SEKITAR 150 pendeta Kristen yang mewakili sembilan sekte akhirnya tak kuat menahan marah. Pintu gerbang kayu yang menuju gereja Holy Sepulcher, yang selalu terbuka untuk para jemaah dan turis, Jumat pekan lalu bukan saja mereka tutup, tapi juga digembok. Gereja yang terletak di wilayah Lapangan Kristen, di barat laut kota tua Yerusalem, itu untuk pertama kalinya selama 800 tahun ini tertutup untuk umum. Peristiwa yang sangat jarang itu meledak bukan tanpa alasan. Para pemimpin gereja Kristen itu memprotes Pemerintah Israel karena dengan diam-diam memberi subsidi kepada sekitar 150 orang Yahudi sebesar US$ 1,8 juta, untuk menyewa gedung St. Johp Hospice, yang terletak persis di sudut gereja Holy Sepulcher. Tentu saja ini membuat marah orang Kristen. Soalnya, di kawasan Holy Sepulcher itulah dianggap makam Yesus terletak. "Ini adalah tempat tersuci bagi umat Kristen," ujar seorang pemimpin gereja. Kemarahan umat Kristen itu semakin memuncak ketika dua pekan lalu -- pada Jumat suci -- para penghuni baru Yahudi itu pindah menempati gedung secara mencolok, sambil bernyanyi dan bertepuk sepanjang jalan. Tak kurang dari sepuluh pimpinan gereja Kristen -- antara lain Latin, Yunani, Armenian, Koptik, Lutheran, Anglikan, Etiopia -- menandatangani surat protes kepada Pemerintah Israel. Pemimpin gereja di Yerusalem, Bethlehem, dan Nazareth juga menutup gerejanya satu hari sampai Sabtu, pekan lalu, dan mengancam penutupan bisa dilanjutkan lebih lama. Bahkan Paus Yohanes Paulus II menyatakan keprihatinannya. "Marilah kita semua berdoa, agar mereka yang tertutup hatinya bisa mencari penyelesaian seadil-adilnya dan saling menghormati." Ia berdoa agar Yerusalem dikarunia kedamaian. Kota itu, kata Paus, adalah kota suci bagi tiga agama -- Islam, Kristen, Yahudi. Penyebab heboh itu -- bantuan subsidi untuk permukiman sejumlah fundamentalis Yahudi di wilayah Kristen -- pada mulanya dibantah oleh Pemerintah Israel. Namun, akhirnya diakui dana yang berjumlah 40 persen dari harga sewa sebesar US$ 4 juta itu dikeluarkan oleh kementerian keuangan. Selebihnya, dana untuk menyewa gedung dari keluarga Armenia yang menyewanya dari pemilik sebenarnya -- diperoleh dari seorang donor Amerika melalui sebuah perusahaan Panama. "Adalah hak setiap orang Yahudi untuk tinggal di mana saja, dan membeli atau menyewa gedung di mana pun, termasuk di Yerusalem," ujar David Levy, menteri perumahan Israel dari Partai Likud. "Pembelian harta berupa bangunan milik orang asing di Israel terutama di Yerusalem, termasuk milik gereja, sudah berlangsung bertahun-tahun oleh instansi pemerintah," tambahnya. Protes umat Kristen itu memaksa pengadilan Israel turun tangan. Namun, keputusan pengadilan tidak memuaskan mereka karena bukan saja yang disuruh keluar dari St. John Hospice cuma 20 orang, melainkan juga pelaksanaannya dianggap setengah hati. "Setiap orang Israel kan berhak tinggal di mana saja mereka mau," ujar Yitzhak Shamir, perdana menteri sementara Israel, enteng. Sementara itu, pihak gereja Ortodoks Yunani, pemilik gedung, merasa dirinya tertipu oleh kaum Yahudi itu. "Para penyewa itu meyakinkan saya bahwa gedung itu akan disewakan kepada orang Kristen," ujar Martyros Matossian, dari Ortodoks Yunani. Memang tak semua orang Yahudi menyetujui sepenuhnya ulah Israel di permukiman Kristen Yerusalem itu. Misalnya Aipac, organisasi Yahudi yang paling kuat lobi politiknya di Washington, telah mengirim pesan kepada Yitzhak Shamir. Bunyi pesan itu, walaupun hak setiap Yahudi untuk tinggal di mana pun, menduduki wilayah Lapangan Kristen di Yerusalem adalah tindakan tidak berperasaan dan provokatif. Aipac, menurut pesan itu, tidak akan mendukung langkah-langkah Israel. Israel selama ini menerima bantuan AS sebesar US$ 3 milyar setiap tahunnya, dan baru-baru ini mengajukan permintaan bantuan lagi US$ 400 juta untuk membantu membangun permukiman untuk orang Yahudi Soviet. Yang tak kurang garangnya mengutuk tindakan Israel itu adalah wali kota Yerusalem, Teddy Kolek. Ia melihat, peristiwa itu bukan saja akan merusakkan rencana pemukiman kembali orang-orang Yahudi Rusia, melainkan juga akan mengurangi arus turis ke sana. Kota tua Yerusalem yang terbagi dalam beberapa wilayah itu memang penuh dengan bangunan agama yang memiliki nilai sejarah. Selain gereja Holy Sepulcher di wilayah Lapangan Kristen misalnya, juga terdapat Masjid Al Aqsa di wilayah Lapangan Islam. Gereja Holy Sepulcher pernah ditutup 800 tahun lalu, ketika Sultan Saladin merebut Yerusalem pada abad ke-12. Kunci gereja tempat kuburan Yesus berada itu dipegang oleh keluarga Islam. Tindakan itu dimaksudkan untuk mengurangi pertengkaran di antara berbagai sekte Kristen. Menghadapi orang Yahudi, nampaknya berbagai aliran Kristen di Yerusalem itu malah jadi bersatu. YD
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini