Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Malala Yousafzai mendesak para pemimpin muslim untuk mendukung upaya menjadikan apartheid gender sebagai bentuk kejahatan berdasarkan hukum internasional. Peraih Nobel Perdamaian tersebut meminta agar seluruh pemimpin dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk angkat bicara menentang Taliban Afghanistan atas perlakuan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.
Yousafzai Dorong Pemimpin Muslim Menentang Taliban
Dilansir dari Reuters, Malala turut serta pada pertemuan puncak tentang pendidikan anak perempuan di komunitas muslim yang dihadiri oleh para pemimpin dan cendekiawan internasional di negara asalnya, Pakistan, pada Ahad, 12 Januari 2025.
Dalam kesempatannya, Malala mengajak para muslim untuk bersuara dan memimpin perlawanan yang ditujukan terhadap kebijakan Taliban yang melarang gadis remaja bersekolah dan perempuan dewasa untuk berkuliah.
“Di Afghanistan, seluruh generasi perempuan akan dirampas masa depannya,” kata Malal Yousafzai dalam pidato di Islamabad. Malala melanjutkan, “Sebagai pemimpin muslim, sekarang adalah saatnya untuk menyuarakan pendapat Anda, menggunakan kekuatan Anda.”
KTT tersebut diselenggarakan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Muslim Dunia yang dihadiri oleh puluhan menteri dan ulama dari negara-negara mayoritas Muslim. Malala menuntut para cendekiawan yang untuk secara terbuka menantang dan mengecam hukum-hukum di Taliban yang sejatinya represif. Malala menginginkan agar para pemimpin politik mendukung masuknya apartheid gender yang dilakukan Taliban ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan hukum pidana internasional.
KTT yang dihadiri Yousafzai tersebut diselenggarakan oleh Pakistan, negara yang saat ini memiliki hubungan dingin dengan pemerintahan Taliban di Afghanistan dalam beberapa bulan terakhir atas tuduhan bahwa militan menggunakan tanah Afghanistan untuk menyerang Pakistan. Namun, Taliban membantah tuduhan tersebut.
Dikutip dari CNN, Taliban mengatakan bahwa mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap budaya Afghanistan dan hukum Islam. Juru bicara pemerintahan Taliban tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Yousafzai dalam forum tersebut.
Tidak ada pemerintah asing yang secara resmi mengakui Taliban sejak kelompok tersebut mengambil alih Afghanistan pada 2021 silam. Para diplomat negara lain mengatakan langkah-langkah menuju pengakuan terhadap pemerintahan tersebut memerlukan perubahan arah dalam hal hak-hak perempuan.
Sosok Malala Yousafzai
Malala Yousafzai telah lama menyerukan keresahannya terhadap isu larangan pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan oleh Taliban. Yousafzai merupakan seorang aktivis pendidikan asal Pakistan. Gadis dengan nama pena “Gul Makai” tersebut kerap menulis blog tentang kehidupannya di bawah ancaman Taliban.
Ia tidak hanya gadis yang ingin belajar, namun juga ingin memperjuangkan hak pendidikan bagi semua perempuan di dunia. Malala muda menjadi salah satu korban kekejaman Taliban Pakistan. Ia tertembak di kepala oleh Taliban. Hal tersebut membuat dirinya termotivasi untuk bersuara terkait kebobrokan Taliban di Afghanistan.
Gadis yang dipanggil Malala tersebut selalu mendorong semua orang memperjuangkan hak asasi manusia dasar, yakni mendapatkan pendidikan dan perdamaian.
Pada 2022, Taliban melarang pendidikan bagi anak perempuan. Dilansir dari Aljazeera, kelompok bersenjata tersebut menutup sekolah menengah khusus perempuan hanya beberapa jam setelah membukanya kembali yang memicu protes kecil dari perempuan dan anak perempuan di ibu kota Kabul.
Malala Yousafzai menganggap dengan mengungkapkan bahwa pengekangan tersebut tidak akan bertahan selamanya karena perempuan Afghanistan telah mengenai arti “diberdayakan”.
Malala percaya bahwa perempuan, utamanya anak perempuan telah menyadari pentingnya pendidikan dan menganggap perampasan hak pendidikan pada mereka merupakan tindakan kejahatan. Namun, perjuangannya masih panjang untuk membuat dunia sadar akan kejahatan Taliban dalam melanggengkan kebijakan apartheid gender di Afghanistan.
Putri Safira Pitaloka berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengenang Keberanian Malala Yousafzai 11 Tahun Lalu, Peluru Taliban Tak Menghentikannya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini