Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menunggu jawaban israel

Upaya presiden libanon elias hrawi menyatukan ne- gerinya, sedikitnya membawa hasil. ribuan gerilya- wan palestina dilucuti. ia mencoba menekan as agar israel keluar dari beirut barat.

13 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah PLO, Presiden Hrawi dalam upaya menyatukan negerinya harus berhadapan dengan Israel. MEREKA memasang sekuntum mawar putih di ujung senapan masing-masing. Para gerilyawan Palestina yang berpangkalan di sekitar Sidon, Libanon Selatan, itu yakin, tentara pemerintah Libanon tak bakal menyerang. "Tak sedetik pun saya membayangkan tentara Libanon akan membasahi tangannya dengan darah pejuang Palestina," kata Kepala Perwakilan Palestina di Libanon, Zeid Wehbeh, yang dikutip Reuters. Tapi, serbuan tak bisa disetop dengan keyakinan atau mawar putih. Selasa pekan lalu, pertempuran tak terelakkan lagi. Setelah delapan bulan yang tenang, mortir dan roket berhamburan lagi mengoyak bumi Libanon. Presiden Libanon, Elias Hrawi, memang tak punya pilihan lain. Negerinya sudah 16 tahun terkoyak-koyak perang saudara. Sekarang, dengan dukungan Suriah, ia punya kesempatan untuk mengukuhkan kedaulatan. Hrawi memulainya dengan membersihkan Beirut dari kelompok gerilyawan yang bermusuhan, Desember lalu. Gebrakan ini berjalan mulus. Sampai akhir Mei lalu tak satu pun tembakan meletus. Kelompok-kelompok milisi yang belasan macam itu tunduk. Sebagian besar karena pimpinannya mau bergabung ke pemerintah pusat dengan iming -iming kursi di kabinet. Tak kurang dari 20 ribu anggota milisi, yang dahulu bertempur, sekarang direkrut dan digaji pemerintah. Langkah besar ini mulai terantuk di Libanon Selatan. Daerah ini adalah basis sekitar enam ribu gerilyawan Palestina yang bersenjata lengkap. Para gerilyawan itu bersedia menyerahkan senjata mereka asal 300 ribu orang Palestina yang tinggal di Libanon diberi hak sipil, sosial, dan politik. Sampai di sini penyelesaian damai macet. Dari percakapan radio yang tersadap keluar, diketahui pemerintah Libanon membuang kemungkinan kompromi. Akhirnya, seperti sudah disebutkan, pertempuran pun pecah. Pasukan Libanon berkekuatan 10 ribu orang, dengan senjata lebih lengkap, tak menemui banyak kesulitan. Gerilyawan dibuat kocar-kacir, sampai mereka harus melarikan diri masuk ke kamp pengungsi Palestina Miyeh-Miyeh dan Ain Al Hilweh. Tentara Libanon memang tak menyerbu masuk, tapi kamp itu dibombardir habis. Setelah empat hari bertahan dan jatuh korban 73 orang tewas, gerilyawan tak tahan lagi. Mereka menyerah. Habislah sudah kantung militer Palestina yang terakhir di Libanon. Dalam waktu 48 jam semua senjata harus terkumpul untuk diserahkan pada tentara, atau dibawa ke luar Libanon. Para gerilyawan juga harus pergi dari wilayah yang sudah menaungi mereka selama 22 tahun. Sebenarnya, Libanon adalah negeri yang paling banyak berkorban untuk gerakan kemerdekaan Palestina. Sejak 1969 para gerilyawan diberi keleluasaan bergerak dari negeri ini untuk menghantam Israel. Penduduk Libanon yang toleran sangat mafhum, posisi negeri mereka memang strategis untuk menjepit Israel dari arah Utara. Pengorbanan ini dari semula sudah menunjukkan tanda-tanda kurang sehat. Gerilyawan sering bentrok dengan tentara Libanon sendiri sekalipun sudah ada perjanjian Kairo, 1969, yang salah satu pasalnya mengatur agar para gerilyawan tak menembakkan senjata kecuali jika sudah berada di wilayah Israel. Rupanya, perjanjian tak cukup berwibawa. Bahkan, kemudian, 1975, gerilyawan Palestina bentrok dengan kelompok Kristen Falangis. Dengan gampang bentrokan itu menyulut perang saudara di negeri dengan berbagai faksi Islam dan Kristen ini. Juni 1982, kekuatan Palestina di Libanon mendapat pukulan telak. Israel, yang sejak 1969 sudah sering juga menyerang gerilyawan Palestina di Libanon Selatan, kali ini menyerbu sampai ke Beirut Barat, mengepung ribuan gerilyawan di sana. Gerilyawan Palestina baru bisa lolos setelah Amerika campur tangan menekan Israel. Dua belas ribu gerilyawan terpaksa hengkang, menyebar ke tujuh negara Arab, termasuk Irak dan Suriah. Markas besar pun terpaksa dipindah ke Tunis, Tunisia. Kekalahan Palestina di Libanon Selatan kali ini adalah buah pahit yang memang harus dipetik Arafat. Keputusannya berpihak pada Irak dalam Perang Teluk yang lalu membuat tak satu negara pun mengulurkan bantuan, dan kutukan atas penyerbuan itu, meskipun Arafat sudah berteriak-teriak minta bantuan dari markas besarnya di Tunis. Kini langkah Presiden Hrawi untuk menyatukan Libanon sampai di titik menentukan. Israel, setelah menyerbu Beirut Barat pada 1982, tetap tinggal di sejumlah wilayah Libanon. Pada 1985, Israel menarik pasukannya, kecuali dari Jezzine dan wilayah selebar 15 km di perbatasan. Alasannya, untuk mengawasi infiltrasi gerilyawan Palestina. Inilah wilayah yang oleh Israel disebut "zone pengaman". Di sana Israel juga punya sekutu, milisi yang menamakan diri Ang- katan Bersenjata Libanon Selatan. Sekarang, setelah PLO tak lagi jadi ancaman Israel dari wilayah Libanon Selatan, Presiden Hrawi menempuh jalan diplomatik, mencoba menekan Amerika agar memaksa Israel keluar dari sana. Tampaknya, inilah saat-saat menentukan. Bila Israel menarik diri -- batas waktunya September nanti -- tak ada persoalan. Namun, bila tidak, dengan berbagai alasan, bentrok senjata bisa berakibat panjang. Bahkan, itu bisa melibatkan banyak pihak, termasuk PLO yang tentunya tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus