Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMERIKA SERIKAT
Menteri Pertahanan Mundur
Belum genap dua tahun menjabat, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Charles Timothy Hagel mengundurkan diri. Hal ini disampaikan Presiden Barack Obama pada Senin pekan lalu di ruang makan Gedung Putih. Diapit Hagel dan Wakil Presiden Joe Biden, Obama mengatakan Hagel mengajukan permohonan pengunduran diri sejak sebulan lalu.
Obama berterima kasih kepada pria yang biasa disapa Chuck Hagel itu dan menyebutnya sebagai menteri yang patut dicontoh. Menurut Obama, Hagel telah membantunya memodernisasi strategi dan anggaran dalam menghadapi ancaman keamanan. "Berkat Chuck, militer kita memiliki pijakan yang kuat sekarang dan di masa depan," katanya, seperti dikutip ABC News, Senin pekan lalu.
Obama juga mengatakan Hagel bukan Menteri Pertahanan biasa. Dia veteran perang pertama yang menduduki posisi itu sehingga sangat dekat dengan personel militer Amerika. Namun The Washington Post menulis Hagel sebenarnya mundur akibat tekanan Gedung Putih.
Pejabat Gedung Putih yang tak mau disebutkan namanya mengatakan Obama sudah tak percaya Hagel mampu mengawal perang melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)—yang belakangan menjadi Negara Islam. Buktinya, kata pejabat itu, Obama menunjuk Jenderal Purnawirawan John R. Allen sebagai utusannya dalam membentuk koalisi negara-negara anti-ISIS, tugas yang seharusnya dilakukan Hagel.
Begitu pula dengan peran Hagel mengatur operasi militer Amerika di Irak dan Suriah. Pada Oktober lalu, Hagel menulis memo kepada Penasihat Keamanan Susan Rice, yang mengkritik strategi Amerika di Suriah. Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, membantah anggapan bahwa memo ini berpengaruh pada lengsernya Hagel. Earnest berdalih alasan Obama melepas Hagel karena orang lain lebih cocok menghadapi tantangan melawan ISIS ataupun krisis keamanan lainnya.
Hagel hanya membuat pernyataan singkat tentang pengunduran dirinya. "(Menjadi Menteri Pertahanan) adalah keistimewaan terbesar dalam hidup saya," ujarnya.
HONG KONG
Polisi Tahan Aktivis Prodemokrasi
Polisi Hong Kong menahan puluhan aktivis prodemokrasi menyusul bentrok pada Selasa pekan lalu. Bentrokan terjadi setelah petugas menjalankan perintah pengadilan untuk membongkar markas pengunjuk rasa di Mong Kok, bagian barat Semenanjung Kowloon, Hong Kong.
Operasi penggusuran ditujukan ke kamp aktivis di sekitar Argyle Street dan Nathan Road. "Pengunjuk rasa harus berkemas dan pergi sekarang. Jika tidak, (barang-barang mereka) akan dianggap sampah," kata Maggie Chan, pengacara perusahaan bus yang mengikuti putusan pengadilan, seperti dikutip South China Morning Post, Selasa pekan lalu. Perusahaan dan penghuni kawasan bisnis Hong Kong ada yang mengeluh karena selama dua bulan terakhir demonstran memenuhi jalan.
Awalnya pengunjuk rasa tak melawan saat sekitar 20 juru sita pengadilan membongkar barikade. Namun, belakangan, sekelompok kecil demonstran menolak bergeser. Mereka berteriak, "Kami ingin pemilihan umum yang sebenarnya. Kami ingin hak pilih yang nyata." Beberapa pengunjuk rasa mengacungkan salam tiga jari, tanda menentang rezim otoriter ala film Hunger Games.
Menurut kantor berita AFP, bentrokan terjadi saat polisi berusaha membubarkan sekitar seratus aktivis. Demonstran meminta tambahan waktu untuk membereskan tenda mereka. Operasi berujung pada baku hantam. Tiga polisi terluka. Polisi kemudian membawa sepuluh aktivis, termasuk pendiri Liga Sosial Demokrat, Leung Kwok-hung, dengan mobil. Menurut CNN, polisi menahan total 86 orang. Jumlah yang ditahan bertambah dengan penangkapan sejumlah pelajar yang selama ini disebut-sebut sebagai pemimpin protes, di antaranya Joshua Wong.
Aksi massa prodemokrasi di Hong Kong berlangsung sejak Oktober lalu untuk meminta hak memilih pemimpin secara langsung dalam pemilu 2017. Namun pemerintah Cina kukuh dengan keputusan bahwa kandidat pemimpin Hong Kong dipilih oleh komite yang ditunjuk pejabat di Beijing.
AUSTRIA
Masa Perundingan Nuklir Iran Diulur
Batas waktu perundingan nuklir Iran diperpanjang hingga 30 Juni 2015 dari tenggat semula, 24 November 2014. Perpanjangan tak terelakkan karena negosiasi Iran dengan enam negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Cina, Prancis, dan Jerman, di Wina, Austria, selama sepekan lalu gagal membuahkan kesepakatan.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan pembicaraan berlangsung alot. Namun, menurut dia, kemajuan yang penting telah tercapai. Presiden Iran Hassan Rouhani juga menyebutkan jurang di antara mereka menyempit selama perundingan.
Semua pihak akan bertemu lagi pada Desember ini. Pembicaraan lanjutan untuk mencapai kesepakatan politik antarpemimpin negara ditargetkan pada 1 Maret tahun depan. Adapun pembicaraan teknis untuk merangkum semua kesepakatan rencananya digelar pada 1 Juli. Selama jangka waktu ini, Iran diizinkan mengakses aset US$ 700 juta yang sebelumnya dibekukan.
Keenam negara itu ingin Iran menghentikan program nuklirnya sebagai kompensasi pencabutan sanksi bagi negeri para mullah itu. Pemerintah Teheran sendiri menyatakan tak berambisi memiliki senjata nuklir, tapi hanya memanfaatkan energi atom.
Sehari setelah perpanjangan waktu diumumkan, pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, menyebutkan tekanan diplomatik dan ekonomi tak berlaku bagi Iran. "Soal nuklir, Amerika dan kolonialis Eropa bersatu dan berupaya maksimal membuat Republik Islam berlutut. Tapi mereka tak bisa dan tak akan bisa melakukannya," ujarnya, seperti dikutip dari situs pribadinya oleh The New York Times, Selasa pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo