.
Sebab itu pula koran Times of India menyebut, "Dia menang karena
kekuatan kharismanya. Dan ini adalah kemenangan pribadinya."
Setahun yang lalu, C.M. Sthepan, pemimpin Partai Kongres I di
Lok Sabha mengatakan, "Dia akan kembali seperti guntur." Dan ini
terbukti. Ny. Gandhi belakangan ini memang mengejutkan lawan
politiknya yang selama 29 bulan telah menghinakannya sedemikian
rupa. Misalnya, ketika menang dalam pemilu terbatas di
Chikmaglur, November 1978, dia tak diterima sebagai anggota
parlemen. Karena dituduh pernah menghina lembaga parlemen ketika
dia memberlakukan 'keadaan darurat'.
Dan tak hanya sampai di situ. Dia juga dipenjarakan dengan
berbagai tuduhan, termasuk telah menyalahgunakan kekuasaan
selama 'keadaan darurat'. Namun kejelekan 'keadaan darurat' yang
selalu digunakan oleh lawan politiknya sebagai senjata ternyata
tak berpengaruh dalam pemilu ini. Ny. Gandhi menjawab, "keadaan
darurat adalah pengaget yang hanya digunakan dalam kondisi
tertentu."
Bahkan tentang Sanjay Gandhi, yang juga selalu dihubungkan
dengan 'ikut memanfaatkan' kekuasaan ibunya itu, dia tetap
membelanya. Sebelum pemilu International Herald Tribune mengutip
Ny. Gandhi yang secara tegas membela putranya dalam masalah
program sterilisasi. Sanjay oleh berbagai kalangan di India
dituduh sebagai motor penggerak kewajiban sterilisasi.
"Sterilisasi bukanlah program Sanjay, melainkan program
pemerintah India yang sudah dimulai sejak tahun 1974," kata Ny.
Gandhi.
Ternyata dalam pemilu ini Sanjay Gandhi, 33 tahun, juga menang
di negara-bagian Uttar Pradesh. Dia disambut hangat oleh
pendukung Ny. Gandhi setibanya di New Delhi. Suatu perubahan
telah terjadi, yaitu kembalinya seorang 'diktator' bersama
putranya yang selama 29 bulan menjadi bulan-bulanan kaum
politisi.
Antara lain janjinya untuk dunia internasional adalah menegaskan
kembali politik luar negeri India yang tetap Non Blok. Dan
tentang kejadian di Afghanistan, dia mencela intervensi asing,
tanpa menyebut Uni Soviet yang dekat hubungannya dengan India
sejak Ny. Gandhi berkuasa dulu. Suatu pertanda, barangkali,
politik bebasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini