Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menjawab Teka-Teki

Kemelut yang terjadi di pdi dalam soal calon wakil ketua dpr/mpr, terjadi juga ditubuh ppp. akibatnya akan diputuskan melalui rapat.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAIN PDI, lain pula PP. Sementara PDI masih ramai mempersoalkan 'kasus Isnaeni', orang PP lebih suka menerimanya sebagai kenyataan. Termasuk Chalid Mawardi, tokoh asal NU, Sekjen DPP PPP dan anggota Fraksi PP dalam DPR. "Sekarang prioritas perhatian kita curahkan pada bahan-bahan untuk penyusunan CBHN," katanya minggu lalu. Itu ternyata tak menutup niatnya untuk minta pertanggunganjawab dalam Mu'tamar NU, meski waktunya masih jauh. Tapi apa yang disebut 'minta pertanggunganjawab pimpinan' ternyata tak dikenal dalam NU. Segera setelah 'kasus Masjkur' (TEMPO, 16 Oktober) PBNU memang menyelenggarakan rapat, yang oleh kalangan NU sendiri disebut sebagai 'forum mendengarkan laporan ketua umum'. Dan biasanya laporan semacam itu diterima. "Inilah yang disebut kultur sami'na wa atho'na (kami mendengar dan kami taat)," kata Jusuf Hasjim, salah seorang anggota fraksi. Seperti diketahui, pada akhirnya PP tampil dengan calon tunggal untuk wakil ketua DPR/MPR: KH Masjkur. Terutama berkat desakan KH Idham Chalid, ketua umum DPP PP dan presiden partai NU. Usul itu ditandatangani oleh 31 di antara 131 anggota Fraksi PPP. Tapi keterangan Nuddin Lubis yang tak termasuk 31 penandatangan itu, cukup menarik. "Presiden partai itu sebenarnya bukan merupakan satu lembaga, tapi tokoh utama partai. Ia tak punya hak veto. Namun itulah yang bisa dilakukan oleh PP ketika itu, meskipun ada pemikiran lain," kata Nuddin. Mungkinkah I&am yang dianggap "melanggar disiplin partai" bisa dimintai pertanggunganjawab? "Percuma. Semuanya sudah diatur," jawab Nuddin, kini ketua fraksi PP. Tapi menurut Chalid Mawardi, semua pertemuan sebenarnya berjalan cukup demokratis. "Sekalipun Idham Chalid memang sangat terbuka untuk campur tangan dari luar. Ia sering melanggar keputusan rapat," katanya. Tapi mengapa tampaknya tak ada keberanian buat mengeritik? "Dalam NU masih melekat semangat pesantren sebagai sub-kultur yang orientasinya paternalistis," jawab Chalid. Lebih keras dari Chalid adalah PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), kelompok yang lebih muda. Menanggapi kericuhan dalam tubuh NlJ Achmad Bagdja, ketua umum PMli yang barusan terpilih dalam kongres minggu lalu berkata: "Politisi NU, baik yang muda maupun yang tua, hendaknya tahu malu. Bukankah malu itu sebagian dan iman?" Madjidi Sjah, bekas ketua umum PMII dengan blak-blakan menyatakan rasa kecewa atas janji kampanye PP yang lalu. "Sekarang malahan ada gejala de-generasi dan kecenderungan konservatif. Oligarki partai sangat sulit ditembus oleh proses demokratisasi," katanya. Itulah sebabnya Bagdja pun bertekad mengusulkan agar ketua umum hanya bisa dipilih satu kali periode dalam masa 3 tahun. Porak-poranda Akan halnya teka-teki mengapa PP ikut mendukung Isnaeni, kini bisa diceritakan. Hari Senin 3 Oktober itu, Fraksi PPP menyelenggarakan rapat. Cukup hangat dan seru. "Sejak semula ada info yang menyesatkan bahwa PDI akan mencalonkan Isnaeni dan Hardjanto," kata Chalid Mawardi. Meski begitu anggota-anggota Fraksi PP belum mencapai kesepakatan. Lima orang anggota (Zamroni, Asnawi Latif, Munasir, Anwar Nurris, Mukaffi) bahkan menyarankan untuk bersikap blanko, sementara anggota lain, Saifuddin yang berasal dari Aceh, mengusulkan agar keputusan diserahkan kepada kabijaksanaan pimpinan. Beberapa menit sebelum rapat yang dipimpin oleh Masjkur (ketua fraksi sementara) itu berakhir, Amin Iskandar berteriak: "Isnaeni saja." Begitu cerita orang PP. Teriakan Amin kontan mendapat tepuk tangan riuh, menurut anggota haji Munasir bukan unsur NU. Maka palu pimpinan pun diketukkan. Putus sdah, dan PPP mendukurlg Isnaeni. Tapi dua menit kemudian Chalid Mawardi dan Nuddin Lubis datang memberi kabar bahwa PDI mengusulkan Usep Ranuwidjaja. Betapa pun, nasi sudah menjadi bubur. Meski begitu, Jusuf Hasjim masih berusaha mengusut: "Mengapa Fraksi PP sampai tak tahu bahwa PDI mencalonkan Usep? Ada kekeliruan ataukah memang ada unsur kesengajaan?" Sayang, sebelum pertanyaan itu diajukan. pimpinan fraksi sudah berganti. Tapi bagi Amin Iskandar, yang beranggapan "strategi parpol jadi porak-poranda," keadaan seperti itu sudah diangLapnya sebagai maju. Mengapa? "Sebab sekarang parpol sudah mendapat kesempatan menentukan pilihannya. Bahwa kemudian hasilnya tidak seperti yang diharapkan itu soal lain," jawabnya. Apa maksudnya sudah disetel? "Begitulah," sahut Jusuf Hasjim. Tampaknya orang parpol kini makin lesu saja. Kata Chalid Mawardi: "Apa yang dialami oleh PDI, bukan mustahil nanti juga akan terjadi pada PP." Tapi itu biasa, kan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus