Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMERIKA SERIKAT
Salah Manusia dalam Serangan Kunduz
PENYELIDIKAN terhadap serangan udara Amerika Serikat di Afganistan yang menghancurkan rumah sakit yang dijalankan oleh Medecins Sans Frontieres (MSF) atau Dokter tanpa Batas telah rampung. Temuan pentingnya, seperti diungkapkan seorang komandan militer Amerika pada Rabu pekan lalu, adalah telah terjadi kesalahan manusia dalam serangan itu.
"Ini kesalahan tragis. Pasukan Amerika tak akan pernah secara sengaja menyerang sebuah rumah sakit atau fasilitas yang dilindungi lainnya," kata Jenderal Campbell, pemimpin pasukan internasional di Afganistan, dalam konferensi pers di Pentagon berkaitan dengan pengumuman hasil penyelidikan itu.
Campbell, seperti dilaporkan Reuters, menyebutkan sejumlah personel Amerika sudah diskors dan bisa dijatuhi hukuman disipliner dalam kasus itu. Kesalahan mereka, menurut dia, adalah mengabaikan aturan yang berlaku di medan perang.
Belum jelas benar apakah dengan pengakuan bersalah itu militer Amerika bisa memperbaiki citranya di Afganistan dan di kawasan lain. Serangan di Kunduz, wilayah utara Afganistan, itu terjadi pada 3 Oktober lalu. Sebanyak 30 orang tak bersalah, terdiri atas staf dan pasien rumah sakit, tewas.
Dalam pernyataannya, Direktur Jenderal MSF Christopher Stokes menyebutkan hasil penyelidikan itu menggambarkan "kelalaian parah" dari pasukan Amerika. "MSF mengulang seruannya untuk investigasi independen dan netral mengenai serangan terhadap rumah sakit kami di Kunduz," katanya.
MSF sejak awal secara terbuka sudah ragu kemungkinan serangan itu merupakan kesalahan. Melalui situsnya, pada 5 November lalu, lembaga ini memaparkan secara terinci hasil penyelidikannya sendiri. Salah satu yang ditunjukkan adalah bahwa lokasi rumah sakit itu sudah diberitahukan kepada Afganistan dan Taliban.
KOREA
Redakan Ketegangan, Dua Korea Bertemu
PARA pejabat dari Korea Selatan dan Korea Utara bertemu untuk memperbaiki hubungan yang sudah lama tak harmonis, terutama setelah kejadian pada Agustus lalu. Pertemuan berlangsung pada Kamis pekan lalu di Panmunjom, desa netral di wilayah demiliterisasi.
Ketegangan di antara kedua negara menguat pada Agustus lalu, ketika sebuah ledakan yang diduga sebagai ranjau di perbatasan melukai dua prajurit Korea Selatan. Korea Utara membantah telah menanam ranjau, tapi Korea Selatan lalu melancarkan siaran propaganda ke wilayah Korea Utara.
Perundingan kala itu—juga dilakukan di Panmunjom—mendorong kedua negara setuju meredakan situasi. Mereka bersedia menjaga diri dari kemungkinan terjadinya konfrontasi militer.
Menurut laporan wartawan BBC di Seoul, Stephen Evans, pembicaraan kali ini dipastikan tak bakal membuahkan hasil yang besar. Tapi, kata dia, pertemuan itu tetap penting karena dilakukan dalam suasana yang terus diliputi perasaan saling tidak percaya. Tak ada isu besar dalam agenda, tapi bagaimana supaya pertemuan bisa berlangsung terus-menerus, terutama di tingkat pejabat senior.
Sebenarnya kedua negara sempat menyetujui penyelenggaraan dialog tingkat tinggi yang pertama dalam enam tahun, yang sedianya dilakukan pada Juni 2013. Tapi, sehari menjelang forum itu berlangsung, Pyongyang membatalkannya.
RUSIA-TURKI
Sanksi Ekonomi bagi Turki
PRESIDEN Rusia Vladimir Putin mengungkapkan kemarahannya atas penembakan pesawat Sukhoi SU-24 oleh jet tempur F-16 Turki. Di sejumlah surat kabar Rusia, ia mengancam: penembakan itu akan berdampak panjang. "Vladimir Putin mengingatkan Erdogan tentang konsekuensinya," tulis sebuah surat kabar Rusia seperti dikutip BBC, Kamis pekan lalu.
Seorang politikus Rusia, Gennady Gudkov, menilai penembakan pesawat tempur itu bisa memicu perang. Namun Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membantah. "Kami tidak akan berperang melawan Turki," ujarnya.
Meski begitu, Kremlin telah memerintahkan pengetatan impor dari Turki, pengkajian ulang setiap proyek kerja sama dengan Turki, dan larangan sementara warga negaranya pelesiran ke negara itu. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Rusia Oleg Safonov, penerimaan Turki dari Rusia di bidang pariwisata mencapai US$ 10 miliar. "Jelas, Turki tak akan mendapatkan uang ini," ujarnya.
Adapun kerja sama perdagangan Rusia-Turki pada 2014 mencapai US$ 4 miliar. Hal ini ditunjang dengan impor buah, sayuran, dan kacang-kacangan dari Turki. Dmitry Peskov, juru bicara Presiden Vladimir Putin, mengatakan pembatasan memang dilakukan dengan berbagai alasan, termasuk ancaman teroris. Di Suriah, Rusia menempatkan peralatan antirudal S400 di sejumlah wilayah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo