Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

4 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amerika Serikat
Bush versus Kerry

Senator John Kerry dan Presiden George W. Bush menggelar debat pertama mereka pada Kamis pekan lalu di University of Miami, Florida. Debat kedua akan digelar di Washington University, St. Louis, pada 8 Oktober. Sedangkan sesi terakhir akan dilaksanakan pada 13 Oktober di Arizona State University di Tempe. Ketiga sesi debat ini akan disiarkan secara nasional melalui jaringan televisi.

Debat-debat ini akan banyak membahas kebijakan luar negeri dan keamanan dalam negeri Amerika Serikat (AS). Bush, misalnya, mati-matian mempertahankan kebijakan invasinya ke Irak. Sedangkan Kerry menyatakan, kebijakan Bush adalah "kesalahan kolosal pemerintah Amerika" seperti halnya Perang Afganistan dan sejumlah invasi Amerika lainnya.

Dalam tradisi politik Amerika, debat pertama selalu menjadi momen yang amat penting dalam mempengaruhi suara pemilih. Sekadar contoh, pada 1980, Ronald Reagan berhasil mempengaruhi para pemilih dalam debat pertamanya. Dan dia menang mutlak dalam pemilu, mengalahkan Presiden AS ketika itu, Jimmy Carter.

Irak
Bom Mobil Tewaskan 35 Anak

Bom mobil kembali meledak di Bagdad, kali ini melukai ratusan orang, termasuk 35 orang anak-anak. Ini jumlah anak-anak terbanyak yang ditewaskan bom sepanjang konflik Irak. Peristiwa berdarah itu terjadi saat serdadu Amerika Serikat (AS) sedang membagikan permen dalam peresmian fasilitas air kotor di lingkungan pemukiman Al-Amel, Bagdad Barat. Pembagian permen inilah yang membuat anak-anak mendekati para serdadu Irak usai mereka pulang sekolah menyongsong liburan (Jumat). "Mereka mengatakan, mari-mari sini, kami punya banyak permen," ujar Abdel Rahman Dawoud, anak yang terluka parah.

Suasana perayaan berubah menjadi dukacita ketika para keluarga korban mengumpulkan bagian tubuh yang terburai. "Mereka membunuhi warga sipil Irak dan menyebarkan horor," ujar jenderal Hussein Ali Kamal, Menteri Dalam Negeri Irak.

Melalui sebuah situs Internet, Kelompok Jihad dan Tauhid yang dipimpin Abu Musab al-Zarqawi asal Yordania mengaku bertanggung jawab—walaupun informasi ini belum dapat diklarifikasi.

RUSIA
Protokol Kyoto Segera Diratifikasi

Ganjalan terakhir bagi pemberlakuan perjanjian Protokol Kyoto untuk mengurangi efek pemanasan global akhirnya pupus. Pemerintah Rusia pada Kamis pekan lalu menyetujui perjanjian tersebut dan mengirimnya ke parlemen untuk diratifikasi. Di atas kertas, hasil ratifikasinya tinggal menunggu hari karena parlemen dikuasai partai Persatuan Rusia yang pro-pemerintah Presiden Vladimir Putin.

Amerika Serikat, negara industri penghasil emisi terbesar, menolak perjanjian yang sudah diratifikasi oleh 120 negara itu. Perjanjian itu baru bisa berjalan jika didukung negara penyumbang paling sedikit 55 persen level emisi 1990 negara industri. Pada 1990, Amerika menyumbang 36,1 persen emisi negara industri, dan Rusia 17,4 persen. Dengan masuknya Rusia ke barisan penyokong Protokol Kyoto, target 55 persen tercapai.

"Keputusan pemerintah Presiden Vladimir Putin patut dirayakan," kata Klaus Toepfer, Direktur Eksekutif Badan PBB untuk Program Lingkungan (UNEP). Menurut Toepfer, Protokol Kyoto hanyalah satu langkah awal dalam perjalanan panjang menuju stabilisasi gas rumah kaca. Tapi, kata dia, langkah Rusia mengirim sinyal penting ke negara-negara yang belum menerima Protokol Kyoto, terutama Amerika Serikat.

Yaman
Vonis Mati Pengebom Kapal

Ditangkap di Uni Emirat Arab, lalu diserahkan kepada Amerika Serikat, Abd al-Rahim al-Nashiri akhirnya menerima vonis mati dari pengadilan Yaman. Nashiri bersama rekannya, Jamal al-Badawi, warga Yaman berusia 35 tahun, dinyatakan bersalah atas pengeboman kapal peru-sak USS Cole milik Amerika Serikat pada 12 Oktober 2000.

Nashiri, pria kelahiran Arab Saudi, dinyatakan sebagai otak serangan bom bunuh diri dua orang ke USS Cole yang tengah mengisi bahan bakar di Pelabuhan Aden. Dia juga disebut sebagai otak pengeboman dua Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania pada 1998. Sementara Badawi—juga divonis mati—dituduh membantu serangan itu dengan menyediakan tempat tinggal para pelaku selama di Yaman.

Nashiri dan Badawi serempak meneriakkan "Allahu Akbar" begitu Hakim Najib al-Qaderi membacakan hukumannya, disusul seruan serupa oleh kerabat dan kawan-kawannya yang memenuhi ruang sidang. "Ini vonis Amerika," kata Badawi, yang hari itu mengenakan jubah panjang putih. "Hakim dan segenap pemerintah Yaman diperalat oleh orang Amerika." Selain vonis mati untuk keduanya, pengadilan Yaman juga menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun kepada empat terdakwa lainnya dalam kasus itu.

Yanto Mustofa dan Endah W.S. (BBS, New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus