Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mandi Minyak di Azerbaijan

Limpahan produksi minyak mendongkrak perekonomian Azerbaijan hingga mencatatkan diri sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Bagaimana rakyatnya?

12 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramil Mutukhov, 25 tahun, mulai menanggalkan semua benda yang melekat di tubuhnya. Dari kemeja, celana, hingga kaus kaki. Masuk ke bak mandi, dia menyelimuti kaki hingga lehernya dengan cairan berwarna cokelat kehitam-hitaman. “Enak benar rasanya...,” gumamnya.

Mutukhov, serta banyak warga Azerbaijan lain, memang punya kebiasaan baru: mandi minyak mentah (crude oil). Di Naftalan, kota penghasil emas hitam di Azerbaijan Tengah, gaya hidup seperti itu sedang naik pamor.

Walau baru dua tahun buka, pusat kebugaran minyak Therapatic Spa sudah dikunjungi 75 ribu tamu per tahun. Selain sekadar untuk meregangkan saraf, ada juga pengunjung yang ingin merasakan khasiat lain minyak mentah itu: menghaluskan kulit dan menyembuhkan rematik.

“Kami tahu, tiap hari, tiap bulan, Azerbaijan terus bertambah kaya,” kata Ilgar Guseynov, sang pemilik Therapatic Spa.

Boleh jadi keyakinan Guseynov benar. Pada 2005, semburan emas hitam di negeri pecahan Uni Soviet itu meningkat 41 persen dibanding pada tahun sebelumnya. Tahun lalu, naik lagi 45 persen, hingga mendorong pertumbuhan ekonomi Azerbaijan sampai 35 persen.

Menurut catatan Bank Dunia, Azerbaijan adalah negara yang paling cepat pertumbuhan ekonominya di dunia. Tahun lalu, pendapatan perkapita negeri berpenduduk 8,4 juta orang ini mencapai US$ 1.240, dengan pendapatan kotor (GDP) US$ 20,6 miliar.

“Itu sebuah anomali dalam sejarah bekas negeri sosialis,” kata ekonom dari Bank Pembangunan dan Rekonstruksi Eropa, Anita Taci.

Semuanya merupakan berkah dari emas hitam yang sejatinya baru ditemukan pada 1873 di Baku, kini ibu kota Azerbaijan. Ketika itu, negeri masih dalam cengkeraman Rusia. Azerbaijan memproklamasikan kemerdekaan setelah negeri komunis itu dibubarkan Michael Gorbachev pada 1991.

Persoalan masih belum lepas. Perang dengan Armenia dan gerakan separatis Armenia untuk memperebutkan kawasan Nargono Karabakh tetap berlangsung.

Hingga masa gencatan senjata pada 1994, Azerbaijan kehilangan 16 persen wilayahnya. Akibat konflik, kehidupan warga Azerbaijan terus melarat. Gelombang pengungsian dan telantarnya kehidupan warga menjadi warna gelap Azerbaijan yang merdeka.

Pemimpin Azerbaijan, Heydar Aliyef, langsung ambil sikap. Perekonomian yang tertutup mulai dibuka dengan mengundang perusahaan minyak asing untuk mengebor emas hitam di Baku.

Kontrak eksplorasi minyak senilai US$ 7,4 miliar pun ditandatangani dengan konsorsium perusahaan multinasional. Ada BP dari Inggris, Chevron, ConocoPhillips, dan Hess dari Amerika Serikat.

Pipa minyak sepanjang 1.170 kilometer yang menghubungkan Baku dengan Tbilisi di Georgia-Ceyhan, Turki, pun dibentangkan. Belalai besi senilai US$ 4 miliar ini membawa keuntungan besar bagi negeri yang berada di tepi Laut Kaspia tersebut.

Salah satu pipa terpanjang di dunia itu mengaliri minyak lebih dari satu juta barel tiap hari. Bahkan kini tengah ditingkatkan menjadi 1,5 juta barel. Pipa paralel juga dipasang BP sejak Desember tahun lalu untuk menyalurkan gas miliaran meter kubik ke Eropa Barat.

Ekonomi Azerbaijan terus menanjak. Efek domino langsung bekerja. Pembangunan apartemen makin marak. Dari 300 unit yang direncanakan, sekitar 250 siap ditempati tahun ini. Menurut Elnus Asadov, agen perumahan setempat, semuanya sudah laku sebelum dibangun. “Jika sudah jadi, harganya langsung naik dua kali lipat,” tuturnya. Barang konsumsi bermerek semacam Cartier, Escada, Giorgio Armani, ikut membanjiri pasar.

Tahun ini Azerbaijan bersama Turki dan Georgia juga mulai membangun jalur kereta senilai US$ 420 juta, yang melintasi ketiga negara itu. Menyaingi Trans Siberianya Rusia.

Dalam pemerintahan, negeri yang mayoritas warganya penganut Islam Syiah itu memisahkan peran agama dan negara. Bersamaan dengan itu, Aliyef membersihkan perjudian dan menekan tingkat pengangguran.

Sepeninggal Heydar, putranya, Ilham Aliyef, mengambil alih kekuasaan pada 2003. Doktor sejarah berusia 46 tahun itu sejak pemerintahan Heydar sudah kerap disebut-sebut sebagai penggantinya.

Saat ayahnya meninggal, Ilham menjabat perdana menteri, wakil direktur perusahaan minyak negara dan wakil pemimpin partai berkuasa, Partai Azerbaijan Baru (NAP). Kharisma sang ayah membuat lebih dari separuh warga menyerahkan mandat kekuasaan kepada Ilham. Pengamat Barat menuding, Ilham menang dengan intimidasi, kekerasan, dan menguasai media massa. Ilham tetap berlalu dan mengumbar janji akan memimpin negeri dengan demokrasi.

Semua itu dibuktikan di atas kertas. Kebebasan bersuara memang dijamin konstitusi. Bahkan media massa pun, secara teoretis, bebas menyiarkan berita. Beberapa stasiun swasta diizinkan siaran tanpa batas waktu.

Di balik kertas peraturan, intimidasi dan kekerasan kerap terjadi terhadap media massa. Pada 2005, jurnalis yang sering mengkritik pemerintah, Elmar Huseynov, tewas secara mengenaskan.

Pada akhir 2006, pemerintah menutup sebuah saluran televisi ANS. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sebuah lembaga nirlaba yang berkantor di New York, mengutuk pemerintah Azerbaijan yang mengganggu kemandirian dan media cetak oposisi.

Kemandirian negeri itu juga tercabik. Azerbaijan menjadi sekutu Amerika Serikat yang bertugas memata-matai negeri sekitarnya, terutama Iran. Bahkan, saat Amerika menyerang Irak, Azerbaijan ikut mengirimkan tentaranya bersama pasukan Negeri Abang Sam.

Kini, kata seorang profesor bidang studi keamanan nasional di US Army War College Strategic Studies Institute, Stephen Blank, Azerbaijan mencoba lebih mandiri. Tak bergantung pada negara-negara yang selama ini mendiktenya. Itu semua, katanya, “Berkat berkah minyak dan kepemimpinan politik yang mulai kuat.”

Tunggu dulu. Vugar Gojayev, pengamat dari International Crisis Group, menilai, saat ini dunia, terutama Amerika dan sekutunya yang lain, memang tutup mata terhadap kelemahan di Azerbaijan. Padahal, “Negeri itu korup, pelanggar hak asasi manusia, dan mengkhawatirkan kehidupan yang demokratis.”

Ancaman di bidang ekonomi juga mengintip Azerbaijan. Biaya hidup makin mahal seiring dengan kenaikan tarif listrik, air, dan transportasi publik. Subsidi sudah dicabut, termasuk untuk orang-orang miskin.

Semua warga negara Azerbaijan membayar harga yang sama tanpa membedakan kelas pendapatannya. Bahkan, menurut Gojayev, sejak kenaikan harga bensin dan solar, orang-orang Azerbaijan membayar lebih mahal dibandingkan orang-orang Amerika.

Seperti Indonesia 1970-an saat boom minyak, pembangunan apartemen, barang-barang bermerek dan mandi minyak cuma dinikmati sebagian kecil warga Azerbaijan. Kesejahteraan hanya dinikmati segelintir orang.

Menurut sebuah organisasi nirlaba yang berada di Baku, Pusat Pengawasan Keuangan Publik (PFMC), banjir keuntungan minyak hanya dinikmati 5 persen warga Azerbaijan. Padahal, 40 persen bergantung pada pertanian, dan selebihnya masih tak jelas.

“Negeri ini masih dalam keadaan miskin,” ujar Direktur PFMC, Inglab Akhmedov. Tentu saja, pernyataan ini tak berlaku bagi Ramil Mutukhov, sebab gaya hidup berlumur emas hitam bisa dilakoni tiap hari.

Ahmad Taufik (IHT, BBC, CSM, Time dan Eurasia.net)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus