BEBERAPA pekan silam, setumpuk kertas menjadi benteng kukuh yang mencegah Amerika Serikat mengubek-ubek Iran. Kertas itu memang bukan sembarang dokumen, melainkan berupa data penting yang dibuat negeri itu tentang kegiatan yang dilakukan di pusat reaktor nuklir di negeri tersebut.
Laporan ini merupakan upaya terakhir Iran, yang dalam beberapa bulan terakhir digedor tuduhan internasional berkaitan dengan reaktor nuklir yang ada di negeri itu. Kepala IAEA, badan pemantau nuklir dunia, Mohamed el-Baradei, menerima berkas dari duta Iran untuk badan itu, Ali Akbar Salehi. "Saya jamin data yang saya peroleh itu akurat dan komprehensif," ujarnya.
Kemudian mereka bersepakat, hingga akhir Oktober Iran harus melaporkan kegiatan nuklirnya dan menyetujui petugas badan tersebut melakukan inspeksi ke negeri itu untuk membuktikan adanya senjata nuklir seperti yang gencar dituduhkan Amerika Serikat.
Dengan keputusan yang diambil Iran itu, untuk sementara sang polisi dunia cuma bisa gigit jari. Sejak awal, Iran, oleh Amerika Serikat, digolongkan bersama Korea Utara dan Irak sebagai "poros setan", dituding memiliki pusat reaktor nuklir dan memproduksi senjata nuklir.
Keputusan Iran tentu dibuat tidak secara gegabah. Sebelumnya, gara-gara digempur terus dengan tudingan itu, mereka mendekatkan diri pada Eropa dengan melakukan pembicaraan dengan Prancis, Jerman, dan Inggris. Campur tangan Amerika Serikat yang paling dulu menginginkan agar Dewan Keamanan PBB melakukan inspeksi terhadap fasilitas nuklir yang dimiliki Iran. "Sebuah konspirasi besar telah gagal, dan Amerika Serikat kini telah terisolasi," kata Ali Akbar Salehi, wakil Iran di Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Namun ternyata upaya itu tak berjalan mulus. Hingga tenggat yang diberikan, 31 Oktober silam, ternyata Iran tak memberikan jawaban yang diinginkan IAEA tentang kegiatan nuklirnya, termasuk menghentikan produksi uraniumnya.
Soal itu, Iran punya jawaban. Katanya, kegiatan produksi uranium tersebut tidak mungkin dihentikan karena itu merupakan energi pengganti. "Kalaupun sekarang untuk sementara berhenti, itu kami lakukan untuk sekadar menundanya dan tiada satu negara pun yang berhak melarang kami menghentikan teknologi ini," kata juru bicara Menter Luar Negeri Hamid Reza Asefi.
Namun toh tudingan telanjur keras. Amerika Serikat adalah negara yang paling giat menyoroti kegiatan nuklir di Iran. Desember tahun lalu, mereka menuduh Iran tengah membangun program senjata nuklir di Natanz dan Arak. Mereka juga menunjukkan foto kegiatan pembangunan reaktor itu, yang dapat direkam melalui satelit.
Sebelumnya juga mereka melaporkan bahwa Rusia dan Iran telah mulai membangun reaktor senilai US$ 800 juta di Bushehr. Provokasi ini berhasil membuat IAEA mendesak melakukan inspeksi di Iran pada Februari hingga Maret lalu. Hasilnya? Menurut pejabat Iran, pusat pembangunan nuklir di Natanz dan Arak, seperti halnya di Bushehr, itu didesain sebagai penyedia energi di masa depan.
Menanggapi laporan itu, IAEA meminta Iran supaya bekerja sama. Tapi Amerika sudah keburu nafsu. Malah, pada 19 Juni silam, juru bicara Gedung Putih, Ari Fleischer, sudah berkoar untuk melakukan tindakan agresi militer guna menghentikan kegiatan nuklir Iran.
Ayatullah Ali Khamenei, pemimpin negeri itu, menganggap seruan Amerika itu hanya mengada-ada. Dia menambahkan, negerinya tidak bermaksud membangun senjata nuklir. "Kami selalu menyatakan bahwa kami tidak membutuhkan senjata nuklir, karena kami tidak membutuhkan senjata seperti itu," katanya. Malah, dengan pedas ia menuduh isu senjata nuklir itu tak lain merupakan akal-akalan pihak Barat untuk tetap membuat Iran bergantung pada teknologi Barat.
Sebenarnya, pemakaian teknologi nuklir sebagai alternatif energi bukanlah hal baru. Iran telah membangun reaktor nuklir ketika masa syah berkuasa. Hal itu dilakukan karena, meski memiliki cadangan sumber daya alam berupa minyak dan gas yang berlimpah, mereka mempersiapkan cadangan energi lainnya.
Nah, kini, setelah dikecewakan, IAEA masih masih bersabar. Mereka memberikan sekali lagi kesempatan kepada Iran untuk membuktikan kegiatan nuklirnya hingga akhir November kelak. Bila gagal lagi? Bisa jadi IAEA akan meneruskannya ke Dewan Keamanan PBB untuk melakukan tindakan. Itu jelas berbahaya, sanksi berat bisa dijatuhkan badan dunia itu.
Celah ini langsung dimanfaatkan Amerika Serikat. Seorang pejabat Amerika mengatakan bahwa Rusia, negeri yang ikut dalam proyek pembangunan reaktor nuklir di Bushehr, menyatakan akan menangguhkan kerja samanya dengan Iran. "Ini keterangan resmi dari Rusia, mereka akan membatalkan proyek Bushehr ini," kata pejabat tersebut.
Irfan Budiman (AFP, BBC, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini