Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Raison d'Etre Bank Jabar-Banten

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lin Che Wei*

Apa arti sebuah nama? PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten menyandang nama pembangunan daerah (regional development bank). Namun, dalam perjalanannya, bank ini seakan-akan telah melupakan raison d'etre (alasan keberadaannya). Pertama, bank ini sekarang menggunakan merek "BJB". Kedua, bank ini sudah mengategorikan diri sebagai bank umum, bukan lagi bank pembangunan daerah. Ketiga, dari sudut portofolionya.

Skandal Bank Jabar-Banten yang ditulis majalah Tempo menunjukkan kebingungan arah bank ini. Dalam Tempo edisi 25 Februari-3 Maret 2013 berjudul "Runyam Aher Bank Dibobol", ditulis bahwa Bank Indonesia menemukan kejanggalan dalam pengajuan dan pencairan kredit sebuah perusahaan suku cadang di Sukabumi. Diduga ada permainan politikus Partai Keadilan Sejahtera dengan bank ini.

Nama Bank Jabar-Banten kembali muncul pada Tempo edisi 4-10 Maret 2013 tentang dana pembangunan infrastruktur desa yang cair sepekan sebelum pencoblosan. Dari tulisan itu, pembaca menarik kesimpulan bahwa bank yang seharusnya mengemban misi membangun Jawa Barat-Banten ini telah dimanfaatkan pejabat daerah untuk kepentingan politik.

Mengapa Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten telah melupakan raison d'etre-nya? Pertama, raison d'etre dari bank pembangunan adalah menyediakan pembiayaan kepada sektor swasta untuk investasi yang mendorong pembangunan. Bank pembangunan daerah didesain untuk memberikan pembiayaan jangka menengah ataupun panjang untuk investasi produktif (bukan pinjaman konsumtif) buat mengentaskan masyarakat miskin. Raison d'etre Bank Jabar-Banten jelas berbeda dengan bank umum biasa.

Kedua, portofolio pinjaman Bank Jabar-Banten menunjukkan bank ini sudah tidak lagi berfokus pada pembangunan, tapi pada kredit konsumsi yang mendorong masyarakat berbelanja, bukan berproduksi. Pada Desember 2012, kredit konsumsi mencapai Rp 22,6 triliun atau 64 persen dari total portofolionya. Sedangkan kredit untuk sektor yang merupakan ujung tombak pembangunan, seperti industri, konstruksi, jasa-jasa sosial, listrik, gas dan air, serta pertanian—digabungkan seluruhnya—hanya mencapai Rp 3,832 triliun atau cuma 10 persen dari total portofolionya.

Yang lebih tragis, porsi kredit untuk program pembangunan pemerintah turun dari 0,2 persen dari total portofolio pada 2011 menjadi hanya 0,1 persen dari total portofolio Bank Jabar-Banten pada 2012. Kebijakan kredit merupakan refleksi dari misi bank ini. Telaah yang lebih dalam dari profil kredit Bank Jabar-Banten menunjukkan sebagian kredit komersialnya berpotensi menjadi tidak lancar karena penyaluran kreditnya disinyalir tidak memenuhi asas kehati-hatian.

Ketiga, bank ini terlihat sangat bingung menjaga keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas (pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten) dan pemegang saham publik. Tata kelola perusahaan yang baik adalah menyeimbangkan kepentingan semua pemegang saham, baik pemegang saham mayoritas maupun publik.

Bank Jabar-Banten seharusnya menyeimbangkan kepentingan "mengejar keuntungan" (misi yang biasa dikejar bank publik) dengan kepentingan "pembangunan Jawa Barat dan Banten", yang menjadi misi utama dan raison d'etre bank ini.

Seharusnya kriteria pemberian kredit bank ini berlandaskan konsep golden quadrant. Kredit tidak hanya harus menguntungkan, tapi juga demi kepentingan pembangunan sektor produktif masyarakat Jawa Barat dan Banten. Apa yang terjadi di bank ini justru sebaliknya. Bank ini disinyalir memberikan kredit untuk kepentingan politis partai politik pendukung Gubernur Jawa Barat dan memberikan kredit konsumtif untuk mengejar laba semata.

Sesuai dengan asas kehati-hatian perbankan, Bank Indonesia telah membatasi kepemilikan di bank umum tidak lebih dari 30 persen. Saat ini saham Bank Jabar-Banten dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Barat (38,26 persen), Pemerintah Provinsi Banten (5,37 persen), pemerintah kota/kabupaten se-Jawa Barat (23,61 persen), pemerintah kota/kabupaten se-Banten (7,76 persen), dan publik (25 persen).

Bank Jabar-Banten harus menyeimbangkan fungsi pembangunan daerah, tapi tetap memenuhi tata kelola sebagai perusahaan publik. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Banten, serta pemerintah kota/kabupaten se-Jawa Barat dan Banten perlu melakukan exercise terhadap fungsi kepemilikannya melalui entitas terpusat yang bertindak secara independen dan sesuai dengan kebijakan kepemilikan yang diumumkan secara terbuka. Kepemilikan saham itu harus dilaksanakan secara profesional dan akuntabel.

Ada beberapa prinsip yang harus dilaksanakan, antara lain menata ulang visi bank pembangunan daerah. Perlu pula menetapkan sektor mana yang produktif dan mempunyai fungsi pembangunan, dan sektor mana yang konsumtif yang seharusnya bisa diserahkan ke pihak swasta.

Tanpa perbaikan pengelolaan, bukan mustahil nama Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten berubah menjadi Bank Penguasa Daerah Jawa Barat dan Banten.

*) Pendiri Independent Research & Advisory Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus