Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Lintas Internasional

16 November 2003 | 00.00 WIB

Lintas Internasional
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Malaysia
Buku Mahathir

Baru genap sepekan lengser dari jabatan perdana menteri, Mahathir Mohamad kembali membuat berita. Kali ini bukan soal pernyataan pedasnya yang sering membuat merah kuping pemimpin negara Barat. Berita dari negeri jiran itu mengenai penjualan buku-buku tentang dr. M—demikian sapaan akrab Mahathir.

Tiga buku tentang Mahathir yang kini tengah beredar kabarnya sangat laris. Buku-buku tersebut adalah The Secret of the Malaysian Success, buah karya Hajrudin Somun, mantan Duta Besar Malaysia untuk Bosnia, Beyond Mahathir: Malaysian Politics and Its Discontents, karya Khoo Boo Teik, seorang akademisi, dan M Way: Mahathir's Economics Legacy, karangan Profesor Jomo K. Sundram.

Tak jelas berapa tepatnya jumlah buku yang sudah terjual. Yang terang, masyarakat kini mencari ketiga buku itu—juga buku karangan Mahathir 35 tahun lalu: The Malay Dilemma. Ketiga buku itu membahas situasi mutakhir negeri bangsa Melayu tersebut dan gaya kepemimpinan dr. M. Khoo Boo Teik, misalnya, membahas pengaruh pemecatan Wakil Perdana Menteri Datok Anwar Ibrahim terhadap konstelasi politik Malaysia.

Sri Lanka
Dekrit Keadaan Darurat

Krisis politik yang membekap Sri Lanka semakin parah. Rabu pekan lalu, Presiden Chandrika Kumaratunga mengeluarkan dekrit keadaan darurat. Dekrit ini muncul setelah Kumaratunga memecat tiga orang menteri kabinet dan membekukan parlemen. Waktu itu, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe tengah berada di Amerika Serikat.

Banyak yang menilai langkah Kumaratunga suatu "kudeta konstitusional". Kumaratunga bakal menggelar pemilihan umum, dengan mandat mengontrol media massa, pasukan keamanan, dan kepolisian. Menurut para pejabat Sri Lanka, keadaan darurat berlangsung 10 hari—batas maksimal yang diizinkan konstitusi. Jika Presiden ingin memperpanjang keadaan darurat, ia mesti mendapat persetujuan parlemen, lembaga yang dibekukan hingga 19 November.

Swiss
Inisiatif Jenewa Ditunda

Juru bicara Departemen Luar Negeri Swiss, Alessandro Delprete, pekan lalu mengumumkan penundaan peluncuran Inisiatif Jenewa hingga 20 November. Inilah prakarsa tak resmi penyelesaian konflik Palestina-Israel. Prakarsa ini menjadi pesaing Peta Damai yang disponsori Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, dan PBB.

Palestina setuju dengan peta damai ini, tapi Israel terlihat tak berminat meski ditekan Amerika. Inisiatif Jenewa, yang idenya digulirkan Oktober lalu, ditentang oleh Perdana Menteri Ariel Sharon. Kesepakatan ini dirancang oleh Beilin, Amram Mitzna, dan Avraham Burg dari Israel serta Yasser Abed Rabbo, pejabat Otoritas Palestina.

Sharon bersikukuh pada Peta Damai, proposal damai yang sekarang macet. Israel tak berani menolak lantaran takut dianggap menentang rencana damai. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan menyebut Inisiatif Jenewa sejalan dengan rencana PBB. "Proposal damai seperti tidak bisa menggantikan perundingan diplomatik resmi antara Israel dan Otoritas Palestina, tapi layak dipuji," katanya.

Amerika Serikat
Inspektur Senjata PBB di Irak

Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menganjurkan agar para inspektur senjata PBB tak kembali lagi ke Irak. Alasannya, resolusi Dewan Keamanan soal Irak, yang menjadi dasar bekerjanya mereka, sudah tidak relevan dengan kondisi Irak saat ini.

Sehari sebelumnya, Direktur Badan Energi Atom Internasional, Mohammad el-Baradei, meminta agar para inspektur PBB kembali ke Irak untuk menyelesaikan pekerjaannya dan mendesak Washington memberikan salinan laporan rahasia soal persenjataan terlarang milik Irak.

Para inspektur senjata PBB itu terpaksa meninggalkan Irak menjelang operasi militer ke Irak, beberapa bulan silam. Tim yang dipimpin El-Baradei belum membuktikan bahwa Irak mencoba membangun kembali program persenjataan nuklirnya.

India
Pinjaman untuk Myanmar

Menteri Luar Negeri India, Kanwal Sibal, mengumumkan rencana pemerintah India memberikan pinjaman senilai US$ 57 juta untuk Myanmar. Pernyataan itu dikeluarkan Sibal saat mendampingi Wakil Presiden India, Bhairon Singh Shekhawat, melawat ke Myanmar pekan lalu. Myanmar mengalami tekanan dunia internasional yang menuntut pembebasan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi.

Telni Rusmitantri (AP, AFP, BBC News, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum