Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruqqya Ahmad Hassan meninggalkan Mosul pada Ahad pekan lalu. Tujuannya: Erbil. Ibu seorang anak ini punya penggambaran yang suram mengenai kota di Irak utara itu. "Kota itu sekarat," katanya. "Saya tak mau anak saya mati bersamanya."
Menjelang pertengahan Juni lalu, Mosul direbut Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) atau biasa dikenal warga dengan nama Dasht (Dawlat al-Islami al-Iraq wa al-Sham), yang pekan lalu mendeklarasikan kekhalifahan Islam. Saat Mosul jatuh, sekitar 500 ribu orang meninggalkan kota terbesar kedua di Irak itu. Eksodus masih berlangsung hingga kini, meski ada pula warga yang kembali. Pos penjagaan, baik ISIS maupun Peshmerga (pasukan Kurdistan) yang berdekatan, sibuk memeriksa warga yang menyeberang.
Kebanyakan warga mengungsi karena alasan keamanan. Warga non-Sunni takut tentara ISIS. Warga Sunni takut serangan balasan. "Saya lebih takut tentara Irak daripada ISIS karena mereka bisa jadi akan membuat warga Sunni membayar kekalahan mereka oleh Dasht," ujar Ala Bashar Mahmood, yang juga telah meninggalkan Mosul.
Namun masih banyak warga yang tinggal meski menghadapi berbagai masalah. "Mobil-mobil antre berjam-jam di stasiun pengisian bahan bakar," katanya. Listrik juga hanya menyala dua jam sehari. Sambungan Internet nihil. Belum lagi pasokan makanan yang terbatas.
Di luar itu, menurut beberapa warga yang tinggal, kehidupan kota berpenduduk sekitar dua juta tersebut normal. Meski tentara ISIS ada di mana-mana, mereka tak intimidatif. Mereka mengatur lalu lintas dan menjaga agar toko-toko tak menjual barang dengan mahal. Mereka juga menyebarkan selebaran soal syariah Islam, seperti aturan berpakaian, larangan minuman beralkohol, larangan rokok dan menggunakan narkoba, juga ibadah rutin. "Mereka mengatakan kepada kami untuk tidak takut," ucap seorang warga Mosul.
Menurut komandan Peshmerga di perbatasan Mosul-Erbil, Kolonel Mahmoud Ahmed Hussein, ISIS mengubah strategi. "Mereka tidak membunuh tanpa alasan karena itu tidak menguntungkan."
Strategi itu kelihatannya menunjukkan hasil. "Rakyat mulai menyukai mereka untuk satu alasan: pelayanan lebih baik," kata Ahmed, pemilik toko baju di Mosul.
Tapi Hassan, warga Raqqa, Suriah, yang berada di Erbil memperingatkan, "ISIS baru sepuluh hari di Mosul. Tunggu hingga enam bulan."
ISIS menguasai Raqqa pada 2013. Menurut Hassan, pada bulan pertama semuanya relatif normal. Tapi, begitu ISIS menerapkan syariah Islam dengan ketat, keadaan menjadi berbeda. Yang melanggar dihukum dicambuk di tempat umum. "Pertama, mereka membuat kalian mencintai mereka, tapi tunggu…," ujar Hassan.
Purwani Diyah Prabandari (The Hindu, Vice News, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo