Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Geng Tiga dan Seorang Kwik

Ketegangan melanda partai banteng bermoncong putih. Langkah Kwik Kian Gie kurang ditanggapi pengurus daerah.

4 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUNTAS dan lengkaplah keruntuhan PDI Perjuangan!" Adalah Kwik Kian Gie yang mengucapkan kalimat galak dan provokatif itu pekan yang lalu. Kwik punya dasar. Ia menunjuk kekalahan "partai banteng moncong putih" itu dalam pemilu legislatif April yang lalu. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan PDIP ini juga merujuk kegagalan partainya mengusung Megawati Soekarnoputri kembali menduduki kursi presiden dalam pemilu presiden September lalu. Padahal, berbagai konsesi telah diberikan PDI Perjuangan (PDIP) kepada partai-partai pendukung Megawati yang bersekutu dalam Koalisi Kebangsaan.

Tak cukup bicara. Kwik juga memasang iklan 3 kolom kali 16 sentimeter di dua koran nasional terbitan Selasa pekan lalu—lengkap dengan tiga tanda seru di belakang kalimat "galak"-nya. Kwik bukan hanya mengecam, ia juga mengundang para kader PDIP untuk membangun kembali partainya. Inilah langkah mutakhir Kwik Kian Gie setelah pekan sebelumnya ia menggalang "Gerakan Pembersihan dan Pemurnian PDIP" bersama beberapa tokoh teras partai itu.

Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu menuding kekalahan beruntun PDIP disebabkan oleh ketidakbecusan The Gang of Three. "Geng Tiga" yang ditunjuk Kwik adalah Sekjen PDIP Sutjipto, Wakil Sekjen Pramono Anung, dan salah satu ketua, Gunawan Wirosarojo. Kwik tidak menunjuk Megawati sebagai orang yang juga harus bertanggung jawab. Dia menganggap Mega justru sering diberi informasi yang salah oleh "Geng Tiga", misalnya soal target perolehan suara. "Mereka, termasuk Sony Keraf dan Cornelis Lay, harus diusir dari PDIP," ujar Kwik menunjuk dua orang di lingkaran "dekat" Megawati yang lain.

Kwik serius dengan perlawanan ini. Dia memilih beriklan pada hari Selasa dengan maksud menarik perhatian warga PDIP. Sebab, hari itu Dewan Pimpinan Pusat PDIP menggelar Rapat Kerja Nasional XII di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali. Meski masih duduk sebagai pengurus pusat, Kwik memilih tidak hadir di Bali pada rapat besar pertama partai yang digelar sejak pemilu 20 September itu. Alasannya, undangan tak jelas. "Masa, dalam undangan tempatnya masih tentatif," ujar Kwik.

Arifin Panigoro pun sempat geleng-geleng kepala melihat undangan yang datang mendadak pada Senin sore itu. Namun, tak seperti Kwik, bekas Ketua Fraksi PDIP di MPR itu tetap berangkat ke Bali. "Ibaratnya, Ibu lagi berlibur ke Bali, lalu kita dipanggil untuk rapat," ujarnya sambil terkekeh. Ibu yang dimaksudkannya tentu Megawati Soekarnoputri.

Rapat kerja dihadiri 29 utusan dari 33 Dewan Pimpinan Daerah seluruh Indonesia. Tiga hal dibahas: evaluasi hasil pemilu, perkembangan pasca-pemilu, serta persiapan kongres partai. Rupanya, usul Kwik Kian Gie tidak dibicarakan secara khusus. Beberapa pengurus daerah justru menyesalkan langkah Kwik dan meminta pengurus pusat menindaknya. Namun, banyak pula yang meminta "gugatan" Kwik dijadikan cermin bagi pengurus partai.

Sikap daerah yang terpecah ini juga muncul di Bali saat rapat kerja membahas kelangsungan Koalisi Kebangsaan—yang beranggotakan PDIP, Golkar, PPP, Partai Bintang Reformasi, dan Partai Damai Sejahtera. Ternyata tak semua pengurus daerah sepakat dengan langkah pengurus pusat untuk berkoalisi dengan sejumlah partai. Menurut Ketua DPP, Roy B.B. Janis, mayoritas daerah menolak Koalisi Kebangsaan dilanjutkan. "Daerah-daerah melihat Koalisi tak jalan dan tidak ada gunanya," kata Roy, yang hadir dalam acara itu. Bahkan ia mengatakan Koalisi tidak mungkin diharapkan hasilnya.

Arifin Panigoro mengatakan ketidaksetujuan daerah ini perlu diperhatikan. Apalagi, saat menyampaikan pengarahan, Mega sudah mengatakan Koalisi Kebangsaan bersifat permanen sehingga akan dilanjutkan. "Ibu Mega bilang permanen. Tapi daerah-daerah mempertanyakannya, bahkan meminta agar tidak diteruskan," ujarnya.

Sorotan tajam daerah juga diarahkan pada kinerja pengurus partai di pusat. Imam Mundjiat, Ketua Dewan Pengurus Daerah PDIP Kalimantan Barat, tanpa segan mengkritik ketua umum partai, Megawati Soekarnoputri. Di hadapan para peserta, Imam meminta Mega, "Ibu harus lebih komunikatif dengan seluruh jajaran pengurus sehingga input yang didapat tidak hanya yang enak-enak."

Yang dikritik tidak menjawab langsung. Namun, dalam butir-butir rekomendasi, rapat kerja nasional meminta pengurus pusat mendisiplinkan organisasi. "Seluruh jajaran dalam struktur organisasi partai agar menjaga soliditas dengan cara menjauhkan diri dari cara-cara saling menyalahkan," begitu bunyi satu butir rekomendasi yang dilengkapi ajakan agar sama-sama mematuhi mekanisme organisasi.

Rekomendasi itu sangat "mengambang". Dan, anehnya, bertolak belakang dengan keinginan beberapa daerah. Keputusan rapat kerja dalam butir ke-2 rekomendasi yang dibacakan Sutjipto menyebutkan: "Rapat kerja nasional mendukung kerja sama sinergis Koalisi Kebangsaan." Tentu saja hal ini sangat mengecewakan kader PDIP yang mempersoalkan Koalisi. "Ini memanipulasi fakta. Sayang, Pak Kwik tidak hadir," kata Roy B.B. Janis.

Ajakan Kwik agar PDIP mempercepat kongres partai menjadi sebelum April 2005 juga tidak mendapat tanggapan daerah. Usul yang kurang-lebih sama datang dari Dewan Pertimbangan Pusat PDIP. Lima anggota Dewan Pertimbangan Pusat, yaitu Roeslan Abdulgani, Soetardjo Soerjogoeritno, Abdul Madjid, Sabam Sirait, dan V.B. Da Costa, juga menyarankan agar partai itu menyiapkan calon-calon pimpinan partai, dalam sebuah pertemuan awal pekan lalu.

Suara Kwik dan Dewan Pertimbangan Pusat ternyata tidak bergema di rapat kerja. Sejumlah pengurus daerah langsung setuju dengan rekomendasi rapat kerja. Tulus Purnomo, Sekretaris PDIP Lampung, misalnya, mengecam Kwik dengan mengatakan kekalahan PDIP pada Pemilu 2004 bukan hanya karena "Geng Tiga", tapi banyak faktor. Bahkan, menurut dia, Kwik tak pernah punya andil untuk memenangkan partai.

Dari Jawa Timur, daerah tempat Sutjipto berasal, terdengar suara senada. "Orang sudah bekerja maksimal kok diperlakukan seperti itu," kata Wakil Sekretaris PDIP Jawa Timur, Ali Mudji, kepada Agus Rahardjo dari Tempo. Pekan lalu di Surabaya bahkan digelar aksi menentang Kwik Kian Gie. Murdoko, Ketua PDIP Jawa Tengah, menilai langkah Kwik kebablasan. "Ajakan kongres luar biasa tak perlu diikuti," ujarnya kepada Sohirin dari Tempo.

Sutjipto punya cara sendiri untuk membantah Kwik. Dia menyebut penyebab kekalahan PDIP dan Mega dalam Pemilu 2004 adalah citra partai yang kian merosot akibat ulah kader partai di legislatif. Ia juga menyebut mesin politik partai kurang berjalan baik hingga di tingkat bawah. Faktor lambannya sosialisasi kinerja pemerintah Mega pun berpengaruh. Sutjipto malah menyalahkan pers, yang menurut dia kurang bersahabat dengan PDIP.

Karena itu, Sutjipto mengaku tidak mengerti maksud Kwik menggelar gerakan pemurnian dan pembersihan di tubuh PDIP. Ia mempersilakan Kwik berbicara pada kongres PDIP nanti. Kapan? "Yang sudah direncanakan, April 2005. Kalaupun dipercepat, sekitar Januari," ujarnya.

Sementara itu, sekretaris tim sukses Mega, Heri Akhmadi, juga tidak sepakat dengan Kwik. Heri menyebut Koalisi Kebangsaan adalah alternatif terbaik bagi partainya. Masalahnya, popularitas partai dan popularitas Megawati ada batasnya, mesin politik juga sudah tidak bisa digenjot lagi. "Adakah yang lebih baik selain melakukan koalisi?" katanya retoris.

Tapi Yacobus Mayongpadang, salah satu Wakil Sekjen PDIP, menilai DPP tidak selektif. Semestinya pengurus pusat mempertimbangkan partai-partai mana yang layak diajak berkoalisi agar tidak menimbulkan resistansi. "Saat memutuskan koalisi, Dewan Pengurus Pusat seperti sedang kalap," ujarnya. Maka, meski dari sisi etika Yacobus tidak menyetujui cara Kwik, secara substansi Yacobus setuju. Ia pun menyatakan siap membela Kwik.

Bagaimana dengan tuntutan agar "Geng Tiga" mundur? "Berorganisasi itu kan ada aturan mainnya," jawab Sutjipto. Menurut dia, cara-cara yang ditempuh Kwik sudah kebangetan. Ia bahkan menyebut Kwik sedang keblinger. Sebab, seluruh permasalahan partai adalah tanggung jawab kolektif.

Belakangan, Kwik rupanya memilih diam. Kamis pekan lalu ia membatalkan wawancara dengan majalah ini. "Saya cooling down dulu," ujarnya kepada Setiyardi dari Tempo. Adakah ia sudah "ditertibkan" ketua umumnya? Bekas Wakil Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan, Sukowaluyo Mintorahardjo, membantah spekulasi itu. "Pak Kwik maju terus, sudah ada 5.000 orang yang mendaftar ikut gerakan pembersihan partai," ujarnya.

Artinya, kemelut di tubuh partai banteng moncong putih itu masih akan berlanjut—mungkin sampai berjilid-jilid.

Hanibal W.Y. Wijayanta dan Jalil Hakim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus