Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Non Blok tidak jadi pecah

Ktt pucak negara-negara nonblok ke-vi di havana, kuba, ternyata tidak terjadi perpecahan, walaupun ada pertentangan mengenai mesir & kamboja. anggota opec di anjurkan agar membantu anggota yang miskin. (ln)

15 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FIDEL Castro telah memperlakukan KTT Non-Blok di Havana bagalkan rapat intern partai. Setidaknya gitulah kesan golongan moderat yang cukup jengkel terhadap sikap Presiden Kuba itu. Dari semula dia dicurigai hendak menyelewengkan KTT ini ke pihak Uni Soviet. Tindak-tanduknya cenderung begitu. Namun hasil KTT itu sendiri, walaupun tidak memuaskan semua anggota, belum menyeleweng betul. Hari Minggu lalu, terlambat dua hari dari jadwal semula, KTT Havana diakhiri setelah sidang semalam suntuk. Seusai menyampaikan pidato penutupannya, Castro masih dapat tepuk tangan para delegasi yang meriah. Mungkin pula tepuk tangan itu karena KTT Non-Blok tidak jadi terpecah seperti yang ditakutkan semula. Tercapai suatu kesepakatan baru yang tersusun dalam sebuah deklarasi. "Usaha mencari perdamaian dunia pada hakekatnya berkaitan dengan perjuangan kita melawan imperialisme, kolonialisme neo-kolonialisme, apartheid, rasialisme dan zionisme." Kutipan ini memberi kesan bahwa gerakan Non-Blok masih berpijak pada kemurniannya. Paling tidak seperti yang tercantum di atas kertasnya. Toh, sejak didirikannya organisasi ini di Beograd tahun 1961 ia sudah menampilkan citra 'anti imperialis'. Namun pertemuan puncak ke VI itu ang dihadiri 45 kepala negara dari 96 negara anggotanya tak bisa membebaskan diri dari pertentangan yang memang 'ada' di antara sesama anggota. Dua masalah besar, yaitu kedudukan Mesir dan masalah siapa yang berhak mewakili Kamboja, merupakan topik yang hampir menghabiskan energi para peserta. Mesir yang setelah persetujuan Camp David menjadi seteru kelompok negara Arab hampir saja dikucilkan dari pertemuan itu. Apalagi pihak tuan rumah menunjukkan simpatinya yang berlebih-lebihan kepada kelompok negara Arab radikal. Untung saja seorang pendiri Non-Blok, Marsekal Josip Broz Tito tampil dengan garis moderat. Tito mengingatkan bahwa bagaimanapun Mesir punya sejarah dalam mendirikan gerakn Ini. Biro Kordinasi Tapi sebuah resolusi yang mengutuk persetujuan Camp David dan perjanjian terpisah Mesir-Israel (Maret 1979) berhasil disepakati sidang. Ditambah dengdn pembentukan panitia Ad Hoc yang terdiri dari anggota Biro Kordinasi untuk menilai kembali kedudukan Mesir. Panitia itu akan bersidang di New Delhi tahun 1981 guna menentukan apakah Mesir akan dikeluarkan atau tetap dalam gerakan itu. Soal Kamboja yang tak bisa diputuskan dalam sidang tingkat Menlu negara Non-Blok di Colombo Juni laiu juga merupakan bahan perdebatan yang cukup sengit. Kuba sebagai tuan rumah ingin cepat-cepat agar kursi Kamboja dibiarkan kosong saja. Padahal masih banyak perbedaan pendapat di kalangan delegasi dalam melihat kasus ini. Jalan tengah akhirnya ditemukan juga, namun kursi Kamboja sampai akhir sidan tetap dikosongkan. Presiden Khiu Sampan yang mewakili rejim Pol Pot yang sudah digulingkan dan begitu pula leng Samrin yang didukung Vietnam terpaksa terus menerus berada di luar wilayah persidangan. Sebuah resolusi Havana memutuskan bahwa kontroversi ini yaitu siapa yang berhak mewakili Karmboja pun akan ditentukan oleh Biro Kordinasi dalam sidangnya di New Delhi tahun 1981. Di luar keramaian pembicaraan tentang masalah rawan, secara sayup kedengaran juga himbauan kelompok negara miskin. Sekali ini yang kena tuding tentu saja para anggota OPEC yang kaya karena minyak. Presiden Bangladesh Ziaur Rachman, misalnya, mengharapkan agar produsen minyak yang menjadi anggota Non-Blok hendaknya memberikan bantuan ekonomi yang lebih efektif kepada negara sedang berkembang. Apalagi diketahui sebagian besar anggota OPEC juga menjadi anggota Non-Blok. Sementara itu PM Jamaica Michael Manly selain menghimbau negara produsen minyak agar menanamkan modalnya di negara sedang berkembang, juga mengeritik tingkah beberapa negara OPEC. "Kami sangat sedih melihat petro dollar yang merupakan hasil keringat rakyat miskin dari negara sedang berkembang diinvestasikan di negara yang ekonominya sudah maju," kata Michael Manly. Bahkan dia juga menganjurkan negara produsen minyak membicarakan secara bersama 'cara menjadikan dolar bermanfaat bagi mereka yang miskin'. Hanya anjuran tentunya. Bagi Indonesia khususnya, KTT ini agak mengecewakan. "Konperensi mencatat dengan rasa khawatir bahwa sekalipun telah diputuskan dalam KTT ke V, rakyat Timor Timur masih berada di bawah dominasi asing." Itu tercantum dalam suatu bagian dari deklarasinya. "Adalah hak rakyat Timor Timur," demikian deklarasi Havana ini, "untuk menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan resolusi Majelis Umum PBB No. 1514/IX." Jadi, KTT ini tidak mengakui kenyataan bahwa Timor Timur sudah aman dan memilih masuk Republik Indonesia. Tidak mengherankan bahwa Wapres Adam Malik meninggalkan Havana sebelum KTT itu berakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus