Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEMINAR "Percepatan Pembangunan Desa Tertinggal" di bekas kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rabu pekan lalu berubah menjadi panggung keluh kesah dan amarah Marwan Ja'far. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ini menyemprot anak buahnya yang membangkang. "Jika masih ada pejabat yang menolak bergabung dengan saya, silakan pergi saja," katanya, disambut sorak-sorai ratusan pegawainya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini muntab karena ada pejabat eselon I yang tak mau bergabung dengan kementeriannya, bahkan menolak datang saat diundang rapat. Pegawai Kementerian Desa sudah mafhum yang disindir Marwan tak lain Tarmizi Abdul Karim, Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, direktorat ini bernaung di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Presiden Joko Widodo mengubah format itu ketika mengumumkan kabinet pada 20 Oktober lalu. Urusan transmigrasi dibedol dari Kementerian Tenaga Kerja dan dilebur ke Kementerian Daerah Tertinggal bersama urusan pengaturan perdesaan yang melekat di Kementerian Dalam Negeri. Penggabungan dan struktur baru pemerintahan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja.
Sesuai dengan peraturan itu, begitu Jokowi mengesahkannya, semua lembaga yang terkena peleburan seharusnya otomatis bergabung dengan induk barunya. Tapi Tarmizi tetap berkantor di Kementerian Dalam Negeri dan menolak bergabung. Tak sekadar absen dari rapat dengan Menteri Marwan, ia juga menerbitkan surat edaran kepada 34 gubernur agar tak melanjutkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri.
Seorang petinggi Kementerian Desa menuduh Tarmizi khawatir kehilangan jabatan. Tarmizi memimpin Direktorat Pemberdayaan Desa sejak 2012. Ia adalah pejabat karier di Kementerian Dalam Negeri yang ditunjuk menjadi pejabat Gubernur Aceh 2012. "Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sudah mengadukannya kepada Presiden," kata pejabat ini.
Tarmizi bergeming. Ia tetap menolak ikut rapat dengan Menteri Marwan Ja'far. Tarmizi menyangkal membangkang kepada menteri baru. Bupati Aceh Utara 1997-2002 itu mengklaim hanya berinisiatif menjaga kesinambungan program kerja di direktoratnya agar tak kacau begitu bergabung dengan kementerian baru. "Tak boleh ada stagnasi kebijakan dalam masa transisi," ujarnya.
Menteri Marwan menegaskan, tak ada masa transisi dalam peleburan ini. Menurut dia, begitu Presiden Jokowi meneken Peraturan Nomor 165, hari itu juga penggabungan berlaku. Kajian dan pengesahan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang baru diajukan pada Desember dan berlaku 2015, kata Marwan, bukan masa transisi seperti dimaksud Tarmizi. "Urusan desa ada di Kementerian Desa," ujarnya. "Tak boleh ada menara kembar yang menanganinya."
Marwan mengatakan akan memecat Tarmizi jika tidak mengubah sikapnya. "Semua yang tak patuh mesti keluar," katanya.
Tak hanya di Kementerian Desa urusan peleburan menuai resistensi dari para pejabatnya. Di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sama peliknya. Penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan menghasilkan 26 pejabat eselon I yang menduduki kursi direktur jenderal. Itu sangat gemuk karena di Kementerian Keuangan saja hanya ada delapan direktorat jenderal.
Sebanyak 30 pejabat yang tergabung dalam Tim Kelembagaan kini sedang menggodok dan menata ulang eselon-eselon itu. Dipimpin Profesor San Afri Awang, ahli kehutanan dari Universitas Gadjah Mada, mereka menggelar rapat dan lembur sejak pertengahan hingga akhir November. Menurut San Afri, yang dibahas macam-macam, dari mengecek undang-undang dan peraturan, matriks prioritas, hingga struktur baru kementerian. "Pelik dan tak mudah," ucapnya.
Penyebabnya, kata Afri, adalah perbedaan karakter dua kementerian tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup masuk grade III yang fungsinya lebih koordinatif dan perencanaan, sementara Kementerian Kehutanan tergolong grade II sebagai eksekutor kebijakan di lapangan. Belum lagi direktorat yang fungsinya beda tipis bahkan saling tubruk.
Karena itu, Menteri Kehutanan Siti Nurbaya berencana memangkas direktorat jenderal menjadi tinggal 15-18. Konsekuensinya, separuh pejabat eselon I akan terpental. Menurut seorang pejabat di sana, situasi ini membuat mereka resah. Beragam macam responsnya. Ada yang gencar mendekati menteri agar tak ditendang dengan sesering mungkin bertemu melalui pengajuan pelbagai aturan internal.
Menurut Siti, solusi bagi pejabat eselon I yang "dibuang" adalah menempatkan mereka di posisi yang sama di kementerian lain. Peleburan dan pemisahan, selain menghasilkan penumpukan, menimbulkan kekosongan pejabat di sana-sini. "Bagi pejabat, yang penting diperlakukan adil, dan akan saya jelaskan mengapa mereka dipindahkan," katanya.
Tim penyusun kelembagaan sudah merekomendasikan beberapa direktorat yang akan dilebur. Mereka adalah yang membidangi perlindungan hutan, konservasi, perencanaan, perlindungan, pemberdayaan masyarakat, perubahan iklim, riset, dan pemberdayaan sumber daya manusia. Siti akan mempertahankan badan operasional, sekretariat jenderal, inspektur jenderal, dan lembaga-lembaga yang mengurusi hutan produksi. "Dihitung-hitung, ketimbang pisah, memang banyak penggabungannya," ujar Afri.
Lain Marwan Ja'far, lain Ferry Mursyidan Baldan. Politikus NasDem ini memimpin lembaga baru hasil peleburan direktorat di bawah Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Badan Pertanahan Nasional dengan nama Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Ferry tak memusingkan para pejabat yang membangkang. "Kalau tak mau bergabung, saya tak memaksa," ucapnya.
Karena itu, kata Ferry, sejauh ini penggabungan tiga lembaga di kementeriannya tak menimbulkan banyak masalah dan benturan antarpejabat. Para pejabat yang bertahan di kementerian lama tak akan dipaksa menjadi anak buahnya. Untuk posisi-posisi eselon I yang kosong, Ferry akan mencari dan menempatkan pejabat setara dengan eselon I dari lembaga asal yang bersedia bergabung dengannya.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan pemerintah menargetkan finalisasi peleburan selesai pada Januari-Februari 2015. Kini pemerintah, melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, masih mengkaji usul struktur baru yang diajukan tiap kementerian. "Paling tidak pada pekan kedua Desember sudah terlihat struktur organisasi yang baru dari Kabinet Kerja," ujarnya.
Ananda Teresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo