Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Maut di sabra dan shatila

Krisis masih berkepanjangan di libanon (setelah evakuasi PLO), presiden terpilih Bashir Gemayel terbunuh sebelum dilantik. pembantaian terhadap orang-orang palestina di kamp-kamp pengungsi.(ln)

25 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DULU ada Guernica dan My Lai dan Treblinka. Kini tempat pembantaian manusia bertarnbah: Sabra dan Shatila, dua kamp pengunsi Palestina di Beirut Barat. Di sana selama 36 jam penduduk sipil Palestina jadi sasaran pembunuhan, mulai Jumat pagi hingga Sabtu siang, 18 September. Seluruh dunia marah. DK PBB segera bersidang hari Ahad dan dalam 11 jam secara bulat mendukung resolusi mengecam pembantaian tersebut. Pada hari yang sama, seorang jubir dari apa yang menamakan dirinya sebagai "Front Pembebasan Libanon dari Bangsa Asing" lewat telepon kepada pers mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan di Sabra dan Shatila. Ia bahkan menegaskan hal itu akan berlanjut sebagai perlawanan terhadap kehadiran semua bangsa asin di wilayah Libanon. Sebuah penjelasan yang angkuh dan dingin, untuk sebuah pemandangan yang mengerikan di Sabra dan Shatila. Di sana mayat manusia bergelimpangan sepanjang jalan, bersisian dengan reruntuhan rumah penduduk. Laporan reorter AP G.G. Labelle menyebutkan bagaimana potongan tangan dan kaki bertonjolan ke segala arah, serpihan daging terlontar sia-sia dan wajah-wajah tanpa nama membengkak di panggang sinar surya. Timbunan itu mulai membusuk dan dikerubungi lalat. Labelle dan rekannya William Foley melihat bekas-bekas buldoser di tanah sekitarnya. Diduga para pelaku pembunuhan kembali lagi sesudah melakukan pembantaian, berusaha menimbun jenazah itu dengan puing-puing, sampah dan kotoran. Dari 100 jenazah yang sempat diperiksa, diketahui bahwa orang-orang malang itu kebanyakan ditembak langsung pada kepala atau punggung mereka. Aksi itu telah membaat 1.000 nyawa atau lebih. Korban terbesar di Shatila. Menurut radio Libanon, 3 hari sebelumnya pasukan Israel telah menetapkan daerah Sabra, Shatila dan Fakhani, ketiganya pemukiman pengungsi Palestina sebagai daerah militer terlarang, tanpa menyehutkan alasannya. Sesudah evakuasi pejuang PLO yang terakhir berangkat 1 September silam, Beirut Barat yang semula diamankan oleh pasukan multinasional, kemudian diawasi oleh tentara Libanon. Ini sesuai dengan jamirlan Israel tatkala negosiasi dengan Philip Habib: bahwa tentara Israel tidak akan memasuki Beirut Barat. Jaminan itu pula yang membulatkan tekad Arafat ketika meninggalkan kota itu. Tapi seperti biasa Israel melanggar kata-katanya sendiri. Ketika upacara pemakaman Presiden terpilih Bashir Gemayel berlangsung dengan khidmat di sebuah gereja di Bikfaya, 20 km di timur Beirut, ledakan 'bom Israel kembali menggelegar, menggoyahkan sendi-sendi gencatan senjata. Rabu siang 15 September, pasukan tank dan kendaraan lapis baja Israel menyerbu ke Beirut Barat dari 3 jurusan selatan, tenggara dan timur. Gerak maju ini dibantu oleh penembakan peluru kendali dan roket ke beberapa sasaran tertentu di Beirut Barat, sementara kapal kapal Israel meroket wilayah pintai. Pasukan sukarela sayap kiri Libanon melakukan perlawanan kecil-kecilan, bisa jadi karena persenjataan mereka minim sekali: tinggal granat peluncur roket dan senapan mesin. Tanpa kesulitan berIrti Israel menduduki posisi-posisi penting di Beirut Barat, satu kelancangan yang sejak mula dikhawatirkan Arafat, Reagan dan banyak pihak.Tindakan itu menurut sebuah komunike Israel ùlilakukan "untuk mencegah terjadinya hal-hal yang serius." Tapi justru yang lebih serius terjadi, sebuah pembantaian dahsyat yang mungkin pada gilirannya kelak akan melahirkan pemimpin tipe Begin dan Ariel Sharon di kalangan Arab Palestina. Apakah terhadap kemungkinan seperti ini dunia masih akan tetap mengatakan "kami tidak tahu"? SEBELUM menemukan jawabannya, baiklah ditelusuri peristiwa demi peristiwa. Bermula dari tragedi Bashir Gemayel, Presiden terpilih Lihanon yang tewas bersama 26 tokoh senior Partai Phalangis akibat ledakan bom 200 kg di markas mereka di Beirut Timur. Peristiwa berdarah ini sampai kini masih terselubung kabut misteri. Terjadi Selasa 14 September, ledakan itu merupakan usaha pembunuhan ketiga atas diri Bashir Gemayel. Usaha pembunuhan pertama tahun 1970 dapat digagalkan. Yang kedua Februari 1979: Bashir lolos tapi putrinya yang berusia 18 bulan tewas seketika. Adapun pada hari Selasa yang naas itu, Gemayel yang semestinya dilantik sebagai presiden 23 September, sedang memimpin sidang tetap Partai Phalangis yang di Libanon terkenal juga dengan nama Kataeb. Sidang mengambil tempat di lantai bawah, namun bom yang mengandung 200 kg peledak bukan saja telah menewaskan sekian banyakorangtapi juga merobohkan gedung Partai yang bertingkat tiga. Memang, satu rencana pembunuhan yang luar biasa. Korban yang tewas sulit dikenali, kecuali lewat cincin kawin mereka. Tubuh Gemayel baru dapat digali hampir 7 jam sesudan ledakan. Menanggapi pembunuhan seperti ini, yang sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah kekerasan di Libanon, seorang profesor berkata, "Kematian Gemayel menenggelamkan separuh negeri ini dalam putus asa, separuhnya lagi dalam teror." PM Shafik Wazzan menuduh para pembunuh Gemayel sebagai komplotan penjahat yang menentang Libanon justru pada saat negeri ini berusaha menyatukan kekuatannya. Presiden AS Ronald Reagan mengutuk pembunuh Gemayel sebagai "pengecut yang melakukan kejahatan terhadap Libanon dan usaha perdamaian di Timur Tengah." PM Israel Begin mengetok kawat pada Pierre Gemayel, ayah Bashir, berbunyi, "putra anda adalah patriot besar dan pejuang berani untuk kemerdekaan dan kebebasan Libanon." Yasser Arafat mengutarakan reaksi juga. Waktu itu ia masih berada di Roma dalam rangka menghadiri sidang Interperlemen dan juga berembuk dengan Paus Johanes Paulus II (lihat Solideo dan PLO). Arafat langsung mempersalahkan AS dan Israel sehubungarl dengan kematian Gemayel. Ia mengatakan kekhawatiran bahwa itu akan dijadikan alasan untuk serangan Israel ke Beirut Barat. Memang benar itulah yang terjadi. Arafat mengulangi pendapat itu kemudian di Damaskus, tempat ia membahas nasib pengungsi Palestina di Sabra dan Sathila dengan pucuk pimpinan tertinggi PLO dan kemudian denan Presiden Suriah Hafez Assad. Lebih mengejutkan lagi karena Arafat jelas menuding AS sebagai dalang pembantaian itu. Berdasarkan keterangan para saksi mata agaknya tidak sulit benar menebak siapa pelaku pembantaian dan siapa pula dalangnya. Yang mungkin lebih sulit ialah menentukan pembunuh Bashir Gemayel meskipun bekas Presiden Libanon Camille Chamoun, 82 tahun, berkata, "Di Libanon siapa musuh siapa, jelas adanya. Di sini orang tidak perlu menjadi nabi untuk mengetahui lawan dan kawan." Namun ketika didesak, Chamoun segera berlalu dan tutup mulut. Musuh-musuh Bashir Gemayel memang tidak sedikit. Dan dalam daftar pembunuhnya adalah wajar bila tercantum nama-nama penting, mulai dari Mossad dinas rahasia Israel, intel Suriah, para fanatik Muslim, gerilyawan Palestina sampai pada sesama kaum Nasrani seperti keluarga (bekas) Presiden Suleiman Franjieh dan keluarga (bekas) Presiden Camille Chamoun. Gemayel pernah dituduh sebagai boneka Israel--antara lain sejak kunjungannya pertama kali ke Israel tahun 1978. Tapi ternyata pula kemudian-sesudah invasi Israel ke Libanon-- Gemayel yang terpilih sebagai presiden diberitakan tidak bersedia "ditekan" oleh PM Menachem Begin untuk segera meneken perjanjian dengan Israel. Dalam wawancara Time, Gemayel mengatakan bahwa Libanon akan tetap jadi bagian dari masyarakat dan Liga Arab. Ia punya harapan akan terbentuknya sebuah Tentara Libanon yang tunggal sebagai jaminan untuk keamanan negeri itu dan kawasan di sekitarnya. Di situ ia menandaskan semua pasukan sukarela harus bubar, termasuk pasukan Phalangis. Sesudah itu tercapai dan sesudah semua pasukan asing, termasuk Israel, keluar dari bumi Libanon, saat itu barulah Gemayel bersedia bicara tentang perJanlan damai. Kekerasan hati dan keteguhan sikap, Presiden terpilih itu tercermin langsung dalam wawancara itu. Ia terlalu cepat membuka kartunya, satu sikap yang dipandang berbahaya, mungkin di mata Begin, Sharon, atau musuh-musuh lain yang berusaha menciptakan peluang baru. Dan pada hari Selasa naas di markas Phalangis itu peluang baru tercipta dalam bentuk ledakan bom seberat 200 kg. Ketika seluruh penduduk Libanon masih terhenyak dalam dukacita atas kematian Gemayel, pasukan Israel segera menangkap peluang itu dengan penyerbuan Beirut Barat. Ada 2 hal yang perlu dicatat sehubungan dengan pembunuhan Gemayel dan penyerangan Israel. Pertama, ketidakpuasan Begin atas evakuasi PLO. PM Israel itu menuduh pasukan multinasional bekerja tidak hati-hati, hingga ia yakin sekitar 1.000-2.000 "teroris" PLO masih berkeliaran di Beirut Barat. Meskipun jumlah itu tidak ada artinya dibandingkan 70.000 tentara Israel yang memagar Libanon kini, namun dalam jangkauan pikiran yang rada pendek, Begin bersikeras PLO harus segera ludas tuntas dari Libanon. Kedua, dalam pertempuran puncak rahasia Begin-Gemayel di Nahariya (1 September), Begin mengusulkan sebuah perjanjian perdamaian tapi ditolak. Gemayel berpendapat proses itu bisa berjalan wajar, sementara ia condong memperhitungkan tekanan pasukan Suriah dan perbaikan hubungan dengan golongan Muslim di negerinya. Dipacu oleh kemarahan Begin yang sangat terhadap Presiden Ronald Reagan dengan prakarsa perdamaian AS, ditambah lagi oleh opini dunia yang semakin memojokkannya, Israel tanpa buang waktu membuka front baru. Sehari sebelum Gemayel terbunuh, Israel melancarkan serangan udara terhadap posisi Suriah di timur Libanon. Ini dikatakannya sebagai balasan atas serangan Suriah dan PLA yang terjadi sampai 98 kali di Lembah Bekaa, menewaskan 12 tentara Israel, melukai 20 dan menciduk 9 prajuritnya. Keesokan harinya, 55 tank Israel melaju ke aris gencatan senjata yang memisahkan posisi pasukan Israel dan Suriah di Lembah Bekaa. Duta perdmaian AS yang baru Morris Drapel tagesa meninggalkan Washington ke Timur Tengah untuk mencari jalan keluar y ng pantas bagi pengunduran pasukan Suriah dan Israel dari bumi Libanon. Hal ini tidaklah mudah, karena pasuhn Suriah yang dulu diundang masuk ke Libanon sebagai penyangga perdamaian negeri itu, tidak mau kehilangan .muka kalau sampai harus angkat kaki lebih dulu. Diperkirakan oleh sumber militer Israel, Suriah menempatkan 30.000 tentaranya berikut 1.200 tank, puluhan ribu senjata ringan, ribuan ton amunisi, 1.181 senjata antitank, 202 mortir, 76 artileri dan 161 senjata penangkis serangan udara di Lembah Bekaa. Di samping itu masih 10.000 pasukah Suriah dengan 300 tank berjagajaga sepanjang perbatasan Libanon. Menurut peabat pers Gedung Putih Larry Speakes, 2 hal yang akan dibahas Draper dalam lawatannya. Yaitu: peredaan ketegangan dan berusaha memperkuat kedaulaun pemerintah Libanon. "Tapi bentrokan yang terjadi telah merusak proses perdamaian itu," katanya. SEKARANG ini, tewasnya Gemael dan pembantaian di Sabra dan Shatila boleh dikatakan telah merusak banyak hal. Namun paling rusak dari semua adalah citra Begin di mata dunia. Tatkala DK PBB hari Ahad mengecarn pembantaian, Israel secara resmi juga mengutuk perbuatan itu dan tanpa merasa berdosa menyatakan bahwa pasukannya justru telah mencegah pasukan Phalangis agar tidak membunuh pengungsi lebih banyak. Pernyataan ini secara implisit mengakui kesaksian Israel akan pembantaian yang dilakukan Phalangis. Masalahnya kini, sampai sejauh mana anak-anak Ariel Sharon terlibat, sampai sehitam apa dosa mereka. Kira-kira sama dengan holocaust di Auschwitz dan Treblinka? Ketika pasukn Israel sibuk menge bom sasaran mereka di Beirut Barat, pasukan Phalangis pada hari Jumat menutup jalan masuk ke kamp pengungsi Sabra dan Shatila. Tindakan ini disaksikan diam-diam oleh pasukan Israel yang mendekam di posisi ketinggian di atas tank dan kendaraan angkut personil mereka. Keterangan yang dapat dikumpulkan dari para wartawan, dokter dan diplomat sampai pada kesimpulan bahwa pasukan Israel berada di dekat kamp pengungsi Palestina itu ketika pembantaian terjadi. Mereka juga terlihat berbincang-bincang dengan pasukan Phalangis pagi keesokan harinya di pintu masuk kamp itu. Keterlibatan Israel terbukti dari jejak konvoi truk yang jelas lnembekas nlenunjukkan gerakan melalui pos israel menuju ke Shatila. Dua pegawai rumah sakit Gaza berkebangsaan Inggris menceritakan bagaimana seorang kolonel Israel menyelamatkan mereka dari cengkeraman Phalangis, sedangkan 300400 orang Palestina dibiarkan saja tanpa ketahuan nasib mereka. Para saksi mata yang lain, terutama penduduk sekitar Sabra dan Shatila, menyatakan melihat orang Phalangis dan anak buah Mayor Saad Hadad, seorang desersi tentara Libanon yang menjadi boneka Israel di Libanon Selatan, berkeliaran di situ pada saat pembantaian terjadi. Puncak dari semua itu adalah keterangan seorang anggota keluarga Gemayel pada seorang diplomat AS di Beirut. Tanpa alasan jelas, anggota ini mengakui bahwa pasukan Phalangis memang berada di Sabra dan Shatila pada saat yang mengerikan itu. Sebegitu jauh sumber Phalangis, begitu pula Saad Hadad, membantah bahwa mereka terlibat. Di Washington, Presiden Reagan Ahad malam bersidang 75 menit dengan Wapres George Bush, Menlu Shultz, Menhan Caspar Weinberger, dubes AS di PBB Jeanne Kirkpatrick dan Clark. Pertemuan itu membahas peristiwa pembantaian Sabra-Shatila, mempertimbangkan pengiriman pasukan AS ke Beirut sebagai bagian dari pasukan perdamaian yang baru. Memang belum tercapai satu kcputusan tapi gagasan terakhir secara serius dipertimbangkan, untuk mencegah terjadinya pembantaian kembali. Sebelum ini PM Libanon Shafik Wazzan telah menghimbau tentara AS, Prancis dan Italia -- yang bertugas sebagai pasukan multinasional saat evakuasi PLO--agar ditugaskan kembali ke Libanon. Berita yang agak di luar dugaan menyatakan Prancis dan Italia bersedia mengirimkan tentaranya kembali dengan syarat AS tidak mengirimkan tentaranya sama sekali. Sementara itu mulai Senin, para menlu Liga Arab bersidang di Tunisia, khusus membicarakan Sabra-Shatila. Israel sendiri mengalami guncangan agak keras. Sehubungan dengan pembantaian itu, terjadi aksi demonstrasi yang rada panas di perbatasan utara Tel Aviv dan Yerusalem, dekat kediaman PM Begin, hingga pihak polisi terpaksa menggunakan gas air mata. Demo ini menentang cara penanganan keamanan di Beirut. Simon Perez, ketua Partai Buruh Israel menyerukan agar Begin dan Sharon meletakkan jabatan, karena: mereka telah mengirimkan pasukan ke Beirut Barat dan mengizinkan orang Phalangis memasuki kamp pengungsi Palestina. Dan Presiden Israel sempat memanggil Begin untuk menjelaskan segala sesuatu tentang peristiwa yang sama. Sebagai protes, Mesir menarik duu besarnya dari Israel. Menurut kantor berita resmi di Kairo, keputusan itu diambil karena Israel melanggar gencatan senjata dan terlibat dalam pembantaian. Sementara itu krisis kepemimpinan Libanon mungkin bisa segera teratasi karena Amin Gemayel, 40 tahun, bersedia menggantikan adiknya yang terbunuh. Parlemen Libanon bersidang hari Selasa pekan ini khusus untuk memilih Presiden baru. Ketika masyarakat Yahudi Amerika belakangan ini mulai meragukan kepemimpinan Begin, kaum Yahudi di Paris dan Brussel menjadi sasaran teror. Jumat pekan silam sebuah bom meledak di sebuah mobil. Seorang diplomat Israel terluka berat, 45 anak sekolah di dekatnya cedera. Di luar sebuah sinagog (rumah ibadat Yahudi) di Brussel, seorang bersenjata melukai empat orang dengan tembakan membabi-buta. Dan sebelum terjadi "teror" yang lebih berbahaya, tentara Israel sudah ditarik keluar dari Beirut awal pekan ini. Presiden Leonid Brezhnev sebelumnya sudah juga mengusulkan tindakan yang sama, sedangkan dunia umumnya masih menantikan sikap tegas Presiden Reagan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus