Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Jennifer Mengejar Mimpi

Sebuah film yang menampilkan beberapa bintang terkemuka dan musik yang menggoyang. Yang bersinar justru si bintang baru: Jennifer Hudson.

12 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DREAMGIRLS Sutradara: Bill Condon Skenario: Bill Condon Pemain: Beyonce Knowles, Jamie Foxx, Eddie Murphy, Jennifer Hudson Produksi: DreamWorks Pictures dan Paramount Pictures

Detroit, tahun 1960, malam hari.

Panggung dibuka. Lampu gemerlap. Musik R and B mengguncang. Ketiga perempuan muda itu dengan suara menggelegar menggoyang Detroit yang saat itu masih panas dengan soal rasisme. Effie White (Jennifer Hudson), Deenah Jones (Beyonce Knowles), dan Lorrel Robinson (Anika Noni Rose) mengguncang panggung lomba. The Dreamettes, demikian mereka menamakan trio itu, tak berhasil menang. Tapi mereka ditemukan oleh Curtis Taylor, Jr. (Jamie Foxx), seorang agen mobil yang berambisi berkecimpung dalam dunia bisnis rekaman. Dia mampu melihat trio ini memiliki suara emas; mereka cantik dan mereka ”menjual”.

Untuk sementara Curtis meletakkan mereka sebagai penyanyi latar James ”Thunder” Early (Eddie Murphy), seorang pionir dalam pencaharian the news sound of Detroit, seorang penyanyi yang dikenal dengan gayanya yang gila-gilaan dengan mengawinkan irama soul dan rock and roll. Tentu saja gaya Eddie Murphy bernyanyi akan sangat mengingatkan pada megabintang James Brown yang jago goyang—dan kelak menjadi inspirasi bagi Michael Jackson—seperti halnya trio Dreamgirls mengingatkan kita pada masa jaya The Supremes (Diana Ross dkk).

Seluruh plot dan subplot adalah cerita klasik sebuah kelompok penyanyi yang sedang berjuang menggoret nama di panggung hiburan Amerika, sekaligus mencuat di antara kecurangan politik hiburan kulit putih yang saat itu ”main samber” (alias mencontek) lagu milik penulis kulit hitam yang kemudian ”diaransemen” ulang. Para sineas Indonesia yang tampaknya sedang getol membuat film tentang kehidupan band atau kelompok penyanyi mungkin layak menyaksikan film ini (seperti sineas D’Bijis dan Pesan dari Surga). Satu hal yang bisa dicatat: aktor-aktris dalam film Dreamgirls ini menyanyikan sendiri lagu-lagu yang menjadi bagian dalam dialog mereka. Lipsync? Out of question. Bahkan Eddie Murphy dan Jamie Foxx harus dilatih habis-habisan untuk menyanyi, daripada suaranya diisi penyanyi lain.

Persoalan yang tampil di sini juga tidak mengada-ada. Perbenturan ego, perbenturan kekuasaan, dan tentu saja soal rebutan pacar. Effie biasa menjadi penyanyi utama dari trio ini, karena suaranya memang paling kuat, menggelegar dan mampu mencapai beberapa oktaf. Tapi, selain tubuhnya yang besar, egonya juga menggelembung. Dia paling sering bikin persoalan. Ketika Dreamgirls sudah bisa tampil sendiri tanpa James Early, Curtis memutuskan untuk menampilkan Deenah Jones yang suaranya lebih ”populer” dan wajah dan tubuhnya lebih jelita dan asoy untuk dunia hiburan. Apa boleh buat, dunia hiburan selalu menekankan kata ”hibur”. Perpecahan tak terelakkan, apalagi posisi Effie di tempat tidur Curtis juga digeser oleh primadona barunya: Deenah.

Paruh pertengahan film perlahan memfokuskan diri pada kejayaan kerajaan rekaman Curtis yang berhasil menjadi raksasa sepanjang tahun 1970-an, ketika memasuki era disko, sementara perkawinan Curtis-Deenah mulai terganggu.

Bill Condon—yang sebelumnya sudah dikenal sebagai penulis skenario Chicago—menutup film ini dengan sebuah kemenangan bagi yang ”tertindas”, tetapi sebuah babak baru bagi Curtis Taylor. Condon tidak hanya menghibur dan menggoyang penonton dengan musik yang begitu seksi, tetapi persoalan diskriminasi pada zamannya sekaligus menjadi bagian dari cerita. Bagian perjuangan mereka memasuki panggung Miami, yang saat itu sangat terkenal rasis, memperlihatkan keberanian Curtis untuk melawan situasi sosial masyarakat kelas atas Amerika zaman itu.

Film Dreamgirls adalah sebuah film lengkap: hiburan, tangis, sekaligus sekelumit kisah tentang kenyataan sosial. Tapi, yang paling penting dari itu semua, sebutir berlian baru telah ditemukan: Jennifer Hudson sebagai Effie White (yang kalah dalam ajang American Idol), ternyata menggondol Oscar untuk Peran Pendukung Terbaik tahun ini.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus