WANITA bergaun putih itu, dengan seikat mawar merah dan sebuah buku puisi di tangan, dipersilakan naik ke mimbar. Di mimbar, Oskar Lafontaine, kandidat Kanselir (setingkat perdana menteri) Jerman Barat, baru saja menutup pidato kampanyenya. Dengan tersenyum, ia siap menerima hadiah dari salah seorang pengagumnya itu. "Saya ingin mempersembahkan bunga karena saya sangat mengagumi Anda," kata wanita bergaun putih itu tanpa berkedip. Tapi bukan cuma bunga. Setelah Lafontaine meletakkan kembang di meja dan menunduk untuk memberikan tanda tangan pada buku puisi itu, perempuan setengah baya itu tiba-tiba mengayunkan pisau daging ke bagian kanan leher lawan politik Kanselir Helmut Kohl itu. Lafontaine jatuh terkapar di kaki meja. Suasana acara kampanye yang dihadiri sekitar 2.000 pengunjung di Balai Kota Cologne itu, Rabu malam pekan lalu, jadi kacau. Sedangkan polisi yang sigap bertindak tak memberi kesempatan si gaun putih melarikan diri. Penikam itu segera diringkus. Lafontaine, yang banyak kehilangan darah, segera dibawa dengan helikopter ke rumah sakit terdekat. Kemudian diketahui bahwa si gaun putih adalah Adelheid Streidel, janda cerai berusia 42 tahun asal Bad Neuenahr, kota kecil di selatan Bonn. "Saya mau membunuh Lafontaine supaya saya diadili dan diliput pers," katanya kepada polisi. Dari jawaban-jawabannya yang sering "melantur", polisi menyimpulkan sang janda nekat ini kurang waras. Memang Adelheid pernah mondok di rumah sakit jiwa. Sudah lama, percobaan pembunuhan terhadap tokoh politik dan bisnis di Jerman Barat menjadi berita biasa, karena begitu seringnya. Biasanya, itu bermotifkan politik. Kelompok ekstrem kiri misalnya, sejak 1970-an membunuh sejumlah politisi dan industrialis Jerman Barat. Korban terakhir pembunuhan politik yakni Alfred Herrsaussen, Direktur Utama Deutsche Bank, bank terbesar di Jerman Barat, November silam. Adakah kasus Lafontaine, pemimpin Partai Sosial Demokrat (SPD), pun bermotifkan politik? Adakah si gaun putih mencoba menghalangi tokoh oposisi ini -- yang dikenal dengan humor-humor segarnya walau sering berbicara pedas -- menjadi saingan Kohl dalam pemilu yang akan berlangsung Desember nanti? Soalnya, menurut kesimpulan pengumpulan pendapat dua pekan lalu, tampaknya Lafontaine, 46 tahun, unggul dari Kohl. Wakil Ketua SPD yang baru bulan lalu dijagokan untuk pos kanselir itu, selama ini merupakan pengritik tajam kebijaksanaan Kohl, pemimpin Partai Demokrat Kristen (CDU). Gubernur negara (bagian) Saarland ini memanfaatkan isu yang lagi hangat. Ia menuduh Kohl terlalu tergesa mendorong penyatuan Jerman, sedangkan kepada rakyat Jerman Timur tak diberitahukan konsekuensi yang akan mereka hadapi. Karena keberaniannya itu, juga karena hubungan kumpul kebonya dengan cewek kaya berpotongan rambut nge-punk, Lafontaine punya banyak teman sekaligus musuh. Ia memang lebih muda dari Kohl, dan bertampang menarik. Politisi muda ini termasuk cepat menanjak dalam karier politik di SPD. Ia mendapat popularitas terutama karena kebijaksanaannya yang sangat pro-masalah lingkungan hidup. Juga karena ia menentang strategi nuklir NATO dan penempatan bom maut itu di negerinya. Tetapi tak sedikit pula yang menilai Lafontaine miskin dan kalah gagasan ketimbang PM Kohl. Sementara itu, Kohl, adalah politikus dan negarawan yang kaya ide. Terakhir, ia membuat pernyataan bersama Presiden Prancis Mitterrand tentang Lithuania. Yang jelas, tipis kemungkinan kasus penikaman ini bermotifkan politik. Biasanya, pembunuhan politik di Jerman dilakukan oleh kelompok ekstrem yang berperhitungan -- bukan dengan pisau dapur. Tapi, dengan demikian, terbuka kemungkinan popularitas tokoh oposisi ini menurun. Lain halnya bila si janda bergaun putih itu memang punya motif politik -- sebuah bahan bagus buat kampanye.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini