Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kisah Putri Mako dan Ancaman Menyusutnya Jumlah Keluarga Kekaisaran Jepang

Pemerintah Jepang mencoba mengubah aturan agar Putri Mako tidak kehilangan gelar kebangsawanan setelah menikah dengan rakyat biasa.

28 September 2021 | 10.21 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Putri Kako dan Putri Mako tiba dalam acara upacara penobatan Kaisar Naruhito yang disebut Sokuirei-Seiden-no-gi, di Istana Kekaisaran di Tokyo, Jepang 22 Oktober 2019. REUTERS/Issei Kato/Pool

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Putri Mako akan menanggalkan gelar kebangsawanan Jepang karena akan menikah dengan masyarakat biasa. Sebelumnya, Putri Ayako juga kehilangan gelar karena menikah dengan orang kebanyakan pada 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aturan yang sudah turun-temurun dipegang Kekaisaran Jepang ini membuat cemas pemerintah Negeri Matahari Terbit, karena bisa menyebabkan krisis jumlah keluarga kerajaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana muncul untuk melestarikan keluarga kerajaan Jepang dengan mempertahankan putri yang sudah menikah

Pemerintah Jepang mencoba mencari jalan yang memungkinkan anggota perempuan dari keluarga kekaisaran untuk mempertahankan status kerajaan mereka bahkan jika mereka menikah dengan orang biasa, demikian kantor berita Kyodo mengutip sumber di pemerintahan, awal September 2021.

Aturan saat ini mengharuskan bangsawan wanita untuk menyerahkan status kekaisaran mereka ketika mereka menikahi orang biasa, menyebabkan keluarga menjadi semakin kecil.

Pohon keluarga Kekaisaran Jepang

Berkurangnya jumlah anggota keluarga kekaisaran kembali menjadi fokus menjelang pernikahan Putri Mako, 29 tahun, keponakan Kaisar Naruhito, dengan pacarnya Kei Komuro, pada akhir tahun ini.

Rumah tangga kekaisaran termasuk keluarga kaisar dan empat cabang. Di bawah aturan suksesi kekaisaran patrilineal saat ini, saudara laki-laki Putri Mako, Pangeran Hisahito, 15 tahun, berada di urutan kedua setelah Putra Mahkota Pangeran Naruhito dan satu-satunya pewaris di generasinya.

Rencana yang dilayangkan pemerintah bermaksud untuk menjaga jumlah cabang tidak berubah dengan mempertahankan anggota wanita yang sudah menikah atau melalui adopsi ahli waris laki-laki dari bekas cabang keluarga kekaisaran yang meninggalkan status mereka pada tahun 1947, menurut sumber tersebut.

Itu berarti Putri Aiko, 19 tahun, satu-satunya anak Naruhito, 61 tahun, dan Putri Kako, 26 tahun, saudara perempuan Putri Mako dan putri lain dari saudara lelaki kaisar, Fumihito, 55, bisaakan tetap berada di rumah tangga kekaisaran setelah menikah.

Rencana tersebut juga dimaksudkan untuk mempertahankan dua cabang keluarga kekaisaran lainnya dengan mengizinkan para putri untuk mempertahankan status mereka.

Tujuan mempertahankan cabang saat ini adalah untuk menciptakan lingkungan di mana keluarga kekaisaran dapat mendukung Pangeran Hisahito.

Pemerintah mengatakan akan berusaha memastikan keinginan anggota perempuan akan sepenuhnya dihormati di bawah rencana tersebut dan dengan hati-hati mempelajari kelayakannya, sumber tersebut menambahkan.

"Kecuali kami mengamankan sejumlah anggota keluarga kekaisaran dengan cara ini, kami tidak akan dapat memiliki cukup bangsawan yang dapat mendukung Pangeran Hisahito," kata salah satu sumber pemerintah.

Dari 18 anggota keluarga kekaisaran saat ini, termasuk mantan Kaisar Akihito, 87 tahun, dan Permaisuri Michiko, 86, yang tidak lagi menjalankan tugas resmi, 13 adalah wanita. Dengan kepergian Putri Mako jumlah wanita yang belum menikah akan turun menjadi lima.

Rencana untuk mempertahankan anggota perempuan yang sudah menikah sejalan dengan diskusi yang diadakan oleh panel ahli pemerintah untuk mengatasi rumah tangga kekaisaran yang menyusut.

Pada bulan Juli, panel memberikan dua pilihan - memungkinkan anggota perempuan yang menikah dengan rakyat jelata untuk mempertahankan status kekaisaran mereka dan ahli waris laki-laki dari cabang sebelumnya untuk diadopsi ke dalam keluarga kekaisaran dengan merevisi Undang-Undang Kekaisaran 1947.

Panel juga mengatakan dalam laporan sementara bahwa anggotanya setuju untuk mempertahankan urutan suksesi saat ini.

Meskipun jajak pendapat menunjukkan dukungan publik yang luar biasa untuk mengizinkan perempuan atau mereka yang berasal dari anggota perempuan keluarga kekaisaran naik takhta untuk mengamankan suksesi yang stabil, unsur-unsur konservatif telah menentang keras gagasan semacam itu.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus