Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menyeruak ke Kandang Lawan

Kandidat presiden John Kerry berusaha merebut wilayah selatan Amerika, yang selama ini menjadi kantong kubu Republik. Apa reaksi George W. Bush?

1 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suhu udara Kota Charleston, Negara Bagian South Carolina, Amerika Serikat, berada pada posisi 20 derajat Celsius, Kamis pekan lalu. Namun, kesejukan di alun-alun Francis Marion yang terletak di pusat kota itu tidak terasa dihantam debat terbuka para pekerja konstruksi yang sedang rehat makan siang. Mereka saling mengejek dan menjatuhkan sembari menonjolkan jagoannya. Debat terbuka kaum pekerja itu cermin riuhnya kampanye pendukung George Walker Bush dari Partai Republik dan calon Partai Demokrat, John Forbes Kerry.

Perdebatan pun kian panas. "Peduli amat Saddam Hussein diktator atau bukan. Mana senjata pemusnah yang dulu digembar-gemborkan Bush?" kata Robert Rockwood, pekerja konstruksi berumur 44 tahun. Menurut Rockwood, Bush tidak layak bertakhta di Gedung Putih lagi. "Dia tidak becus mengurusi resesi yang mencekik rakyatnya sendiri. Lebih baik dia pensiun," kata dia penuh semangat sampai isi roti lapis yang sedang dimakannya tercecer.

Paul Brown, pekerja lainnya, tidak kalah semangat melontarkan bantahan. "Memangnya Kerry lebih baik dari Bush?" ujarnya. Pria berusia 50 tahun itu justru mempertanyakan kredibilitas senator yang pernah mendapat bintang Purple Hearth itu. "Dia cuma bisa umbar janji, tapi apa bisa dipercaya? Setidaknya Bush sudah ketahuan punya pendirian dan moral yang lurus," ujar Brown menyergah. Debat terbuka cukup sengit itu adalah salah satu peristiwa yang sempat direkam koresponden Tempo menjelang pemilihan umum 2 November 2004.

Paul dan Robert adalah cermin sikap pemilih di AS. Namun, di Negara Bagian South Carolina, rekan Robert tidak banyak. Wilayah pinggir selatan Amerika itu sejak dulu dikenal pendukung berat kubu merah, warna Partai Republik. Saat Bill Clinton, calon Demokrat, memenangi Pemilu 1996, di wilayah ini Bob Doyle, calon Republik, justru unggul 5,83 persen. Partai Demokrat menang di wilayah itu ketika Jimmy Carter menjadi kandidatnya, tahun 1976 silam. Artinya, selama empat puluh tahun daerah itu belum pernah berwarna biru (warna Partai Demokrat).

Usaha kubu Demokrat merebut wilayah selatan Amerika yang dijuluki sebagai Bible Belt (Jalur Injil) itu cukup serius. Salah satu strategi Kerry "membirukan" wilayah tempat banyak berdiri gereja itu adalah dengan menggandeng John Edwards, senator asal North Carolina, menjadi kandidat wakil presidennya. Menurut William Moore, pengamat politik asal College of Charleston, Edwards, yang berasal dari kelas pekerja, memang punya nilai tambah untuk meraup suara dari wilayah merah itu. Namun, William tidak yakin tambahan itu signifikan. "Edwards sudah telanjur dicap sebagai liberal," katanya kepada Tempo.

Menurut juru bicara Partai Demokrat, Wyath Ruthven, pihaknya telah mempersiapkan 2.000 relawan di South Carolina yang akan ditugasi berkampanye dari pintu ke pintu dan melalui telepon. "Kami memperkirakan ada 300 ribu pemilih Partai Demokrat akan memberikan suaranya untuk Kerry," kata Ruthven.

Keseriusan kubu Demokrat menggarap wilayah selatan terlihat dari jadwal kunjungan Kerry ke Negara Bagian Florida. Tercatat, sejak Maret lalu sudah 16 kali Kerry bertandang ke wilayah yang disebut The Sunshine State itu. Dalam dua pekan terakhir, pasangan Kerry-Edwards berkampanye di delapan kota di Florida. Penayangan iklan politik juga mereka geber di sejumlah media yang terbit di wilayah itu. Selama kurun 17-23 Oktober saja, lebih dari US$ 3,5 juta (sekitar Rp 34 miliar) digelontorkan untuk memasang pariwara itu.

Tentu saja kubu Republik tidak tinggal diam. Meski itu adalah "kandang" kubu Republikan, mereka tak mau berdiam diri. Sejak Maret lalu, Bush sudah mengunjungi Florida 14 kali. Biaya iklan yang mereka anggarkan juga tidak sedikit. Sekitar US$ 2,8 juta dihabiskan untuk pasang iklan guna "menjual" Bush melalui media lokal.

Florida memang layak diperebutkan. Negara bagian ini memiliki 27 electoral college (semacam kursi/suara), jauh lebih besar dibandingkan dengan wilayah Washington yang hanya mempunyai 11 electoral college. Jelas menggiurkan bagi kedua kubu. Di Florida, kubu Demokrat juga tidak terlalu minder dengan dominasi kubu Republik di wilayah selatan. Berbeda karakter dengan South Carolina, yang sangat religius dan konservatif, penduduk Florida sangat cair dan disesaki oleh kultur Amerika Latin. Maklum, aliran transmigrasi dari wilayah utara dan tengah dan imigrasi dari Amerika Latin deras mengalir ke wilayah itu. Komposisi itu jelas mengubah peta politik di tempat itu. Komunitas hispanik (keturunan Amerika Latin), misalnya, potensial sebagai pendukung kubu Demokrat.

Dilihat dari komposisi ras, 40 persen pemilih di selatan adalah orang kulit putih. Sedangkan masyarakat kulit hitam yang berhak memilih sekitar 30 persen, dan sisanya mengaku independen. Menurut Moore, berbeda dengan komunitas kulit putih, masyarakat kulit hitam di daerah selatan sebetulnya cenderung lebih menyukai Partai Demokrat. Sayangnya, tingkat partisipasi mereka dalam pemilu tidak terlalu besar. Mereka lebih sering absen dari bilik pemungutan suara ketimbang tetangga mereka yang berkulit putih.

Mayoritas kulit putih di wilayah itu berpandangan konservatif. Mereka menganggap Partai Demokrat sebagai partai yang kelewat liberal, baik secara moral, agama, sosial, maupun ekonomi. Demokrat, misalnya, dituding setuju dengan aborsi, perkawinan sejenis, dan sangat sekuler dalam agama serta dikenal sebagai kubu yang menentang ritual doa bersama di sekolah-sekolah negeri. Hal-hal tersebut tidak segaris dengan pandangan kebanyakan penduduk di sana. Toh, bukan berarti peluang kubu Kerry tertutup di wilayah itu.

Menurut Moore, wilayah selatan yang bisa direbut kubu Kerry adalah Florida. "Kalau Kerry kalah di Florida, langkahnya ke Gedung Putih akan berat," kata dia. Dalam sejarah pemilihan umum AS, belum pernah ada kandidat presiden yang menang tanpa meraih electoral college di negara bagian selatan AS itu.

Karena melihat peluang itulah maka tim kampanye Kerry-Edwards menggarap wilayah itu dengan menekankan isu domestik yang dianggap penting oleh penduduk Florida: resensi ekonomi. Isu itu sengaja dilontarkan mengingat hasil polling terakhir menunjukkan Kerry dipercaya mampu mengatasi resesi ekonomi. Mereka juga mempersoalkan biaya obat dan rumah sakit yang tinggi. Rencana kubu Bush melakukan privatisasi pengelolaan dana pensiun dipakai sebagai senjata kubu Demokrat untuk menghantam balik lawannya. Kerry justru meyakinkan pemilih di sana bahwa pihaknya tidak akan melakukan langkah itu dan akan menyediakan asuransi kesehatan jika menjadi presiden.

Apakah Kerry bisa mengubah tradisi yang sudah berumur 40 tahun dengan mengecat Bible Belt menjadi biru?

Johan Budi S.P. dan Wendi Ruky (Charleston, South Carolina) (Washington Post)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus