Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BRASIL
Warga Tuntut Presiden Mundur
Ratusan ribu—bahkan ada yang menyebut satu juta—warga Brasil melakukan aksi turun ke jalan secara besar-besaran di Sao Paulo, Ahad pekan lalu, untuk menuntut Presiden Dilma Rousseff mengundurkan diri. Aksi ini muncul karena ketidakpuasan rakyat terhadap buruknya perekonomian dan skandal korupsi yang melibatkan perusahaan minyak negara, Petrobas.
Sao Paulo merupakan pusat ekonomi Negeri Samba sekaligus basis kekuatan kelompok oposisi bagi Rousseff. Tapi protes serupa berlangsung di kota besar lain, seperti Brasilia, Rio de Janeiro, dan Salvador de Bahia.
Melaporkan dari Sao Paulo, koresponden Al Jazeera Adam Raney menyebutkan secara keseluruhan pengunjuk rasa meneriakkan protes yang sama. Mereka menentang kebijakan ekonomi Presiden Rousseff dan partai berkuasa, Partai Pekerja.
Selain menuntut Rousseff mundur, pengunjuk rasa mendesak militer melakukan intervensi untuk mengakhiri kekuasaan Partai Pekerja, yang telah memerintah selama 12 tahun.
Puluhan tokoh politik, termasuk sekutu dekat Rousseff beserta mantan eksekutif Petrobas, saat ini dalam penyelidikan karena diduga mendapatkan gratifikasi dan melakukan pencucian uang dari hasil penjualan minyak senilai US$ 3,8 miliar. "Rakyat merasa dikhianati," kata Diogo Ortiz, warga yang menyebut skandal Petrobas sebagai aib nasional dan internasional.
Untuk menanggapi unjuk rasa itu, Presiden Rousseff mengutus Menteri Kehakiman Jose Eduardo Cardozo dan Jaksa Agung Rodrigo Janot memberikan keterangan kepada wartawan. Pemerintah Brasil berjanji mendengarkan tuntutan warga dan akan mengumumkan perubahan dalam beberapa hari mendatang untuk memerangi korupsi.
TUNISIA
Kelompok Bersenjata Serbu Turis
Sebanyak 20 orang tewas dalam satu serangan bersenjata di Museum Nasional Bordo, Tunis, pada Rabu pekan lalu. Mayoritas korban tewas adalah turis asing, termasuk satu polisi.
"Mereka yang tewas adalah 17 turis asing dari Jepang, Italia, Kolombia, Australia, Prancis, Polandia, dan Spanyol. Seorang polisi dan dua warga Tunisia juga tewas dalam serangan itu," kata Perdana Menteri Habib Essid, seperti dilansir BBC.
Pada saat serangan terjadi, anggota parlemen sedang membahas undang-undang antiterorisme di gedung parlemen tak jauh dari lokasi kejadian. "Para turis yang ketakutan berhamburan ke berbagai arah. Kami membiarkan mereka masuk ke gedung parlemen," kata anggota parlemen Mehrezia Labidi kepada CNN. Tak lama kemudian, polisi mengevakuasi gedung parlemen.
Menurut Essid, sejumlah pria bersenjata api menembaki para turis di depan museum di ibu kota Tunisia itu. Dua penyerang, yang menggunakan seragam ala militer dengan senapan tempur, tewas dalam operasi penyelamatan. Sedikitnya 44 orang terluka dalam operasi ini.
Hingga Kamis pekan lalu, belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Menurut SITE Intelligence Group, serangan terjadi selang beberapa hari setelah kelompok Jund al-Khilafah, kelompok militan di Tunis, menyatakan janji setia kepada pemimpin Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), Abu Bakr al-Baghdadi.
SERBIA
Polisi Tangkap Jagal Srebrenika
Kepolisian Serbia menangkap tujuh orang yang diduga menjadi pelaku pembunuhan lebih dari 1.000 warga muslim Bosnia di Srebrenika pada Juli 1995. Penangkapan ini menjadi pencapaian terbesar sejak pengadilan kejahatan perang di Serbia dan Bosnia memulai kerja sama tiga tahun lalu.
Otoritas Serbia sebelumnya telah menahan orang-orang yang tak terlibat langsung dengan peristiwa itu. Pada 2011, Serbia menyerahkan mantan komandan milisi Serbia-Bosnia, Ratko Mladic, ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Mladic dituduh sebagai salah seorang dalang peristiwa pembantaian itu dan kini dakwaannya tengah disidangkan.
"Sangat penting ditekankan bahwa ini adalah pertama kalinya kejaksaan kami menangani pembunuhan massal warga sipil dan tawanan perang di Srebrenika," kata jaksa penuntut Bruno Vekaric, seperti dilansir BBC, Rabu pekan lalu.
Selama tiga hari pada Juli 1995, sekitar 8.000 warga Bosnia, mayoritas muslim laki-laki dewasa dan anak-anak, tewas dibantai di Srebrenika. Pembantaian ini terjadi beberapa bulan sebelum perang Bosnia berakhir. Saat itu 20 ribu pengungsi melarikan diri ke Srebrenika untuk menghindari pasukan Serbia.
Di antara mereka yang ditangkap atas kejahatan itu ada Nedeljko Milidragovic, mantan komandan polisi etnis-Serbia yang dikenal sebagai Nedjo Sang Jagal. Milidragovic juga telah menghadapi tuduhan genosida di Bosnia, tapi dia masih bebas hidup di Serbia karena tak ada perjanjian ekstradisi kedua negara. l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo