KHALIFA Hamaas Abdul Khaalis, 55 tahun, alias Ernest McGee,
pemimpin Muslim Hanafi di Washington, AS, bulan silam dijatuhi
hukuman antara 41 sampai 123 tahun. Artinya ia harus menjalani
hukumannya setidak-tidaknya 41 tahun dahulu sebelum berhak untuk
mendapat pertimbangan pengampunan. Dalam perjalanan dari
Washington ke penjara di Chicago tangan dan kakinya diborgol.
Memang agak istimewa, ia dibawa dengan sebuah pesawat khusus ke
kota Chicago untuk menjalani hukumannya di sana.
Khalis dan 11 pengikutnya yang bulan Maret yang lalu (TEMPO, 16
April 1977) menyandera 100 lebih orang di tiga gedung di
Washington, sebuah gedung Yahudi, Pusat Islam (Islamic Center)
dan gedung Kotapraja, permulaan September yang lalu telah
dijatuhi hukuman olel1 Pengadilan Washington, setelah
pemeriksaan panjang dilakukan dan dewan juri (sesuai dengan
sistim peradilan di AS) yang semuanya orang hitam, memutuskan
mereka bersalah.
Teori Persekongkolan
Bersalah, memang jelas. Tetapi masalahnya: apakah penyanderaan
di tiap gedung itu saling berhubungan atau kebetulan. Apakah
ada unsur persekongkolan (conspiracy). Ini penting, karena
dalam peristiwa itu telah jatuh korbah seorang meninggal
tertembak, dan beberapa orang luka-luka seorang di antaranya
lumpuh seumur hidup. Teori persekongkolan inilah yang
diperdebatkan agak berpanjang-panjang.
Dari 12 terdakwa, hanya pemimpinnya. Khaalis, yang menunjuk
seorang pembela. Ke- 11 lainnya tidak mau menunjuk pembela,
karena itu pemerintah menunjuk pembela untuk mereka. Tugas
pembela-pembela tunjukan pemerintah ini ternyata tidak mudah,
karena para kliennya melakukan gerakan tutup mulut. Satu-satunya
terdakwa yang mau buka mulut adalah Khaalis la mengatakan di
depan majelis, bahwa ia dan anggota-anggota Hanafi lainnya
melakukan tindakan mereka hanyalah mengikuti kehendak Allah.
"Allah yang merencanakan," Khaalis mengatakam "Allah membimbing
segalanya. Allah memimpin dunia ini." Sang jaksa segera
bertanya, "apakah Allah juga yang membimbing anda untuk
mengambil alih Markas Besar Yahudi Bnai Brith?" Agak marah
Khaalis menjawab: "Allah juga yang mengijinkan kamu sekarang ini
bicara."
Keterangannya dalam sidang penuh dengan ucapan bahwa
persekongkolan Zionis-Yahudi akan menguasai AS dan dunia dan
orang-orang Zionis-Yahudi yang menguasai Black Muslims yang
beberapa anggotanya telah membunuh anak-anaknya yang
mengakibatkan terjadinya semua ini.
Khaalis juga menerangkan salah-satu tujuan penyanderaan adalah
untuk menghentikan pemutaran film Mohammad, Messenger of God.
"Saya bersedia mati untuk Nabi Muhammad, sekarang juga, dalam
gedung pengadilan ini," katanya tegas. Dan agaknya - menurut
keterangannya di depan pengadilan itu - ia telah dua kali
berniat mengambil tindakan drastis untuk "mempertahankan agama
saya." Pertama adalah ketika dipertunjukkan film Jesus Christ,
Superstar. "Jesus adalah nabi kami juga," katanya.
"Saudara-saudara ummat Kristen tidak berbuat apa-apa .... Jika
suatu bangsa mulai mempermainkan Nabi, bangsa itu akan mengalami
penderitaan besar... dan lihat saja sekarang di Amerika ini, 15
negara bagian menderita musim kering yang lama." kata bekas
pemain drum itu.
Pembela Khaalis sebenarnya ingin memanggil beberapa saksi untuk
menunjukkan bahwa tindakan kliennya itu sebetulnya dirancang
akan dilakukan secara damai tanpa pembunuhan dan didasarkan pada
kepercayaan agama. Tetapi karena hukum Amerika tidak mengijinkan
pemberian keterangan seperti ini untuk pembelaan suatu perkara
kriminil, hakim tidak mengijinkan pembela memanggil saksi-saksi
itu. Maka semua saksi yang tampil adalah mereka yang ditunjuk
oleh jaksa.
Jumlahnya lebih dari 100 orang 300 potong barang bukti yang
terdiri dari senapan, pistol, pedang, panah sampai kertas-kertas
yang bertuliskan nomor-nomor tilpon, juga tampil di meja jaksa.
Keluar Hotel
Dewan Juri yang terdiri dari 10 wanita dan 2 pria itu harus
berpisah dari keluarga mereka selama hampir 2 bulan, tinggal di
hotel yang disediakan pemerintah, mendapat gaji dari $ 20 sampai
$ 25 sehari dan segala gerak-geriknya diawasi dan dibatasi.
Mereka tidak boleh keluar hotel tanpa dikawal polisi. Mereka
tidak boleh mengadakan pembicaraan tilpon dengan keluarga mereka
tanpa seorang polisi ikut mendengarkan dari seberang lain.
Melihat TV pun dipilihkan acaranya, yaitu untuk menghindarkan
mereka mengikuti acara berita proses pengadilan tersebut.
Koran-koran yang mereka baca adalah koran-koran yang sudah
bolong-bolong, yang kena gunting karena berisi berita baik yang
langsung mengenai pemeriksaan, mau pun tidak. Surat-surat yang
mereka terima pun harus disensor dulu. Dan untuk menjaga agar
anggota dewan juri tidak terganggu kewarasan otaknya akibat
tekanan-tekanan batin selama mengikuti persidangan, mereka pun
diberi kesempatan mengadakan beberapa piknik ke luar kota. Sudah
tentu dengan pengawalan. Bahkan mereka boleh mengundang
tamu-tamu dalam sebuah pesta, tetapi hampir setiap tamu (yang
jumlahnya 60-lebih) didampingi oleh seorang anggota polisi.
Selama 19 jam juri berunding, mereka semua harus mufakat
terhadap keputusan menyatakan bersalah atau tidak kepada para
terdakwa. Dan keputusan Dewan Juri adalah ini: ke 12 terdakwa
tidak bersalah melakukan persekongkolan. Tetapi hanya
pemimpinnya yang dinyatakan bersalah terhadap semua dakwaan:
pembunuhan tingkat dua (ia tidak langsung melakukannya),
persekongkolan, 24 kali penculikan bersenjata (8 kali untuk tiap
gedung - mestinya 159 kali, sebanyak sandera yang mereka tahan,
tetapi untuk alasan ekonomi, mereka hanya didakwa untuk 8 kali
kesalahan saja) dan tiga pencideraan.
Hukuman Percobaan
Hakim menimbang-nimbang selama hampir dua bulan. Dan menjelang
dijatuhkannya putusan hakim, pihak penuntut mengajukan
rekomendasi kepada hakim agar "ke-12 terdakwa dijatuhi hukuman
seumur hidup sebagai peringatan bahwa terorisme akan dijawab
dengan hukuman yang berat .... bahwa mereka yang menggunakan
teror yang mengakibatkan orang-orang tak bersalah menjadi
korban, melakukannya dengan risiko kehilangan haknya untuk dapat
menjadi orang bebas lagi."
Pembela pun menandingi rekomendasi penuntut itu dengan
rekomendasi lain. Ia minta agar Khaalis diberi hukuman
percobaan. "Orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman luas
pendidikan, kearifan dan kedudukan keagamaan seperti Khalifa
(sebutannya untuk Khaalis), hendaklah jangan dihancurkan seperti
itu," kata pembela.
Dan rupanya sang hakim lebih cocok dengan penuntut. Ke-12
pengikut Islam Hanafi di Washington itu dijatuhi hukuman cukup
berat. Yang terberat adalah orang yang langsung mengakibatkan
kematian seorang sandera, ia dapat 78 tahun sampai seumur hidup.
Artinya ia harus menjalani hukuman 78 tahun dulu sebelum ia bisa
dipertimbangkan untuk diberi grasi. "Ini artinya anda harus mati
dalam penjara!" kata hakim kepada Abdul Muzikir, 22 tahun, alias
Marquette Anthony Hall.
Mendengar hukuman yang dijatuhkan hakim itu, para terdakwa
tenang-tenang saja. "Semuanya adalah atas kehendak Allah," kata
Khaalis. Sedang lain-lainnya malah tertawa rnendengar lamanya
hukuman yang harus dijalani. Dalam perjalanan menuju ke penjara,
mereka tertawa-tawa dan bertepuk-tepuk tangan, seperti sedang
piknik saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini