Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Memilih kawula muda

Hasil pemilu tingkat daerah memperkuat pemerintahan Presiden Corazon Aquino. Tercatat lebih dari 100 orang tewas akibat kekacauan di antara pendukung kontestan. Menhan Rafael Ileto mundur.

30 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIHAN umum tingkat daerah baru lewat, Senin pekan lalu. Kubu Presiden Corazon Aquino mencatat kemenangan di pelbagai provinsi, tapi kalah di Kota Metropolitan Manila. Dalam pemilihan anggota Senat dan DPRD, Mei 1987, orang-orang Cory yang hampir menang mutlak, kali ini tidak. Iparnya, Mila Aquino-Albert kalah telak di Quezon City, Manila, sedang sepupunya, Victor Sumulong, tidak terpilih sebagai gubernur Provinsi Rizal. Hasil pemilu tingkat daerah langsung menentukan seberapa jauh kebijaksanaan tingkat pusat bisa diterapkan di lapisan bawah. Wajar kalau pemilu ini rusuh dan berlumur darah. Pemilu sekarang adalah yang ke-4, yang diselenggarakan Cory dalam masa 23 bulan ia berkuasa. Sekitar 15.000 kontestan ikut dalam pemilu, memperebutkan 16.454 jabatan -- terutama gubernur dan wali kota -- di 73 provinsi, 60 wilayah kota besar, dan 1.602 kota. Seperti dulu, korban toh berjatuhan, walaupun angkatan bersenjata disiapkan dalam siaga penuh. Tercatat lebih dari 100 korban jiwa, di antaranya 40 kontestan. Di samping itu, 45 kontestan luka parah, 23 lainnya diculik. Seorang kontestan ditahan karena menembak petugas pemilu. Komunis, khususnya sayap militer NPA (New People's Army) yang memiliki sejumlah divisi seperti The Sparro Unit, dituduh berada di balik pengacauan. NPA memang mengaku membuat kekacauan, terutama di sekitar Manila. Namun, belum ada data yang menunjukkan secara pasti bahwa operasi merekalah yang mendominasi kekacauan pemilu. Di banyak daerah, perkelahian yang menelan korban jiwa terjadi di antara pendukung kontestan. Di Paranaque, pinggiran Manila, 50 truk dari Partai Liberal -- satu unsur dalam kekuatan koalisi Cory -- nyaris memancing kerusuhan. Massa baru bisa dihalau setelah polisi menurunkan satuan helikopter. Yang tidak kalah dramatisnya adalah pengunduran diri Menteri Pertahanan Rafael Ileto . Jenderal pensiunan itu berbeda pendapat dengan Cory dan Kepala Staf AB, Jenderal Fidel Ramos. Salah satu yang pokok adalah strategi menghadapi komunis. Ileto cemas, jangan-jangan komunis membikin kacau, bahkan menggagalkan pemilu seperti yang terjadi tahun 1971. Ileto, yang berhasil memerangi komunis di tahun 1950, menghendaki agar divisi-divisi militer di daerah mendapat hak komando lebih banyak. Ia, berpendapat bahwa satuan-satuan militer adalah ujung tombak menghadapi pemberontak di pedalaman, karena di situlah pusat perlawanan komunis. Ramos, yang berasal dari kesatuan polisi Constabulary, mengatakan bahwa pemberontakan komunis adalah masalah keamanan dalam negeri yang menjadi beban polisi. Strategi perlawanannya, yang dijiwai kebiaksanaan politik, harus diatur dari pusat. Pada pandangannya, komunis tidak mesti dihajar dengan kekuatan militer. Dan Cory menyetujui prinsip ini. "Saya tak pernah sungguh-sungguh didengarkan dan diperlukan," ujar Ileto terus-terang, setelah mengajukan surat pengunduran diri, yang bertanggal 14 Januari. Dalam upacara serah-terima akhir pekan lalu, Cory menganugerahkan bintang jasa Filipina tertinggi The Legion of Honour kepada Ileto, lalu mengukuhkan Jenderal Fidel Ramos sebagai penggantinya. Dan Letjen. Renato de Villa menggantikan Ramos sebagai kastaf AFP (Angkatan Bersenjata Filipina). Sepeninggal Ileto, perpecahan diduga akan terjadi dalam tubuh AFP. Berapa jam sebelum upacara serah-terima, Jumat tengah malam konvoi satuan pengaman yang baru saja mengantarkan Ileto ke kediamannya di Quezon City diserang penembak-penembak gelap. Beberapa mobil bolong-bolong dihajar senjata otomatis, sementara seorang pengemudi terluka. Belum jelas siapa pelakunya. Reaksi Ileto cukup dingin. "Bukan saya sasaran penembakan itu," katanya. Ancaman komunis tak membuat rakyat memilih calon dari kelompok ekstrem kanan. Partai bekas Menhan ruan Ponce Enrile, yang dikenal sangat antikomunis, tak banyak mendapat suara. Kubu Cory sementara ini masih unggul. Dua partai dalam koalisi itu yang terhitung paling menonjol adalah Partai Liberal dan Partai Demokratik Filipina. Kolomnis kenamaan Luis D. Beltran dari harian The Philippine Star berpendapat pemilu yang baru saja lewat itu penting, karena ia menandai berakhirnya kekuasaan oligarki yang dilindungi militer. Hasil penghitungan suara sementara menunjukkan, puluhan kontestan dari keluarga kaya yang sejak dulu berkuasa gagal mengumpulkan suara. Di daerah bekas Presiden Marcos, Provinsi Ilocos Norte, kerabat Marcos tak mendapat suara. Pilihan dialihkan kepada loyalis Marcos yang muda-muda. Rodolfo Farinas terpilih jadi gubernur Ilocos Norte, sedang Letkol. Rolando Abadilla, yang terlibat kudeta dan kini masih berada di penjara, terpilih sebagai wakil gubernur. Cory, yang diisukan sibuk membangun dinasti politik, tampak tidak lagi sepopuler dulu. Mungkin karena itu ia mengulang janji akan membagi-bagikan tanah miliknya, demi land refortn. Cory juga menharapkan, "Kontestan yang terpilih hendaknya bisa menyuarakan aspirasi rakyat, dan mereka yang dikendalikan kekuatan-kekuatan lain biarlah tersisih." Jim Supangkat (Jakarta), Tito G. Cruz (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus