MUNGKINKAH Irak menang? Menduga sebuah perang yang belum berlangsung tidaklah mudah. Namun, di kertas, Irak sulit keluar sebagai pemenang. Bagaimana mungkin sejuta tentara Irak melawan pasukan-pasukan khusus yang sudah punya reputasi internasional meski jumlahnya hanya ribuan. Ada Pasukan Legiun Asing dari Prancis, yang memang sudah dibentuk jadi mesin perang. Lalu ada pasukan Tikus Gurun Inggris, yang konon bisa bertahan di padang pasir hanya dengan beberapa teguk air. Di samping itu, beribu peralatan perang ultramodern digunakan oleh pasukan multinasional yang teoretis selalu pas pada sasaran dan daya rusaknya luar biasa. Maka, hampir semua analis Barat mengatakan, perang akan berlangsung singkat dan cepat. Paling lama, peperangan yang diperhitungkan berlangsung kolosal ini berjalan sebulan. Bahkan Letnan Jenderal Sir Peter de la Billiere, komandan pasukan Inggris di Arab Saudi, meramalkan perang akan berlangsung jauh lebih singkat dari sebulan. "Akan selesai dalam beberapa hari," katanya pada wartawan. "Beberapa hari" itu dimungkinkan karena pasukan multinasional sepakat mengandalkan serangan udara besar-besaran. Dengan tulang punggung kekuatan tempur udara milik Amerika Serikat (direncanakan pada 15 Januari kekuatan udara AS sekitar 1.300 pesawat, Irak ditaksir cuma memiliki 400 sampai 500 pesawat tempur) serangan udara memang efektif. Selain dalam jumlah kalah, pesawat-pesawat Irak dinilai sudah ketinggalan zaman. Ada sekitar 35 buah Mirage buatan Prancis dan 150-an MiG bikinan Uni Soviet. Sementara itu, Amerika punya F 117 Stealth Fighter, pesawat yang dijuluki siluman, yang mampu menyusup menghindari radar jauh di daerah musuh dan tahutahu menembakkan bom yang dipandu dengan sinar laser. Kelemahan "siluman" ini belum pernah dipakai di perang yang sebenarnya. Kemudian sejumlah penempur dari F-4G Wild Weasels yang akan bertandem dengan F-16 Eagles dan F-15 Tomcat yang bertugas menyerang sasaran darat. Masih ada lagi, pengebom FB-111 yang pernah melakukan pengeboman di Libya, meskipun gagal menimpa Muammar Qadhafi. Tugasnya kali ini memutuskan jalur logistik pasukan Irak yang ada di Kuwait. Itu semua masih ditambah dengan berbagai pesawat pembawa perlengkapan elektronik yang bisa mengacaukan komunikasi tentara Irak dengan pusat komandonya. Peralatan canggih yang dibawa pesawat-pesawat khusus ini bisa memancarkan sinyal radio atau radar yang merusak sinyal tentara Irak. Dalam dua hari, demikian analis perang Amerika menghitung, semua kekuatan udara Irak akan lenyap dari langit. Sebagian besar bahkan sudah dihancurkan ketika masih berada di darat. Serangan pembukaan yang cuma beberapa hari itu bakal disusul gelombang pengeboman kedua yang lebih dahsyat. Puluhan pengebom B-52 yang berpangkalan di Kepulauan Diego Garcia -- di Lautan Hindia, sekitar 5.600 km selatan Baghdad -- akan berformasi di atas udara Irak. Ribuan bom yang masing-masing beratnya sekitar 900 kg akan dijatuhkan. Jelas, selain untuk meratakan bunkerbunker Irak, pengeboman ini diperhitungkan bisa meneror dan meruntuhkan mental lawan di darat. Sasaran pengeboman ini termasuk industri perang di wilayah Irak bagian utara, dan beberapa pusat komando. Target utamanya, konsentrasi pasukan dan peralatan perang, serta jalur lalu lintas militer: tank, artileri, jembatan, jalan, depot-depot bahan bakar dan air di Kuwait. Konon, peta militer Irak sudah di tangan pasukan multinasional. Namun, itu analisa sepihak. Menurut siaran Public Broadcasting System, pemancar televisi di New York, beberapa waktu lalu, persenjataan Irak cukup ampuh. Irak punya pertahanan antiserangan udara yang andal. Terutama ratusan rudal dari darat ke udara buatan Soviet jenis SAM. Rudal-rudal ini ditempatkan di truk yang dengan gampang bisa dipindahpindahkan. Belum lagi sekitar 4.000 meriam antipesawat yang termasuk modern, misalnya jenis ZSU-23, yang dilengkapi dengan pengontrol yang dipandu radar. Hampir semua tempat penting dilindungi meriam antipesawat ini. Termasuk dua buah yang bertengger di atap istana Presiden Saddam Hussein, di Baghdad. Persenjataan antipesawat yang cukup modern ini akan menjadi batu sandungan yang cukup serius buat pengebom-pengebom Amerika. Para analis yang optimistis menduga bahwa korban perang udara di pihak kekuatan udara multinasional hanya sekitar 50 pesawat, tetapi Benard Trainor, pensiunan jenderal marinir Amerika, meramalkan jumlah dua kali lipat akibat meriam antiserangan udara. Dan itu sangat mungkin. Namun, para komandan marinir dan angkatan darat AS sendiri sepakat, dalam sejarah belum pernah ada sebuah daerah direbut hanya lewat perang udara. Dalam hal perang di Teluk ini, tetap dibutuhkan pasukan infanteri untuk benar-benar mengusir tentara Irak dari Kuwait. Dalam babak inilah, perang bisa seru. Bukan cuma perang lapangan, juga bukan hanya perang kota, melainkan perang satu lawan satu. Ini tampaknya bagian yang paling berat bagi tentara multinasional. Selain ranjau-ranjau dan jebakan lain (parit yang berisi minyak yang siap dibakar, dan kawat-kawat berduri setajam silet) bisa ditebar, tentara Irak tentu lebih mengenal liku-liku peta lokasi setempat. Bukan sekadar gertak bila Saddam Hussein mengancam, "Tentara Amerika akan dibuat berkubang dalam darahnya sendiri jika mereka berani masuk ke Kuwait." Benar, dari sejuta tentara Irak, yang bisa benar-benar dianggap komando cuma 105 ribu, tergabung dalam pasukan elite yang disebut Penjaga Republik. Pasukan ini hampir bisa dikatakan milik Saddam karena tugas utamanya menjaga pemimpin Irak itu. Mereka sangat terlatih dan disimpan sebagai cadangan, sebagian besar di Irak Selatan. Toh menurut perhitungan para ahli militer, jumlah penyerbu paling tidak harus tiga kali lipat lebih besar untuk memenangkan perang dalam waktu singkat. Sedangkan total pasukan multinasional paling banter mencapai 600-an ribu pekan ini. Jadi, kerusakan akibat pengeboman besar-besaran masih bisa diseimbangkan dengan kelebihan posisi pasukan Saddam sebagai pihak yang bertahan. Yang menguntungkan pihak multinasional, kekuatan tank hampir sama dalam jumlah, tetapi milik Amerika dan sekutunya lebih unggul kemampuannya. Sekitar 4.000 tank Irak yang sebagian besar bikinan Soviet (jenis T-72) sulit mengungguli M1 Abrams milik Amerika. Apalagi ada yang mengatakan, ketika tank-tank Irak masuk Kuwait, beberapa tampak tak lancar jalannya, bahkan ada yang mogok. Apalagi mengingat senjata antitank Amerika yang bisa "dikemudikan" sampai tepat menghantam sasaran. Juga pesawat penyapu tank si Geledek A-10, yang bisa terbang rendah sambil meluncurkan rudal-rudalnya. Juga kini ancaman senjata kimia dan biologi milik Saddam Hussein tak dianggap sangat berbahaya. Senjata terlarang itu hanya dianggap senjata teror. Kemampuan nyatanya sebagai pembunuh masal diragukan (lihat Bisakah Israel Menahan Diri). Namun, beberapa waktu lalu Pentagon mensinyalir bahwa Irak memiliki sejenis bom api yang disebut bom super. Inilah peledak bahan bakar udara yang lima kali lebih dahsyat daripada peledak biasa. Prinsip kerjanya bagaikan mengisi sebuah ruangan dengan gas, lalu dinyalakan dengan lentikan api. Bila bom ini dipasang sebagai hulu ledak peluru kendali, ia akan menciptakan bola api raksasa yang meluluh-lantakkan semua yang ada di sekitar sasaran. Selain itu, yang disebut sebagai meriam super-raksasa bisa jadi sudah dimiliki Saddam. Ini senjata artileri terbesar di dunia, bikinan ahli artileri Kanada paling besar dalam sejarah sampai hari ini, Gerald Bull. Bila proyek ini berhasil, sebuah meriam yang berdaya jangkau 4.000 km kini siap mengirimkan peluru ke semua pangkalan tentara dan sumber minyak di Saudi dan Israel, dan di mana saja para pengepung Irak berada. Memang itu belum pasti benar. Yang sudah dimiliki Irak, dan dipamerkan dalam pameran senjata di Baghdad pada 1989, adalah dua meriam yang diberi nama Al Fao dan Al Majnun. Ini juga bikinan Bull. Meriam ini akan cukup andal kiranya menghadapi tank dan pasukan infanteri karena punya daya tembak lebih dari 55 km. Yang menakjubkan, meriam beroda enam ini bisa bergerak cepat, sampai 90 km per jam. Dalam perang Iran-Irak (1980-1988), meriam-meriam itu memang belum sempat dipunyai Saddam. Gerald Bull si ahli artileri baru datang ke Irak setelah dikecewakan Amerika dan Kanada. Dan sebelum proyek meriam super-raksasa selesai, Bull tahun lalu kedapatan mati ditembus peluru penembak gelap di Brussel. Konon, dia jugalah yang mencoba mengisi peluru-peluru meriam dengan senjata kimia dan biologi. Selain faktor senjata, masih ada faktor lain yang bisa menguntungkan pihak Irak. Menurut kolomnis Molly Moore dan Barton Gellman, yang menulis jalannya perang di surat kabar International Herald Tribune edisi Senin pekan ini, badai pasir yang tak terduga datangnya di wilayah Teluk sangat merugikan teknologi canggih persenjataan pasukan multinasional. Dari pesawat hingga sinar laser pencari sasaran tak akan berfungsi dengan baik bila pasir menelusup masuk ke celah-celah peralatan itu. Operasi militer akan terhambat jalannya. Namun, bukankah tentara Israel akan mengalami hal serupa? Bagaimana pula dengan pasukan Mesir, Syria, dan Arab Saudi di pihak pasukan multinasional? Tentara Irak tentu lebih akrab dengan alam sekitarnya. Dan bila benar pasukan multinasional mengandalkan teknologi tinggi daripada kekuatan tentara, pasukan Mesir dan lain-lain itu tak bakal banyak membantu ketika peralatan perang macet. Satu faktor lagi, beragamnya kebangsaan pasukan-pasukan itu -- setidaknya ada 15 negara yang mengirimkan pasukannya ke Teluk -- ada kemungkinan, dalam satu kondisi tertentu, mereka saling tembak sendiri. Dua pasukan multinasional yang berjumpa secara tiba-tiba di tengah gelegarnya meriam dan angkasa yang dihiasi asap peperangan bisa saja ragu dan lalu malah baku hantam. Apalagi di kegelapan malam, tank kawan atau lawan pun bisa sulit dikenal. Itu semua akan menguntungkan Irak dan melemahkan pasukan multinasional. Maka, jalannya perang tak akan selurus perkiraan jenderal Inggris tadi. Perang bisa berjalan dalam hitungan bulan, penuh kesengsaraan, dengan korban yang besar seperti yang disesumbarkan Saddam. Penderitaan tentara multinasional akan menjadi lebih parah jika ternyata Saddam benar-benar memiliki senjata biologis berisi bakteri antraks yang mengerikan, seperti yang digembar-gemborkan. Jelas, ia tak akan segan menggunakannya. Situasi akan semakin pelik jika Saddam menyerang Israel untuk menarik simpati negara-negara Arab. (Lihat Bisakah Israel Menahan Diri). Bila perang berkepanjangan seperti itu, apalagi kelompok multinasional pecah karena Israel terpaksa terlibat, akibatnya sungguh tak terbayangkan. Sebenarnya, ada jalan pintas yang lebih mendirikan bulu roma. Nuklir. Namun, pagi-pagi Amerika sudah menyatakan tak akan memakai senjata pamungkas ini. Bahkan pembicaraan tentang nuklir tak pernah sampai ke meja-meja di Gedung Putih saat pembahasan perang dilakukan. Tampaknya Bush masih waras untuk tidak menggunakan "cara terkuat yang ada" untuk menggebuk Irak seperti yang diucapkannya. Cuma, lebih waras lagi jika Bush dan Saddam memilih jalan damai, jauh dari api dan darah peperangan. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini