Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
VATIKAN
Ratzinger Kenakan Jubah Putih
Joseph Aloisius Ratzinger akan tetap mengenakan jubah putih setelah mundur sebagai Paus Benediktus XVI pada Kamis pekan lalu. Dia minta dipanggil "Yang Mulia Benediktus XVI Paus Emeritus" atau Paus Roma.
Juru bicara Vatikan, Federico Lombardi, mengatakan Ratzinger sendiri yang mengambil keputusan itu setelah berdiskusi dengan sejumlah pihak. Dia tidak tahu mengapa Benediktus menanggalkan gelarnya sebagai Uskup Roma.
Setelah Benediktus mengumumkan mundur, para pejabat Vatikan menyarankan dia mengenakan jubah hitam yang biasa dikenakan pastor. Dia juga disarankan menggunakan gelar "Uskup Emeritus Roma".
Keputusan Ratzinger itu dikhawatirkan membingungkan umat Katolik karena akan ada dua orang yang mengenakan jubah putih di dalam tembok Vatikan, yakni dia dan paus baru yang akan dipilih dalam konklaf pertengahan Maret nanti. Setelah mundur, Ratzinger akan tinggal di Biara Bunda Gereja (Mater Ecclesiae) di belakang Basilika Santo Petrus.
Namun Lombardi membantah keputusan itu akan menimbulkan konflik. "Saya pikir semua itu sudah dipikirkan dengan baik," ucapnya seperti dikutip The Guardian, Selasa pekan lalu.
ITALIA
Ratzinger Kenakan Jubah Putih
UNI Eropa khawatir hasil pemilihan umum Italia akan mengancam pemulihan ekonomi zona euro. Pemilihan Italia berakhir buntu setelah tak satu pun partai meraih mayoritas suara. Dalam pemungutan suara pada 24-25 Februari lalu, koalisi tengah-kiri pimpinan Pier Luigi Bersani meraih suara 29,54 persen. Mereka mengungguli partai bekas perdana menteri Silvio Berlusconi, Partai Kebebasan Rakyat, dengan 29,18 persen. Artinya, keduanya tidak bisa membentuk pemerintahan baru.
Pelawak Beppe Grillo dari Gerakan Bintang Lima membuat kejutan dengan mengumpulkan 25,54 persen suara. "Situasi ini sangat sulit," ujarnya seperti dikutip BBC pada Selasa pekan lalu.
Kebuntuan ini diperkirakan bakal berlangsung hingga dua pekan, bahkan lebih, bila diselenggarakan pemilu baru. Akibatnya, penyelesaian krisis utang Italia pun akan tersendat. Italia—kekuatan ekonomi ketiga zona euro setelah Jerman dan Prancis—dilanda krisis utang. Angka pengangguran mencapai sebelas persen.
AMERIKA SERIKAT
Dua Penembakan dalam Sehari
Penembakan kembali mengguncang Amerika Serikat. Selasa pekan lalu, terjadi dua penembakan yang menewaskan lima orang. Di Kota Santa Cruz, California, dua detektif polisi, satu pria dan satu wanita, ditembak mati tersangka penyerangan seksual.
Kepala Kepolisian Santa Cruz Kevin Vogel mengatakan kedua korban adalah Sersan Loren Butch Baker dan Sersan Elizabeth Butler. Baker sudah bekerja di kepolisian selama 28 tahun, sedangkan Butler 10 tahun. Mereka ditembak ketika menyambangi rumah Jeremy Goulet, sang tersangka. "Ini hari paling gelap dalam sejarah Kepolisian Santa Cruz," kata Vogel seperti dikutip Associated Press.
Goulet, 35 tahun, bekerja sebagai barista di sebuah kedai kopi di dekat pelabuhan Santa Cruz. Dia sempat ditahan pada Jumat dua pekan lalu karena mendatangi rumah perempuan rekan kerjanya dan bertindak tidak senonoh. Dia akhirnya tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Penembakan lain terjadi di Preston, Connecticut. Debra Denison, 47 tahun, menembak mati dua cucunya yang baru dia jemput dari tempat penitipan anak. Denison menembak Alton Perry, 2 tahun, dan Ashton Perry, 6 bulan, sebelum menembak dirinya sendiri hingga tewas.
Jasad ketiganya ditemukan di tempat parkir di dekat Danau Isles, Preston. Salah seorang anggota keluarga Denison, Marcia White, mengatakan pelaku pernah menderita gangguan jiwa tapi belakangan mulai membaik. Hari itu merupakan hari ulang tahun Alton. "Saya ingin dia pulang dan bermain dengan permainan barunya," ujar Brenda Perry, ibu korban.
Penembakan ini terjadi di tengah upaya pemerintah Barack Obama membatasi kepemilikan senjata api menyusul sejumlah penembakan brutal dalam setahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo