TEPAT pukul 00.00, 1 Januari 1984, Brunei Darussalam resmi menjadi negara ke-169 yang merdeka dan berdaulat di dunia. Kepada Sultan Sir Muda Hassanah Bolkiah ucapan selamat berdatangan, antara lain dari lima negara ASEAN, India, RRC, Uni Soviet, dan Vietnam. Dengan luas 5.765 km2 (kira-kira 10 kali luas Jakarta), dan penduduk sekitar 200.000 jiwa, negeri mungil itu tercatat sebagai salah satu negara kaya di seantero jagat. Deretan rig (kilang minyak lepas pantai) tiap hari menghasilkan 175.000 barel minyak bumi dan mengalirkan ribuan juta dolar ke kas Brunei. Dari ekspor minyak dan gas alam cair, yang mencakup 98% penghasilan, tiap tahun negeri ini mencatat surplus dalam neraca perdagangannya. Untuk tahun anggaran ]984, Brunei akan membelanjakan US$ 1,69 milyar. Sedangkan penerimaannya diperkirakan US$ 6,1 milyar. Sebagian besar dari anggaran US$ 1,69 miIyar itu diperuntukkan pemerintah buat kesejahteraan rakyat. Kebutuhan air minum, listrik, dan pendidikan disediakan cuma-cuma. Mulai tahun ini Sultan menjanjikan pinjaman bagi perumahan yang layak. Kemakmuran tentu saja belum terlalu merata. Tapi, satu dari empat warga negara Brunei memiliki mobil. Untuk pembangunan masa depan, dewasa ini 2.000 pemuda Brunei bersekolah di luar negeri. Mereka dipersiapkan menggantikan tenaga asing di berbagai bidang, kelak kemudian hari. Jika kilang minyak menggambarkan kemakmuran Brunci, maka sejumlah masjid yang bertebaran dari kota sampai ke pelosok, mewaklh citra lain kesultanan itu. Dalam konsideran ke-4, yang dibacakan Sultan Hassanah Bolkiah sebelum memproklamasikan kemerdekaan, digariskan bahwa Brunei adalah sebuah negara Islam Berjaya, berdaulat demokratis, bersendikan ajaran Islam berasaskan keadilan . . . senantiasa berusaha beroleh ketenteraman dan keselamatan. Islam, agama yang dianut mayoritas penduduk Brunei, sejak mula memang sudah ditentukan sebagai falsafah negara. Kalaupun ada disebut-sebut demokratis, tak pelak lagi coraknya juga Islam. Sejauh yang menyangkut bentuk dan sistem pemenntahan, Brunei tidak beranjak jauh dari warisan sejarah kesultanan sejak lima abad berselang. Itu makanya Pejabat Menteri Utama Pehin Abdul Aziz Umar pagi-pagi sudah menegaskan tidak akan ada partai politik, juga tidak akan ada pemilihan umum di Brunei. Sultan adalah raja yang bekerja 24 jam, dan hak mengambil keputusan terletak padanya. Kenyataan begitu agaknya tak terlepas dari pengalaman tak sedap 20 tahun berselang. Waktu itu, tahun 1962, Partai Rakyat Brunei, yang menang gemilang dalam pemilihan umum, tiba-tiba menuntut kemerdekaan dari Inggris. Padahal, kontrak sebagai protektorat masih tersisa 20 tahun lagi. Dalam kemelut, partai akhirnya berhadapan dengan Sultan. Hanya dalam dua hari saja, pemberontakan Partai Rakyat Brunei dapat ditumpas, terutama berkat bantuan tentara Gurkha yang diterbangkan dari Singapura. Sekarang, Sultan Hassanah Bolkiah menghabiskan jutaan dolar tiap tahun untuk membayar satu batalyon Gurkha, yang kontraknya diperpanjang lima tahun lagi. Meskipun demikian, Raja, lulusan Akademi Militer Sandhurst, nggris, juga tahap demi tahap membina angkatan bersenjata Brunei. Sejak tahun silam, Hassanah Bolkiah sudah menjajaki persahabatan dengan lima negara ASEAN seraya merundingkan masuknya Brunei dalam organisasi regional itu. Sabtu lalu, sepekan sesudah kemerdekaan, Brunei tercatat resmi sebagai anggota baru. Dengan masuknya Brunei, lambang ASEAN, yang berupa lima pilar, berubah sedikit karenanya. "Masuknya Brunei ke dalam ASEAN sangat menggembirakan. Dengan ini kerja sama negara-negara ASEAN akan bertambah erat," komentar menlu Malaysia Tan Sri Ghozali seusai upacara di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Bertindak cepat dan sanggup melihat jauh ke depan adalah dua segi positif yang bisa ditemukan dalam kepemimpinan Bolkiah. Serius dan condong pada hal-hal dramatis, ia sengaja memilih waktu tengah malam untuk memproklamasikan kemerdekaan Brunei setelah 96 tahun di bawah perlindungan Inggris. Sultan, yang mengenakan pakaian upacara militer, membuat kejutan dengan membacakan susunan kabinet Brunei, sesuatu yang tidak tercantum dalam acara. Siapakah pilihan Sultan? Yang di-Pertuan Negara Hassanah Bolkiah merangkap jabatan perdana menteri, mendagri, dan menteri keuangan. Ayahandanya, Haji Sir Omar Ali Saifuddin, 70, yang turun tahta 16 tahun lalu (untuk memberi kesempatan pada Bolkiah) memegang pos menteri pertahanan. Dua adik raja, Pangeran Muhammad dan Pangeran Jefri, bertugas sebagai menteri luar negerl dan menteri pemuda dan olah raga. Jabatan menteri pendidikan dan kesehatan, menteri pembangunan, dan menteri kehakiman yang tidak ada kaitannya langsung dengan stabilitas negara, dipercayakan Sultan pada orang luar Istana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini