JARANG-jarang Wiranto tampak begitu rileks. Ia duduk lesehan sambil menikmati opor ayam dan nasi gudeg bikinan Pejompongan. Kancing teratas kemeja abu-abunya sengaja dilepas, sehingga singlet putihnya tersembul. Di samping kanan, duduk bersila sang kemenakan, bekas Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia, Adhyaksa Dault. Bekas Wakil Panglima TNI Jenderal Fachrul Razi dan bekas Kepala Staf Umum TNI Letjen Suaidy Marasabessy ikut pula menemani bersama sejumlah wartawan yang disuguhi makanan nasi kotak.
Suasana sedikit cair setelah santap malam selesai. Suaidy sempat meledek Fachrul, yang mencomot kue bakpao usai makan nasi gudeg. "Hati-hati, lo, itu bom C-4," Wiranto menimpali, disambut tawa hadirin. Malam itu, Rabu pekan lalu, kesan dingin dan angker sosok mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang juga pernah menjabat sebagai Panglima TNI itu pun sirna. Senyumnya mengembang. Para wartawan buka suara, saling ledek sambil ikut mencomot bakpao, apel, dan jeruk pencuci mulut.
Malam itu Wiranto tampak benar-benar percaya diri. Dengan lugas ia memaparkan langkah dan strateginya menuju kursi kepresidenan kepada para wartawan yang datang ke markas think tank-nya, Institute for Democracy of Indonesia (IDe Indonesia), di lantai tujuh sebuah gedung di kawasan Teluk Betung, Jakarta. Tak tampak kerisauan di wajahnya seperti ketika ia, sebagai Panglima TNI, didakwa membiarkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur pasca-jajak pendapat pada 1999.
Riangnya hati Pak Whiskey—begitu ia disapa orang-orang dekatnya—bisa dimaklumi. Sampai hari itu, hasil konvensi di level pengurus Partai Golkar tingkat II rupanya berpihak pada jenderal pensiunan ini. Dari 170 daerah yang telah melaksanakan konvensi, nama Wiranto berada pada urutan pertama di 106 daerah. Ini jauh dari perolehan peringkat kedua, Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, yang hanya mendapat posisi pertama di 38 daerah tingkat II. "Jika tidak di urutan pertama, Wiranto muncul di urutan kedua atau ketiga," kata Wakil Sekretaris Panitia Pusat Konvensi Nasional Calon Presiden Partai Golkar, Rully Chairul Azwar.
Pulau Jawa terbukti basis pendukung utama Wiranto. Di Jawa Barat, dari 25 daerah yang telah berkonvensi, pria kelahiran Yogyakarta 56 tahun silam ini menyabet urutan pertama di 21 daerah. Berikutnya adalah Akbar Tandjung yang unggul di 6 daerah. Di Jawa Tengah, dari 33 daerah yang menggelar konvensi, 15 daerah memilih Wiranto di urutan pertama disusul Sri Sultan Hamengku Buwono X, sang "Raja Jawa", yang dipilih 11 Golkar daerah. Hanya di Kabupaten Demak nama Wiranto tidak masuk lima besar.
Jawa Timur masih sulit diprediksi. Soalnya, dari 38 dewan pimpinan daerah atau DPD II, sampai Rabu lalu, baru 8 daerah yang telah berkonvensi. Wiranto sejauh ini unggul di 5 daerah. Sisanya direbut Akbar, yang dikenal punya kaki-tangan kuat di sini. "Bakal terjadi persaingan kuat antara Wiranto sebagai calon dari eks TNI dan Akbar yang sipil," kata Ketua Partai Golkar Jatim Ridwan Hisyam kepada Sunudyantoro dari TEMPO.
Pak Whiskey juga meraih banyak dukungan dari luar Jawa. Di Sumatera, dari 60 pengurus daerah, ia unggul di 36 daerah atau lebih dari separuhnya. Sedangkan Akbar hanya berada pada posisi pertama di 19 daerah. Di Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara serta Maluku dan Papua, trennya sama. Wiranto unggul minimal di setengah dari jumlah Partai Beringin daerah yang telah melaksanakan konvensi.
Dukungan dari Sulawesi yang agak seret, apalagi Sulawesi Selatan. Toh, proses konvensi belum tuntas kelar. Hingga Jumat sore pekan lalu, panitia konvensi Sulawesi Selatan baru menerima hasil dari 8 daerah. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla unggul di 5 kawasan. Ketua Kamar Dagang dan Industri, Aburizal Bakrie, di peringkat kedua, unggul di 2 kabupaten. Wiranto hanya unggul di Kabupaten Luwu Timur. "Sebagai putra daerah, Kalla cukup populer di sini," kata Sekretaris Panitia Konvensi Golkar Sulawesi Selatan, Arfandi Idris, kepada Muannas dari TEMPO. Sulawesi memang merupakan basis utama bagi pengusaha beken ini.
Unggulnya Wiranto pada konvensi Partai Golkar di tingkat daerah sungguh merupakan kejutan. Meski bukan murni kader partai yang menjadi runner-up Pemilu 1999 ini, ia mampu mengungguli Ketua Umum Akbar Tandjung. Padahal, selama ini, Akbar disebut-sebut punya akar kuat hingga ke tingkat pemimpin daerah. Apa gerangan jurus jitu Wiranto? Adakah dia rajin menebar rezeki atawa "gizi" kepada para pendukungnya?
Sejumlah pengurus daerah membantah ihwal gizi ini. Joko Santosa, Wakil Sekretaris Golkar Kabupaten Wonogiri, Jateng, berkelakar dia sudah lama menunggu datangnya gizi seperti yang ramai diributkan. "Tapi tak juga turun," katanya. Sementara itu, Ketua Golkar di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sri Waluyo, membenarkan memang ada bakal calon yang membelikan bendera atau kaus partai. "Tapi kami tidak jual suara hanya untuk kaus," ujarnya kepada Imron Rosyid dari TEMPO.
Soal "gizi" agaknya bukan garansi. Setidaknya, menurut Rully Chairul, keunggulan Wiranto telah membalikkan tudingan bahwa hanya kontestan "bergizi tinggi" yang akan menang konvensi. "Nyatanya bukan Aburizal 'Ical' Bakrie atau Surya Paloh yang unggul," ujarnya. Ical Bakrie, sang konglomerat, dan Surya Paloh, pemilik Metro TV dan koran Media Indonesia, dikenal sebagai figur kontestan yang rajin menggelontorkan rupiah ke daerah. Sedangkan Wiranto disebut-sebut lebih irit "menebar hujan".
Ada yang menduga Wiranto menggunakan jaringan tentara. Ia diisukan menggalang dukungan komando daerah militer, resor militer, dan distrik militer untuk menyukseskan pertempurannya untuk meraih kursi RI-1. Karena itu, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto sempat mengimbau agar para purnawirawan tidak mencoba menarik TNI ke kancah politik praktis lagi. "Saya yakin mereka memiliki sikap arif untuk tidak menyeret TNI mendukung mereka," ujarnya.
Disindir begini, Wiranto tentu membantah. "Saya sadar betul (tindakan) itu tidak layak dan tak mungkin," ujarnya. Toh, santernya isu dukungan markas besar untuk Wiranto rupanya merisaukan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia meminta Sutarto bersikap adil untuk tidak mendukung salah satu purnawirawan jenderal dalam persaingan menuju kursi presiden.
Yudhoyono agaknya mendengar rumor "gerilya" militer dan Wiranto di daerah. "Oleh karena itu, tolonglah selamatkan TNI," ujarnya kepada Ecep S. Yasa dari Tempo News Room. Tapi pengamat militer M.T. Arifin menilai, pernyataan Sutarto justru ditujukan untuk Yudhoyono yang dinilai masih punya tangan untuk mempengaruhi aparat di daerah. Jika "turun ke bawah", kandidat presiden dari Partai Demokrat ini justru disambut resmi. "Inilah yang dipotong Panglima. Karena itu, Yudhoyono sewot," ujarnya.
Ini bukan berarti Wiranto tak disambut. Seorang anggota tim sukses Wiranto membenarkan, dalam kunjungan ke beberapa daerah, para pejabat militer sowan kepada Wiranto saat di bandara. Saat kunjungan ke Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, Panglima Kodam I Bukit Barisan Mayjen Tri Tamtomo menemui Wiranto di Bandara Polonia. Tapi dia juga menemui mantan Panglima Kostrad Letjen Purnawirawan Prabowo Subianto, kandidat lainnya, yang mendarat setelah Wiranto. "Ini lebih karena penghormatan kepada senior TNI," ujar Tri Tamtomo.
Militer faktanya masih mendapat tempat di daerah. Rully Chairul menyimpulkan, mereka bahkan tak peduli dengan berbagai tuduhan soal pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa Wiranto. Apa pasal? "Figur militer dibutuhkan untuk memberikan rasa aman kepada kami," ujar Heru S. Notonagoro, Ketua Panitia Konvensi Daerah Partai Golkar Solo. Karena itulah Prabowo pun sering masuk lima besar.
Kerinduan akan stabilitas tampaknya sangat dirasakan kader Partai Beringin di daerah. Maklumlah, sejak Soeharto tumbang, mereka jadi bulan-bulanan. Bahkan, menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid, Partai Golkar sempat dibubarkan melalui dekrit presiden. Meski itu tak mempan, Golkar memang banyak beroleh tekanan fisik. Sejumlah kantor dan atribut partai ini diserang dan dibakar.
Kinclongnya pamor Wiranto ini membuat kubu Akbar waspada. Ketua Partai Golkar Pusat Rambe Kamarulzaman mengakui bahwa Wiranto, selain Surya Paloh, adalah saingan terberat sang Ketua Umum—yang citranya sempat tercoreng. "Tapi itu kan belum gambaran final," ujar orang dekat Akbar ini. Akbar kini berstatus terpidana sehubungan dengan kasus korupsi dana Bulog. Ia masih menunggu keputusan kasasi Mahkamah Agung agar kasusnya berkekuatan hukum tetap. "Kalau Akbar tidak tersandera seperti ini, hasilnya bisa lain," kata Rully.
Toh, belum final. Dalam aturan konvensi Golkar, hingga 14 Oktober, di setiap daerah akan dipilih lima nama bakal calon presiden dari 19 peserta konvensi. Kelima nama itu lalu diajukan ke tingkat Golkar provinsi. Di sini, lima calon yang dibawa pelbagai daerah tadi akan diadu untuk dipilih lima nama lagi. Kelima nama yang muncul di setiap provinsi akan dibawa ke ajang prakonvensi, 21-22 Oktober mendatang. Hanya calon yang minimal didukung di 5 provinsilah yang akan diseleksi di tingkat nasional.
Di sinilah pertempuran sebenarnya. "Bisa saja, meski calon tak pernah unggul di tingkat II ataupun I, asalkan masuk lima besar di 5 provinsi, dia bisa lolos," kata Rully. Jadi, keunggulan Wiranto di 106 dari 170 Golkar daerah yang telah berkonvensi belum menjamin bahwa dialah calon presiden Golkar. Ingat, ada 420 kantor Golkar di tingkat II dan masih ada 250 daerah yang ditunggu hasilnya. Artinya, kemenangan Wiranto masih sementara. "Dia masih nominasi bakal calon," kata Rambe Kamarulzaman.
Tapi Pak Whiskey tak ambil peduli. Ia terus saja bercanda di sela santap malam bersama para sekondan politik, tim sukses, dan wartawan di kantornya. Ia hakulyakin, skor kemenangannya tak akan berubah.
Hanibal W.Y. Wijayanta, Sudrajat, Jobpie Sugiharto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini