Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Khaalis dan hukumannya

Khalifa hamaas abdul khaalis, 55, pimpinan muslim di as dihukum 41 sampai 123 tahun. gara-gara khalis dan 11 pengikutnya menyandera 100 orang lebih di tiga gedung, mengakibatkan 1 orang meninggal.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KHALIFA Hamaas Abdul Khaalis, 55 tahun, alias Ernest McGee, pemimpin Muslim Hanafi di Washington, AS, bulan silam dijatuhi hukuman antara 41 sampai 123 tahun. Artinya ia harus menjalani hukumannya setidak-tidaknya 41 tahun dahulu sebelum berhak untuk mendapat pertimbangan pengampunan. Dalam perjalanan dari Washington ke penjara di Chicago tangan dan kakinya diborgol. Memang agak istimewa, ia dibawa dengan sebuah pesawat khusus ke kota Chicago untuk menjalani hukumannya di sana. Khalis dan 11 pengikutnya yang bulan Maret yang lalu (TEMPO, 16 April 1977) menyandera 100 lebih orang di tiga gedung di Washington, sebuah gedung Yahudi, Pusat Islam (Islamic Center) dan gedung Kotapraja, permulaan September yang lalu telah dijatuhi hukuman olel1 Pengadilan Washington, setelah pemeriksaan panjang dilakukan dan dewan juri (sesuai dengan sistim peradilan di AS) yang semuanya orang hitam, memutuskan mereka bersalah. Teori Persekongkolan Bersalah, memang jelas. Tetapi masalahnya: apakah penyanderaan di tiap gedung itu saling berhubungan atau kebetulan. Apakah ada unsur persekongkolan (conspiracy). Ini penting, karena dalam peristiwa itu telah jatuh korbah seorang meninggal tertembak, dan beberapa orang luka-luka seorang di antaranya lumpuh seumur hidup. Teori persekongkolan inilah yang diperdebatkan agak berpanjang-panjang. Dari 12 terdakwa, hanya pemimpinnya. Khaalis, yang menunjuk seorang pembela. Ke- 11 lainnya tidak mau menunjuk pembela, karena itu pemerintah menunjuk pembela untuk mereka. Tugas pembela-pembela tunjukan pemerintah ini ternyata tidak mudah, karena para kliennya melakukan gerakan tutup mulut. Satu-satunya terdakwa yang mau buka mulut adalah Khaalis la mengatakan di depan majelis, bahwa ia dan anggota-anggota Hanafi lainnya melakukan tindakan mereka hanyalah mengikuti kehendak Allah. "Allah yang merencanakan," Khaalis mengatakam "Allah membimbing segalanya. Allah memimpin dunia ini." Sang jaksa segera bertanya, "apakah Allah juga yang membimbing anda untuk mengambil alih Markas Besar Yahudi Bnai Brith?" Agak marah Khaalis menjawab: "Allah juga yang mengijinkan kamu sekarang ini bicara." Keterangannya dalam sidang penuh dengan ucapan bahwa persekongkolan Zionis-Yahudi akan menguasai AS dan dunia dan orang-orang Zionis-Yahudi yang menguasai Black Muslims yang beberapa anggotanya telah membunuh anak-anaknya yang mengakibatkan terjadinya semua ini. Khaalis juga menerangkan salah-satu tujuan penyanderaan adalah untuk menghentikan pemutaran film Mohammad, Messenger of God. "Saya bersedia mati untuk Nabi Muhammad, sekarang juga, dalam gedung pengadilan ini," katanya tegas. Dan agaknya - menurut keterangannya di depan pengadilan itu - ia telah dua kali berniat mengambil tindakan drastis untuk "mempertahankan agama saya." Pertama adalah ketika dipertunjukkan film Jesus Christ, Superstar. "Jesus adalah nabi kami juga," katanya. "Saudara-saudara ummat Kristen tidak berbuat apa-apa .... Jika suatu bangsa mulai mempermainkan Nabi, bangsa itu akan mengalami penderitaan besar... dan lihat saja sekarang di Amerika ini, 15 negara bagian menderita musim kering yang lama." kata bekas pemain drum itu. Pembela Khaalis sebenarnya ingin memanggil beberapa saksi untuk menunjukkan bahwa tindakan kliennya itu sebetulnya dirancang akan dilakukan secara damai tanpa pembunuhan dan didasarkan pada kepercayaan agama. Tetapi karena hukum Amerika tidak mengijinkan pemberian keterangan seperti ini untuk pembelaan suatu perkara kriminil, hakim tidak mengijinkan pembela memanggil saksi-saksi itu. Maka semua saksi yang tampil adalah mereka yang ditunjuk oleh jaksa. Jumlahnya lebih dari 100 orang 300 potong barang bukti yang terdiri dari senapan, pistol, pedang, panah sampai kertas-kertas yang bertuliskan nomor-nomor tilpon, juga tampil di meja jaksa. Keluar Hotel Dewan Juri yang terdiri dari 10 wanita dan 2 pria itu harus berpisah dari keluarga mereka selama hampir 2 bulan, tinggal di hotel yang disediakan pemerintah, mendapat gaji dari $ 20 sampai $ 25 sehari dan segala gerak-geriknya diawasi dan dibatasi. Mereka tidak boleh keluar hotel tanpa dikawal polisi. Mereka tidak boleh mengadakan pembicaraan tilpon dengan keluarga mereka tanpa seorang polisi ikut mendengarkan dari seberang lain. Melihat TV pun dipilihkan acaranya, yaitu untuk menghindarkan mereka mengikuti acara berita proses pengadilan tersebut. Koran-koran yang mereka baca adalah koran-koran yang sudah bolong-bolong, yang kena gunting karena berisi berita baik yang langsung mengenai pemeriksaan, mau pun tidak. Surat-surat yang mereka terima pun harus disensor dulu. Dan untuk menjaga agar anggota dewan juri tidak terganggu kewarasan otaknya akibat tekanan-tekanan batin selama mengikuti persidangan, mereka pun diberi kesempatan mengadakan beberapa piknik ke luar kota. Sudah tentu dengan pengawalan. Bahkan mereka boleh mengundang tamu-tamu dalam sebuah pesta, tetapi hampir setiap tamu (yang jumlahnya 60-lebih) didampingi oleh seorang anggota polisi. Selama 19 jam juri berunding, mereka semua harus mufakat terhadap keputusan menyatakan bersalah atau tidak kepada para terdakwa. Dan keputusan Dewan Juri adalah ini: ke 12 terdakwa tidak bersalah melakukan persekongkolan. Tetapi hanya pemimpinnya yang dinyatakan bersalah terhadap semua dakwaan: pembunuhan tingkat dua (ia tidak langsung melakukannya), persekongkolan, 24 kali penculikan bersenjata (8 kali untuk tiap gedung - mestinya 159 kali, sebanyak sandera yang mereka tahan, tetapi untuk alasan ekonomi, mereka hanya didakwa untuk 8 kali kesalahan saja) dan tiga pencideraan. Hukuman Percobaan Hakim menimbang-nimbang selama hampir dua bulan. Dan menjelang dijatuhkannya putusan hakim, pihak penuntut mengajukan rekomendasi kepada hakim agar "ke-12 terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup sebagai peringatan bahwa terorisme akan dijawab dengan hukuman yang berat .... bahwa mereka yang menggunakan teror yang mengakibatkan orang-orang tak bersalah menjadi korban, melakukannya dengan risiko kehilangan haknya untuk dapat menjadi orang bebas lagi." Pembela pun menandingi rekomendasi penuntut itu dengan rekomendasi lain. Ia minta agar Khaalis diberi hukuman percobaan. "Orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman luas pendidikan, kearifan dan kedudukan keagamaan seperti Khalifa (sebutannya untuk Khaalis), hendaklah jangan dihancurkan seperti itu," kata pembela. Dan rupanya sang hakim lebih cocok dengan penuntut. Ke-12 pengikut Islam Hanafi di Washington itu dijatuhi hukuman cukup berat. Yang terberat adalah orang yang langsung mengakibatkan kematian seorang sandera, ia dapat 78 tahun sampai seumur hidup. Artinya ia harus menjalani hukuman 78 tahun dulu sebelum ia bisa dipertimbangkan untuk diberi grasi. "Ini artinya anda harus mati dalam penjara!" kata hakim kepada Abdul Muzikir, 22 tahun, alias Marquette Anthony Hall. Mendengar hukuman yang dijatuhkan hakim itu, para terdakwa tenang-tenang saja. "Semuanya adalah atas kehendak Allah," kata Khaalis. Sedang lain-lainnya malah tertawa rnendengar lamanya hukuman yang harus dijalani. Dalam perjalanan menuju ke penjara, mereka tertawa-tawa dan bertepuk-tepuk tangan, seperti sedang piknik saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus