Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kontroversi Calon Menhan Donald Trump: Tak Tahu ASEAN hingga Gemar Kawin Cerai

Calon Menteri Pertahanan Pete Hegseth di kabinet Donald Trump, tak tahu negara-negara anggota ASEAN.

16 Januari 2025 | 19.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pete Hegseth, calon menteri pertahanan yang dicalonkan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, memberikan kesaksian di hadapan sidang konfirmasi Komite Angkatan Bersenjata Senat di Capitol Hill di Washington, 14 Januari 2025. Reuters/Elizabeth Frantz

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Calon Menteri Pertahanan Pete Hegseth dari presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dicecar oleh Senat. Ia kesulitan menyebutkan nama-nama anggota ASEAN selama sidang konfirmasi Senat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Anadolu, Senator Tammy Duckworth meminta Hegseth, 44, untuk menyebutkan negara mana saja di blok Asia Tenggara pada Selasa, 14 Januari 2025. Ia juga diminta menjelaskan perjanjian AS dengan negara-negara ASEAN dan jumlah anggotanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya tidak bisa memberi tahu jumlah negara pastinya, tetapi saya tahu kami memiliki sekutu di Korea Selatan, dan Jepang, dan di AUKUS dengan Australia, (kami) tengah mengerjakan kapal selam bersama mereka,” kata Hegseth menjawab pertanyaan Duckworth.

Duckworth menyela dia dan berkata, "Tidak satu pun dari ketiga negara itu yang tergabung dalam ASEAN." Ia menyarankan Hegseth untuk mengerjakan sedikit pekerjaan rumah sebelum negosiasi di masa mendatang.

ASEAN memiliki 10 negara anggota yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. AS secara rutin melakukan latihan militer gabungan dengan negara-negara anggota.

Kawasan ASEAN merupakan rumah bagi lebih dari 700 juta orang, membentang seluas 4,5 juta kilometer persegi (1,7 juta mil persegi) dan mencatat PDB sebesar $3,62 triliun pada tahun 2022.

Duckworth, seorang Demokrat dari negara bagian Illinois, kemudian mengatakan kepada CNN bahwa dia tercengang oleh ketidakmampuan Hegseth menjawab pertanyaan sederhana itu. Ia mencatat bahwa dia telah menekankan pentingnya kawasan Indo-Pasifik dalam pernyataan pembukaannya.

Ia mengkritik kualifikasi Hegseth. Ia menyebut Hegseth tidak layak untuk jabatan menteri pertahanan.

Punya Pengalaman Bertempur di Medan Perang 

Dilansir dari Al Jazeera, Hegseth bergabung dengan US Army Reserves pada Mei 2001. Sekitar setahun kemudian, ia bergabung dengan Garda Nasional, bertugas di New Jersey, New York, Minnesota, Massachusetts, dan Distrik Columbia. Ia ditugaskan di Teluk Guantanamo di Kuba, Irak, dan Afghanistan. Ia memperoleh dua Bintang Perunggu dan lencana infanteri tempur. Saat pensiun pada Maret 2021, Hegseth berpangkat mayor.

Selain Hegseth, menteri pertahanan AS sebelumnya juga prajurit kawakan. Menteri pertahanan di masa pemerintahan Joe Biden, Lloyd Austin, adalah perwira senior yang memimpin Divisi Infanteri ke-3 dari Kuwait ke Baghdad.

Ditolak Kawal Pelantikan Joe Biden karena Tato 

Dalam sidang selama empat jam di senat, Hegseth mengatakan telah mengajukan diri untuk mengawal pelantikan Joe Biden. "Tetapi ditolak kesempatan untuk bertugas karena saya diidentifikasi sebagai seorang ekstremis oleh unit saya sendiri karena memiliki tato Kristen,” ujarnya. 

Hegseth memiliki tato salib Yerusalem dan frasa Latin “Deus Vult”, yang berarti “Tuhan menghendakinya”. Dalam beberapa wawancara, Hegseth mengatakan bahwa ia dilarang bertugas bersama Garda Nasional pada pelantikan Biden pada 2021 karena tato salibnya. 

Gemar Kawin Cerai 

Dalam sidang konfirmasi di Senat selama 4 jam, Senator Demokrat dari Virginia Tim Kaine berdebat dengan Hegseth mengenai pernikah sebelumnya. Ia pernah menikah beberapa kali.

Istri kedua Hegseth mengajukan gugatan cerai setelah ia memiliki anak dengan seorang produser Fox News yang kini menjadi istrinya. Pernikahan pertamanya juga berakhir setelah perselingkuhannya.

Semua ini tidak terjadi saat Hegseth masih bertugas di militer, jadi ia tidak akan menghadapi konsekuensi hukum militer.

Namun beberapa kritikus telah memperingatkan bahwa sejarah perzinahan dapat menimbulkan masalah bagi seseorang yang memimpin suatu organisasi. Di Kementerian yang akan dipimpin Hegseth, perzinahan dapat dihukum.

Tindakan yang dapat dianggap dapat dituntut mencakup hal-hal seperti hubungan seks antara atasan dan bawahan atau antara anggota militer dan pasangan anggota militer lainnya, kata Todd Huntley, direktur Program Hukum Keamanan Nasional Universitas Georgetown.

Namun, secara historis, perzinahan tidak pernah didakwa dengan tuduhan tersendiri. Perzinahan didakwa sebagai tuduhan tambahan jika ada pelanggaran lain yang juga dituduhkan, kata Huntley.

Dan saat ini, tuduhan perzinahan bahkan lebih jarang terjadi dibandingkan sebelumnya, kata Huntley.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus