Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan presiden terpilih AS, Donald Trump yang mengatakan ingin menjadikan Greenland bagian dari Amerika Serikat menuai sejumlah kontroversi. Dia mengatakan tak menutup kemungkinan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk membuat Denmark menyerahkan pulau yang kaya mineral dan penting secara strategis itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Greenland adalah tempat yang luar biasa, dan masyarakat akan memperoleh manfaat yang luar biasa jika, ketika tempat ini menjadi bagian dari negara kita,"ujar Trump dalam sebuah unggahan Truth Social pada Senin, 6 Januari 2025 yang dilansir dari Reuters.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini adalah kesepakatan yang harus terjadi," kata Trump. Pada Selasa lalu putranya, Donald Trump Jr., melakukan kunjungan pribadi ke Greenland.
Trump pertama kali menyatakan minatnya untuk membeli pulau tersebut dari Denmark pada 2019. Namun keingin Trump membeli pulau yang sebagian besar tertutup es dengan penduduk hanya 57.000 orang itu ditolak oleh Denmark.
Greenland adalah Pulau Strategis
Dilansir dari Atlantic Council, Greenland penting secara strategis karena beberapa alasan. Pertama, memiliki kekayaan mineral, gas alam, dan minyak. Menurut Komisi Eropa, 25 dari 34 bahan baku penting bagi masa depan Eropa ditemukan di Greenland, termasuk yang digunakan untuk membuat baterai, turbin angin, dan kendaraan listrik.
Greenland telah melarang ekstraksi minyak dan gas alam karena alasan lingkungan. Pengembangan sektor pertambangannya telah terhambat oleh birokrasi dan mendapat tentangan dari penduduk asli.
Hal ini membuat perekonomian Greenland bergantung pada perikanan, yang mencakup lebih dari 95 persen ekspor dan subsidi tahunan dari Denmark, yang mencakup sekitar setengah dari anggaran publik. Secara total, Denmark menghabiskan kurang dari US$ 1 miliar setiap tahun di Greenland.
Lokasinya yang strategis membuat militer AS mempertahankan kehadiran permanen di pangkalan udara Pituffik di barat laut Greenland. Amerika Serikat telah menyatakan minatnya untuk memperluas kehadiran militernya, termasuk menempatkan radar di sana untuk memantau perairan antara pulau tersebut, Islandia, dan Inggris, yang merupakan pintu gerbang bagi kapal angkatan laut Rusia dan kapal selam nuklir.
Bagian dari Benua Amerika Utara, Namun Masuk Wilayah Denmark
Greenland secara geografis merupakan bagian dari benua Amerika Utara. Pulau ini sangat penting bagi Amerika Serikat untuk mencegah kekuatan besar lainnya membangun pijakan di pulau tersebut, menurut Ulrik Pram Gad, peneliti senior dan pakar Greenland di Institut Studi Internasional Denmark.
Pulau dengan ibu kota Nuuk ini lebih dekat ke New York daripada ibu kota Denmark, Kopenhagen. Greenland telah menjadi bagian dari Denmark selama lebih dari 600 tahun. Kini Greenland mengendalikan sebagian besar urusan dalam negerinya sendiri sebagai wilayah semi-berdaulat di bawah kerajaan Denmark.
Wilayah ini menjadi wilayah resmi Denmark pada tahun 1953 dan tunduk pada konstitusi Denmark, yang berarti setiap perubahan pada status hukumnya akan memerlukan amandemen konstitusional. Pada 2009, pulau itu diberikan otonomi pemerintahan sendiri yang luas, termasuk hak untuk mendeklarasikan kemerdekaan dari Denmark melalui referendum.
Perdana Menteri Greenland Mute Egede, telah berulang kali mengatakan bahwa pulau itu tidak untuk dijual dan terserah kepada rakyatnya untuk menentukan masa depan mereka. Egede mengadakan pembicaraan di Kopenhagen pada hari Rabu dengan Raja Frederik yang kemungkinan akan didominasi oleh pernyataan terbaru Trump.
Pada 2019, Greenland dan Denmark menolak tawaran Trump untuk membeli pulau tersebut. Ketika Greenland masih menjadi koloni, AS di bawah Presiden Harry Truman berusaha membeli pulau itu sebagai aset strategis selama Perang Dingin seharga US$ 100 juta dalam bentuk emas, tetapi Kopenhagen menolak untuk menjualnya.
Denmark Mengisyaratkan Greenland Bisa Merdeka
Menteri Luar Negeri Denmark Lars Lokke Rasmussen mengatakan Greenland mungkin akan merdeka jika penduduknya menginginkannya. Namun Greenland tak mungkin menjadi negara bagian AS.
"Kami sepenuhnya menyadari bahwa Greenland memiliki ambisinya sendiri. Jika ambisi itu terwujud, Greenland akan merdeka, meskipun tidak berambisi menjadi negara federal di Amerika Serikat," kata Rasmussen.
Ia mengatakan kepada wartawan bahwa meningkatnya kekhawatiran keamanan Amerika Serikat di Kutub Utara adalah sah adanya, menyusul meningkatnya aktivitas Rusia dan Cina di wilayah tersebut. "Saya tidak berpikir bahwa kita sedang dalam krisis kebijakan luar negeri," katanya. "Kami terbuka untuk berdialog dengan Amerika tentang bagaimana kita dapat bekerja sama lebih erat daripada yang telah kita lakukan untuk memastikan bahwa ambisi Amerika terpenuhi."
Menteri luar negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, mengatakan Eropa tidak akan membiarkan negara lain menyerang perbatasan kedaulatannya, meskipun ia tidak yakin AS akan menginvasi. Kanselir Jerman Olaf Scholz menyatakan keterkejutannya atas komentar Trump tentang Greenland dan Kanada. Ia menggarisbawahi bahwa mitra Eropa dengan suara bulat mendukung Greenland dan perbatasannya tidak bisa diganggu gugat.
Jika Greenland merdeka, ia dapat memilih untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Namun, Aaja Chemnitz, anggota parlemen Denmark dari Greenland, mengatakan gagasan pengambilalihan AS harus ditolak dengan tegas. "Saya tidak ingin menjadi pion dalam mimpi Trump untuk memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup negara kita," tulisnya seperti dikutip dari Reuters.