Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amerika Serikat
'The Terminator' Jadi Gubernur
Warga California akhirnya memilih "orang kuat" itu pekan lalu. Masyarakat pemilih di negara bagian berlambang beruang itu kecewa dan memutuskan mendepak gubernur terdahulu, Gray Davis, seorang politikus asal Partai Demokrat. Dari Davis yang pudar karisma itu, mereka beramai-ramai beralih ke Arnold Schwarzenegger, pahlawan layar putih.
Barangkali aktor yang bagus lebih baik ketimbang seorang politikus yang berengsek. Kemenangan Arnold Schwarzenegger telak. Ia memperoleh 48,7 persen suara, sedangkan Cruz Bustamante, juara dua yang membayanginya, cuma mendapat 31,7 persen. Tapi Arnold kini menghadapi warisan tak ringan eks-Gubernur Davis: defisit anggaran (kemungkinan mencapai US$ 38 miliar selama dua tahun), pengangguran yang membengkak, dan sekolah-sekolah publik yang mencoba bertahan hidup di negara bagian itu.
Arnold Schwarzenegger baru masuk kantor gubernur bulan depan. Tapi, dalam pidato kemenangannya, ia berjanji akan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan pilihannya, tak akan menaikkan pajak, dan menerapkan sistem fiskal yang ketat. Dari pidato-pidatonya, tampaklah ia mencoba muncul selaku pemimpin populis. Tapi, sanggupkah Arnie, yang tak punya pengalaman berpolitik itu, membereskan seribu satu masalah California? Di layar putih, ia bisa mempelajari skrip. Di dunia politik, mungkin ia bisa berbuat sama. Paling tidak, begitulah logika para pemilihnya.
Chechnya
Presiden Baru, Perang Saudara?
"Dari sekarang, saya harus bekerja lebih keras lagi," Akhmad Kadyrov, 52 tahun, Presiden Chechnya yang baru terpilih Senin lalu, mengutarakan itu dalam pidato kemenangannya. Kemenangan yang mutlak, tapi mengandung begitu banyak aral.
Kadyrov duduk di kursi kepresidenan setelah mengantongi 81,1 persen dari 83,46 kartu suara yang masuk. Kandidat saingannya, Abdul Bugayev, hanya sanggup mendapat 6,2 persen. Lima kandidat lain nyaris tak memperoleh suara. Tapi, apa yang dikhawatirkan si pemenang yang akrab dengan Rusia itu?
Kadyrov memang akan memimpin negeri yang berubah. Sebentar lagi ia menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan lebih besar dari Kremlin. Setelah itu, sebagian besar pasukan Rusia yang jumlahnya 80 ribu itu akan mundur. Dan tugas keamanan berpindah ke tangan 15 ribu polisi lokal Chechnya yang setia pada Kadyrov. Tapi bukan itu yang utama. Para pengamat menilai: kecemasannya berpangkal pada soal legitimasi. Sebulan menjelang pemilu, Kremlin menyingkirkan dua saingan beratnya. Dan ini menyebabkan para pemantau asing tidak mau memonitor pelaksanaan pemilu kali ini.
Kemungkinan terburuk yang bisa saja dihadapi Kadyrov: pergeseran di medan perang. Dari perang Chechnya lawan Rusia, menjadi perang saudara. Banyak rakyat Chechnya yang melihat Kadyrov bukanlah seorang politikus, melainkan tuan tanah dengan para pendukung yang tingkah lakunya lebih mirip seperti tentara amatiran.
Kemenangan di atas 80 persen tak selalu identik dengan popularitas. Banyak rakyat Chechnya menganggapnya pengkhianat. Beberapa kali ada upaya pembunuhan terhadapnya. Dalam perang Chechnya melawan Rusia tahun 1990-an, Kadyrov berjuang bersama rakyat Chechnya lain melawan Rusia. Bahkan, saat menjadi mufti pada tahun 1995, dia menyeru jihad melawan Rusia. Namun, saat perang kedua meletus pada Oktober 1999, Kadyrov mengalihkan bandulnya dan berpihak ke Moskow.
Indonesia
Kesepakatan ASEAN
KTT ASEAN pekan lalu di Bali berakhir dengan kesepakatan. Bali Concord II terdiri dari tiga pilar utama, yaitu pembentukan Masyarakat Ekonomi (ASEAN Economic Community), Masyarakat Keamanan (ASEAN Security Community), dan Masyarakat Sosial-Budaya (ASEAN Sociocultural Community).
Para pemimpin sepakat meningkatkan kerja sama menghadapi terorisme dan memastikan kawasan Asia Tenggara bebas dari senjata pemusnah massal. Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, Indonesia diserahi tugas menyusun rencana aksi pembentukannya. Agenda segera dibicarakan pada pertemuan tingkat menteri ASEAN di Jakarta, tahun depan. Pada KTT tahun ini turut hadir pemimpin Jepang, Korea Selatan, RRC, dan India, yang menjadi mitra dialog terkait dengan isu ancaman terorisme.
Malaysia
Tiga WNI Diculik
Sepuluh orang berpenutup wajah, bersenjata modern, mengendap di The Borneo Paradise Resort, Ahad pekan lalu. Mereka memaksa tiga orang Indonesia dan tiga orang Filipina, para pekerja di sana, masuk ke perahu dan membawanya pergi dari pulau kecil di wilayah Sabah itu. Tak begitu jelas siapa penculiknya dan di mana keenam orang malang itu.
Menurut kepolisian Malaysia, para penculiknya adalah warga lokal di Sabah, bukan Abu Sayyafkelompok militan yang menginginkan kemerdekaan dari Filipinaseperti yang banyak dikhawatirkan orang. "Menurut kami, mereka menginginkan tebusan," ujar Inspektur Jenderal Polisi Norian Mai. Namun, ia mengakui belum menerima tuntutan apa pun dari penculiknya.
Kini aparat keamanan Malaysia telah bekerja sama dengan aparat Indonesia dan Filipina. Dikhawatirkan, para penculik telah lari ke pulau-pulau di negeri tetangga. April 2000, sekitar 21 turis diculik oleh Abu Sayyaf di beberapa resort di Sabah. Mereka dibawa ke Jolo di Filipina dan disandera selama sekitar setahun, kemudian dibebaskan dengan uang tebusan.
Perpisahan 'Dr. M'
PM Malaysia, Mahathir Mohammad, pamit. "Dr. M"demikian dia biasa disapamemang baru akan meninggalkan kursi yang telah didudukinya pada 31 Oktober. Tapi sejumlah pesan-pesan terakhir sudah dilontarkannya sebagai "kata pamit". Pesan itu adalah impian mewujudkan masyarakat bersama Asia Timur. Presiden Megawati memujinya: "Perdana Menteri adalah pemimpin yang ulet dan terhormat."
Norwegia
Wanita Iran Memetik Nobel
Nobel Perdamaian kali ini jatuh ke tangan seorang warga negeri "Poros Setan": Iran. Shirin Ebadi, 56 tahun, seorang dosen di Universitas Teheran, adalah pengacara, pembela, serta juru kampanye hak asasi manusia. Pada 10 Desember mendatang, Ebadi akan mengantongi US$ 1,32 juta. Panitia Hadiah Nobel menghargainya sebagai sosok yang telah bekerja keras mengkampanyekan hak-hak perempuan dan anak di Iran.
Ebadi sendiri pernah menjadi korban sistem yang tidak demokratis di negerinya. Dia terpaksa meninggalkan meja hakimnya gara-gara pemerintahan baru pasca-revolusi Islam melarang perempuan menjadi hakim. Ebadi mengalahkan 164 kandidat lain termasuk Paus Yohanes Paulus II dan mantan Presiden Czech, Vaclav Havel, yang sebelumnya santer dikabarkan akan mendapatkan Nobel. Namun, rupanya komite Nobel lebih memilih orang yang berjuang untuk mempromosikan sebuah perubahan, apalagi di Iran.
Dalam kerjanya, Ebadi menunjukkan bahwa Islam, demokrasi, dan hak asasi manusia bisa berjalan seiring. Sosok yang pernah menjadi hakim perempuan pertama di Iran ini selalu menggunakan Islam sebagai titik pijak dalam seluruh kampanyenya. "Saya ini seorang muslim. Jadi, kita bisa menjadi seorang muslim dan mendukung demokrasi," ujar Ebadi.
Purwani Diyah Prabandari, Telni Rusmitantri (AFP, Guardian, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo