Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kuil Yasukuni, Saksi Bisu Kenangan Pahit Militerisme Jepang dari Perang Dunia II

Hampir 80 tahun setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Kuil Yasukuni di Tokyo tetap menjadi simbol kuat dari warisan masa perang Jepang.

13 Agustus 2021 | 20.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjung berdoa di Kuil Yasukuni menjelang peringatan penyerahan diri Jepang dalam Perang Dunia II di Tokyo, Jepang, 14 Agustus 2019. [REUTERS/Kim Kyung-Hoon]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hampir delapan puluh tahun setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Kuil Yasukuni di Tokyo tetap menjadi simbol kuat dari warisan masa perangnya di Asia Timur dan titik nyala ketegangan regional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap kunjungan pejabat tinggi Jepang memantik protes dari negara tetangga Cina, Korea Selatan, dan Korea Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut fakta Kuil Yasukuni yang menjadi tempat penghormatan tentara Jepang yang meninggal dalam Perang Dunia II, dikutip dari Reuters, 13 Agustus 2021.

GUGUR DEMI KAISAR

Kuil yang didirikan pada 1869 di daerah perkotaan yang rindang ini didedikasikan untuk 2,5 juta orang Jepang yang tewas dalam perang yang dimulai pada abad ke-19, termasuk Perang Dunia II.

Didanai oleh pemerintah hingga tahun 1945, Yasukuni yang namanya diambil dari gabungan kata "perdamaian" dan "negara", adalah pusat agama negara Shinto yang memobilisasi penduduk masa perang untuk berperang atas nama seorang kaisar ilahi.

Sejak 1978 mereka yang dihormati di kuil ini termasuk 14 pemimpin Perang Dunia II yang dihukum sebagai penjahat perang "Kelas A" oleh pengadilan Sekutu pada tahun 1948, di antaranya adalah perdana menteri masa perang, Hideki Tojo.

Tojo dan yang lainnya secara diam-diam diangkat ke status dewa di kuil dalam sebuah upacara tahun itu, berita yang memicu kontroversi ketika diumumkan.

KENANGAN PAHIT

Warga berkunjung ke bagian utama Kuil Yasukuni setelah ledakan terjadi di Tokyo, Jepang, 23 November 2015. Kuil Yasukuni menjadi simbol militerisme masa lalu Jepang. Terdapat makam 14 penjahat perang era Perang Dunia II di kuil kontroversial ini. REUTERS/Toru Hanai

Banyak orang Jepang memberi penghormatan kepada kerabat di Yasukuni dan kaum konservatif mengatakan para pemimpin harus memperingati korban perang. Namun, orang Cina dan Korea membenci penghormatan yang diberikan kepada para penjahat perang.

Orang Korea masih marah dengan pemerintahan Jepang dari tahun 1910 hingga 1945, sementara orang Cina memiliki kenangan pahit tentang invasi Jepang dan pendudukan brutal di beberapa bagian Cina dari tahun 1931 hingga 1945.

Kritikus di Jepang melihat Yasukuni sebagai simbol masa lalu militer dan mengatakan kunjungan para pemimpin Jepang melanggar pemisahan agama dan negara yang diamanatkan oleh konstitusi pascaperang.

Sebuah museum di halaman kuil telah dikritik karena menggambarkan perang sebagai salah satu perjuangan Jepang untuk membebaskan Asia dari imperialisme Barat, sementara mengabaikan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Jepang.

Nama-nama ribuan pria dari Taiwan dan Korea yang terbunuh saat bertugas dengan pasukan kekaisaran juga tercatat di Yasukuni. Beberapa kerabat ingin nama mereka dihapus.

DIHINDARI OLEH KAISAR

Kaisar Hirohito, yang namanya dipakai sebagai panji perang oleh tentara Jepang, mengunjungi Yasukuni delapan kali antara akhir konflik dan 1975. Para sejarawan mengatakan dia berhenti berkunjung karena ketidaksenangan atas para pemimpin masa perang yang dihukum dan diabadikan.

Putranya, Akihito, yang menjadi kaisar pada 1989 dan turun takhta pada 2019, tidak pernah mengunjungi Yasukuni, begitu pula Kaisar Naruhito yang bertakhta saat ini.

KONTROVERSI PERDANA MENTERI

Pria yang mengenakan seragam militer kekaisaran Jepang mengunjungi Kuil Yasukuni di Tokyo, Jepang 15 Agustus 2019, pada peringatan 74 tahun penyerahan diri Jepang dalam Perang Dunia II. [REUTERS/Kim Kyung-Hoon]

Banyak perdana menteri Jepang mengunjungi Kuil Yasukuni setelah perang, tetapi menahan diri untuk mengatakan itu dalam kapasitas resmi. Yasuhiro Nakasone melakukan kunjungan resmi pada tahun 1985 pada peringatan 40 tahun berakhirnya perang, menuai kritik keras dari Cina. Dia tidak pernah berkunjung lagi setelah itu.

Junichiro Koizumi melakukan kunjungan tahunan saat menjadi perdana menteri dari 2001 hingga 2006, yang kemudian membuat hubungan dengan Cina renggang.

Shinzo Abe, yang agendanya termasuk menghidupkan kembali kebanggaan di masa lalu Jepang, berkunjung pada Desember 2013, dengan mengatakan bahwa dia pergi untuk mendoakan jiwa-jiwa para korban perang dan menegaskan janji bahwa Jepang tidak boleh mengobarkan perang lagi.

Kunjungannya memicu kemarahan di Cina dan Korea Selatan, dan ekspresi kekecewaan dari Amerika Serikat. Abe tidak pergi lagi sebagai perdana menteri, tetapi mengirimkan persembahan ritual.

Perdana Menteri Yoshihide Suga belum mengunjungi kuil itu sejak menjabat pada September tahun lalu. Pada bulan Oktober, ia mengirim persembahan bertepatan dengan festival musim gugur kuil, yang memicu pernyataan "penyesalan mendalam" dari pemerintah Korea Selatan.

CARA LAIN MEMUPUS KONTROVERSI

Salah satu proposal adalah untuk memperluas Pemakaman Nasional Chidorigafuchi di dekatnya, yang didedikasikan untuk korban perang tak dikenal, menjadi situs peringatan alternatif. Sebuah panel tahun 2002 menyerukan fasilitas sekuler yang dikelola negara untuk korban perang. Tidak ada satu pun ide yang menarik atau terealisasi.

Sementara alternatif lain menyarankan untuk menghapus penjahat perang Kelas-A dari daftar mereka yang dihormati, tetapi pejabat Kuil Yasukuni mengatakan tindakan itu tidak mungkin.

REUTERS

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus