KUNJUNGAN ke RRC adalah sebuah kunjungan mendebarkan. Bukan karena kita tak tahu pasti kapan bisa dapat tempat di kapal terbang buat berangkat pulang. Bukan karena polisi rahasia dan Pengawal Merah memata-matai gerak-gerik kita. Mereka sudah lama lenyap. Tapi karena negeri tua dan besar ini berada di tengah perubahan besar. Di Beijing, ibu kota negeri sosialis terbesar di dunia, tak nampak lagi lambang palu arit atau papan dengan slogan komunis yang menggelegar. Di tiap sudut jalanan yang kelihatan sekarang adalah papan iklan Coca-Cola, Marlboro, Sony, Toshiba, dan puluhan produk perusahaan multinasional negeri kapitalis. Dan satu-satunya gambar Mao Zedong yang kelihatan adalah yang terpampang d podium lapangan Tian'anmen, di seberang mausoleum, tempat jenazah Mao disimpan. Di jalan Wangfujing, dan Jiangoumen Avenue, di pusat Beijing, pembangunan gedung-gedung bertingkat terus menderu. Beijing kini punya sekitar selusin hotel bertaraf internasional, tapi ini belum cukup untuk menampung turis dan pengusaha yang terus membanjir. Waktu sepuluh tahun sejak Deng Xiaoping melakukan reformasi telah cukup mengubah wajah RRC. Para petani mungkin merupakan golongan yang paling berterima kasih terhadap sistem mekanisme pasar yang diperkenalkan Deng. Karena sistem inilah mereka menjadi golongan yang paling cepat kaya di RRC. Dari pedalaman RRC mereka membanjiri Beijing sebagai turis domestik. Mereka membentuk antrean panjang di Istana "Forbidden City", tempat bermain Pu Yi, kaisar terakhir mereka. Para petani ini juga memenuhi pesawat Boeing "Air China" di mana-mana, yang bisa mempersulit perjalanan Anda di RRC bila Anda tidak pesan tempat jauh sebelumnya. Anda bisa mentoleransi pertumbuhan produksi 10% atau 15%, tapi apabila di beberapa provinsi pertumbuhan industri mencapai 40%, bahkan 50%, tentu ada sesuatu yang tak beres. Yang jelas, bahan mentah, energi, dan pengangkutan yang selama ini diabaikan mengalami tekanan-tekanan berat. Dalam percakapan saya dengan Wakil Gubernur Fujian, You Dexin, dia terus terang mengungkapkan bahwa provinsinya masih kekurangan karet, kulit sepatu, pupuk, semen, baja, dan aluminium. "Apabila negeri Anda punya kelebihan barang-barang ini, kami tak keberatan membelinya," katanya. You bahkan mengungkapkan, untuk mengejar ketinggalan provinsinya, dia sudah membuka pintu buat modal dari Taiwan. Di Fujian, provinsi yang cuma berseberangan pantai dengan Taiwan, kini sudah berdiri 60 industri Taiwan dengan modal 100 juta dolar. Perang antarprovinsi dalam bentuk sogok-menyogok pimpinan industri yang kebetulan mempunyai bahan mentah yang diperlukan memang sudah terjadi. Kelangkaan mengakibatkan naiknya harga secara gila-gilaan. Tingkat inflasi mencapai rekor 40%, dan dalam keadaan ini, orang tak punya kepercayaan lagi pada mata uang, dan langsung membelanjakan apa saja yang bisa dibelinya. Ini melecut inflasi lebih lanjut. Lompatan besar itu, betapapun, mengandung suatu unsur gambling. Tapi kalau saja diingat bahwa judi merupakan hal yang tak pernah jauh dari sifat orang Cina, perombakan radikal yang dilakukan Deng memang bisa dimengerti. Bagi RRC, visi reformasinya jelas: sebuah negeri modern dan kuat di bidang ekonomi di akhir abad ini. Tak pernah dicetuskan terang-terangan, tapi ambisi mereka jelas: ingin mengalahkan Korea Selatan dan Jepang di tahun 2000. Empat tahun lalu, mahasiswa RRC yang belajar di perguruan tinggi di Amerika baru 10.Q00. Sekarang jumlah mereka sudah melambung menjadi 60.000. Sembilan tahun lagi RRC akan memperoleh Hong Kong dari Inggris. Dan penyatuan kembali dengan Taiwan hanya soal waktu. Nah, Anda bisa membuat sebuah skenario bergabungnya tiga kekuatan: teknologi dan sains RRC, kekuatan marketing Taiwan, dan otot modal Hong Kong. Dan sebuah macan baru pun akan lahir. Ini akan mereka lakukan sekalipun secara ideologis mereka harus bergerak ke sebuah ekstrem lain. Kapitalisme yang selama ini dianggap jahat sudah mempunyai wajah lain di RRC. Menulis tentang kebajikan sistem kapitalisme bukan barang haram lagi bagi media massa. Modus yang mereka berikan adalah perlunya "mengerti kembali kapitalisme kontemporer". Yang agak mengejutkan adalah pendirian Wang Yihou, editor harian World Economic Herald terbitan Shanghai, yang menulis: "Pada dasarnya ikhtiar memahami kembali kapitalisme adalah juga ikhtiar untuk pembaruan dan kemajuan Cina." Ini hanya sekadar contoh bagaimana pers RRC sudah hidup dan menggairahkan buat dibaca. Isinya faktual, bebas propaganda partai. "Di pabrik kami ada organisasi buruh," kata Xia Wenghua, seorang ekonom dan direktur sebuah pabrik tekstil di Fuzhou kepada saya, "tapi mereka tak ada urusan dengan partai." "Segala hal yang menyangkut kesejahteraan buruh kami putuskan sendiri tanpa konsultasi dengan mereka." Ini tentu saja sebuah revolusi, dalam skala tersendiri, sekalipun masih merupakan bagian revolusi Deng Xiaoping yang belum selesai. Sebuah revolusi yang telah menciptakan pers yang bebas, dengan propaganda minim dan bebas mengkritik. Sebuah revolusi yang menanggalkan sistem perencanaan ekonomi yang sentralistis. Sebuah revolusi yang memotong penguasaan partai atas birokrasi, pemerintah daerah, dan perusahaan negara. Sebuah revolusi yang membuka pintu untuk modal dari negeri kapitalis. Dengan revolusinya itu, Deng menciptakan sebuah pertanyaan yang kini belum terjawab: masih relevankah sebuah partai komunis di RRC ? Sejarah RRC memang tak sepi dari revolusi dan pergolakan yang kejam. Revolusi Kebudayaan 22 tahun lalu menurut para pengamat, mengakibatkan RRC mundur beberapa tahun. Dan pergolakan lain bukan tidak mungkin masih akan menghadang. Untuk apa? Pertanyaan yang agaknya bisa dimengerti dari sebuah pepatah mereka: "Kalau tenang dan damai yang Anda temui di bumi, bersiaplah mengalami pergolakan di surga."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini