Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAKIL Presiden Jusuf Kalla ikut sibuk ketika baku hantam antarkubu pecah di markas Partai Golkar, kawasan Slipi, Jakarta Barat, Selasa pekan lalu. Kolega-koleganya di partai beringin menelepon Kalla, yang memimpin Golkar pada 2004-2009, termasuk Ketua Umum Aburizal Bakrie.
Aburizal berbicara hampir sejam dengan Kalla. Ia menjelaskan masalah partai, sesuai dengan versinya. Ia juga mempertanyakan izin penyelenggaraan musyawarah nasional (munas)—hasil keputusan pengurus pusat—di Bali yang belum diterbitkan kepolisian. Kepada Kalla, Aburizal meminta pendapat tentang cara menyelesaikan konflik yang semakin panas itu.
Kalla mengaku menyarankan penggantinya itu memundurkan jadwal musyawarah serta mengakomodasi semua kandidat ketua umum. Ia juga menyarankan pemilihan melalui pemungutan suara. "Ical belum setuju soal waktu," tutur Kalla.
Kalla mengaku juga berbicara melalui telepon dengan Agung Laksono, Wakil Ketua Umum Golkar, yang belakangan ditunjuk menjadi Ketua Presidium Penyelamat Partai oleh kubu penentang Aburizal. Agung datang ke rumah dinas Wakil Presiden di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, esok harinya.
Dalam pertemuan Kamis pagi itu, Kalla menyebutkan berbicara soal penyelamatan partai dengan Agung. Ia juga menawarkan diri jadi mediator untuk mempertemukan para elite partai yang sedang berseteru sebelum musyawarah digelar. Ia mengatakan tidak tahu apakah sarannya diterima. "Yang jelas, kami sudah membicarakan semua opsi, termasuk pentingnya pertemuan sebelum munas," kata Kalla.
Kalla menampik anggapan telah melakukan intervensi. Ia mengaku punya kewajiban mengingatkan koleganya sebagai kader partai. Ia mengatakan setuju terhadap keputusan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, yang melarang munas versi Aburizal di Bali.
Ia menyatakan tak yakin munas bisa berjalan damai. "Sederhana saja memahaminya: enggak nyampe 200 saja kemarin tenteng-tenteng bawa parang, berkelahi melempar batu. Bagaimana kalau lebih?" ujarnya.
BENTROK pendukung Aburizal dan penentangnya pecah di markas Golkar, Senin pekan lalu. Massa penentang, terdiri atas orang-orang berseragam loreng Angkatan Muda Partai Golkar, dikomandoi Yorrys Raweyai. Penentang Aburizal terdiri atas Agung Laksono, Hajriyanto Y. Thohari, Agus Gumiwang, Priyo Budi Santoso, Zainuddin Amali, Agun Gunandjar, dan Airlangga Hartarto.
Aburizal menghendaki munas dipercepat ke 30 November, sesuai dengan keputusan Rapat Pimpinan Golkar di Yogya, 18 November lalu. Adapun kubu penentangnya ingin musyawarah digelar pada Januari 2015, sesuai dengan keputusan Munas Golkar di Pekanbaru 2009. Aburizal langsung menunjuk Nurdin Halid dan Fadel Muhammad, yang dekat dengannya, sebagai ketua panitia pengarah.
Perbedaan pandangan itu kian tajam saat rapat pleno lanjutan, Selasa pekan lalu. Aburizal, yang seharusnya hadir memimpin rapat, mewakilkannya kepada Wakil Ketua Umum Theo L. Sambuaga. Namun rapat itu hanya berlangsung sepuluh menit, karena Theo hanya mengumumkan keputusan bahwa munas tetap digelar pada akhir pekan di Nusa Dua, Bali.
Para pengurus Golkar yang hadir berdiri. Gelas-gelas di meja dibanting. Beberapa orang melempari Theo dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham dengan botol air kemasan. "Itu namanya bukan rapat, tapi pengumuman!" seorang peserta berteriak marah. Theo dan Idrus keluar dari ruangan dan bergegas masuk mobil meninggalkan kantor partai.
Malam itu juga, kecuali Airlangga Hartarto, enam calon ketua umum pesaing Aburizal, yang dipimpin Agung Laksono, membentuk Presidium Penyelamat Partai. Presidium memecat Aburizal, kemudian menunjuk Ketua Mahkamah Partai Muladi sebagai ketua panitia munas pada Januari 2015. Namun Muladi menolak dan bergabung ke kubu Aburizal.
Hajriyanto juga mengundurkan diri. "Suasana tak kondusif, saya menolak," ujarnya. Ia juga menyatakan mundur dari kepengurusan partai.
Idrus Marham mengatakan, ketika pendukung Agung dan kawan-kawan menyerbu markas partai, Aburizal ditemani banyak orang di Bakrie Tower, Kuningan, kompleks bisnis milik perusahaan keluarganya. Aburizal memantau perkembangan melalui telepon. Ia menilai presidium pimpinan Agung tak diatur konstitusi Golkar. "Itu lembaga dari mana?" katanya.
AGUNG dan Aburizal sebenarnya sekondan lama Jusuf Kalla. Mereka, bersama Surya Paloh, menumbangkan Akbar Tandjung dalam Munas 2004 di Nusa Dua, Bali. Pada saat itu, Akbar yang sangat kuat berkubu ke koalisi pimpinan Megawati Soekarnoputri. Kongsi ini menyorongkan Jusuf Kalla, yang baru terpilih menjadi wakil presiden pendamping Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian menarik beringin ke koalisi pemerintah.
Kepada Tempo, awal April lalu, Kalla mengakui, kemenangannya dalam Munas Golkar 2004 itu tak lepas dari sokongan Surya Paloh dan Aburizal, juga kerja keras Agung Laksono. Pada saat itu, Kalla menjalin kesepakatan untuk mendukung Surya Paloh pada Munas 2009. Tapi semua tak sesuai dengan rencana. Aburizal dan Agung mencalonkan diri pada munas di Pekanbaru, Riau, bersaing dengan Surya Paloh, yang disokong Kalla.
Surya terdepak. Menyusul Prabowo Subianto, yang mendirikan Partai Gerindra, dan Wiranto, yang membangun Partai Hanura, setelah kalah dalam persaingan di Golkar, Surya keluar dari partai beringin dan mendirikan Partai NasDem. Pada Pemilu 2014, NasDem memperoleh 36 kursi, Gerindra 73 kursi, dan Hanura 16 kursi. Adapun Golkar terperosok. Perolehan kursinya turun dari 106 pada 2009 menjadi 91 kursi.
Meski berada di urutan kedua perolehan suara, Golkar gagal mengajukan Aburizal sebagai calon presiden. Mereka bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Begitu kalah dalam pemilihan presiden, Golkar memimpin koalisi penentang pemerintah. Mereka menguasai pimpinan Dewan, juga komisi dan badan-badan lain di Senayan.
Politikus Agun Gunandjar menyebutkan kubu Ical sudah lama menyiapkan hadangan buat pesaing-pesaingnya. Selain mempercepat munas, mereka menguasai kepanitiaan, materi, dan jadwal sidang. Skenario itu semakin kuat disusun dalam rapat pimpinan di Yogya pada 18 November lalu.
Aburizal, menurut Agun, bahkan menyiapkan pembatasan akses peserta. Ia mengaku mendengar banyak laporan intimidasi dari pengurus provinsi dan kabupaten-kota yang diminta meneken surat dukungan buat Aburizal. "Mereka diancam dicopot jika tidak menyokong Ical," kata Agun.
Penggalangan dukungan itu dilakukan langsung oleh Nurdin Halid. Ia dibantu Ridwan Bai, Ketua Golkar Sulawesi Tenggara. Ridwan membenarkan kabar soal penggalangan suara untuk Aburizal yang difasilitasi Nurdin. " Setelah itu, kami meyakinkan Bang Ical untuk maju," ujar Ridwan. Ia mengklaim dukungan ke Aburizal tak hanya di provinsi, tapi juga ke kota dan kabupaten.
Hadangan lain buat pesaing adalah syarat pencalonan yang harus didukung minimal 30 persen pemilik suara dan minimal 10 pengurus provinsi. Calon yang mengantongi 51 persen dukungan langsung ditetapkan menjadi ketua. Calon di luar Aburizal tidak memiliki waktu untuk memenuhi syarat ini jika munas dipercepat. Karena sudah tahu kartu-kartu itu, Agun mengatakan telah lama merancang gerakan presidium atau tim penyelamat partai.
Cara lain adalah dengan agenda "pemandangan umum". Menurut skenario ini, begitu pertanggungjawaban Aburizal sebagai ketua umum diterima, dukungan akan diatur menjadi "paduan suara". "Jika lebih dari 70 persen, hanya akan ada calon tunggal dan Aburizal ditetapkan secara aklamasi," kata seorang politikus beringin.
Idrus Marham membantah kabar bahwa kubunya menyiapkan penghadangan pesaing Aburizal. Menurut Idrus, dukungan datang dari daerah karena menganggap Aburizal layak memimpin Golkar selama lima tahun ke depan.
Kubu ini juga menuding bentrok disengaja oleh mereka yang tak ingin Golkar berada di koalisi penentang pemerintah. Ia menuduh pesaing-pesaing Aburizal akan mengalihkan dukungan ke pemerintah. "Padahal posisi Golkar di koalisi sudah final," kata Ahmadi Nur Supit, ketua panitia munas. Ia menunjuk keputusan Menteri Tedjo Edhy yang merupakan perwakilan Partai NasDem. "Pernyataannya sangat aneh dan terkesan melakukan intervensi," ujar Nur Supit.
Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tandjung menemui Menteri Tedjo Edhy di Hotel Mulia, Rabu pekan lalu. Ditemani politikus Golkar, Marzuki Darusman, Akbar juga mengundang Kepala Polri Jenderal Sutarman dan Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman. Tedjo menjelaskan alasannya melarang Munas Golkar di Bali. Menurut dia, konflik dikhawatirkan mengganggu daerah turis itu.
Agung Laksono balik menuding, banyak orang luar yang justru mencampuri urusan internal Golkar dengan memberi dukungan untuk Aburizal. Ia merujuk pada kehadiran Prabowo Subianto di Bakrie Tower, menawarkan bantuan kepada Aburizal. "Jadi yang ikut campur siapa?" ujarnya.
Aburizal mengatakan posisi Golkar dalam koalisi non-pemerintah akan menjadi syarat utama bagi siapa pun calon ketua umum. Sebab, kata dia, hal itu sudah ditetapkan rapat pimpinan yang bersifat mengikat.
Agustina Widiarsi, Mitra Tarigan, Muhammad Muhyiddin, Fransisco Rosarians, Linda Trianita, Rusman P.
Simpang Jalan Beringin
SEPANJANG Orde Baru, Golongan Karya selalu menang mutlak pada pemilihan umum. Perolehan suaranya tak pernah terkejar oleh dua peserta lain, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia. Setelah Orde Baru runtuh, Golongan Karya berubah menjadi Partai Golkar. Sejak itu, mereka harus bersaing dengan puluhan partai politik yang didirikan setelah reformasi. Selalu muncul gejolak setelah musyawarah nasional lima tahunan. Lalu sebagian politikus yang tersingkir membuat partai baru.
1999
120 kursi dari total 500 kursi di Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketua Umum: Akbar Tandjung (1998-2004)
2004
128 kursi dari total 550 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat
Ketua Umum: Akbar Tandjung
2009
107 kursi dari total 560 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat
Ketua Umum: Jusuf Kalla (2004-2009)
2014
91 kursi dari total 560 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat
Ketua Umum: Aburizal Bakrie (2009-2015)
21 April 2004
Wiranto memenangi konvensi calon presiden dari Golkar, menyingkirkan Ketua Umum Akbar Tandjung, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto.
20 Desember 2004
Jusuf Kalla memimpin Golkar menggantikan Akbar Tandjung.
21 Desember 2006
Wiranto keluar dari Golkar dan mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat.
6 Februari 2008
Prabowo keluar dari Golkar dan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya.
8 Oktober 2009
Musyawarah Nasional di Riau memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua umum.
1 Februari 2010
Surya Paloh mendirikan organisasi masyarakat Nasional Demokrat, yang lalu berubah jadi Partai NasDem.
2014
11 Juli
Tokoh senior Golkar mendesak musyawarah nasional dipercepat untuk memecat Aburizal.
9 Oktober
Kader muda Golkar mendesak Aburizal mundur.
20 Oktober
Aburizal menegaskan bahwa musyawarah nasional dilaksanakan awal 2015.
30 Oktober
Politikus Golkar, Agung Laksono, Priyo Budi Santoso, Agus Gumiwang, Airlangga Hartarto, Mohamad Suleman Hidayat, Zainuddin Amali, dan Hajriyanto Y. Thohari, menyatakan bersatu melawan Aburizal.
13 November
Rapat pleno DPP Golkar memutuskan munas digelar paling lambat Januari 2015.
18-19 November
Rapat pimpinan Golkar di Yogyakarta memutuskan musyawarah digelar 30 November.
24 November
Rapat pleno Golkar yang dipimpin Aburizal membahas persiapan musyawarah, tapi berakhir buntu.
25 November
Rapat pleno rusuh. Baku pukul terjadi antara pendukung Aburizal dan penentangnya. Presidium memecat Aburizal.
Musyawarah Nasional Golkar IX
Peserta: 554 suara terdiri atas 1 DPP Golkar, 33 DPD provinsi, 510 DPD kabupaten/kota, dan 10 organisasi pendiri Golkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo