TIDAK seorang pun yang menduga Ahad lalu akan menjadi pagi
berdarah bagi Burma. Mausoleum Martir, yang terletak tidak jauh
dari gerbang utara Pagoda Shwe Dagon, Rangoon, tempat yang akan
dikunjungi presiden Korea Selatan Chun Doo-Hwan, hancur akibat
ledakan bom. Chun selamat, karena iring-iringan kendaraan yang
membawanya ke mausoleum itu terhambat beberapa menit. Inilah
percobaan pembunuhan kedua terhadap Chun di luar negeri yang
pertama terjadi ketika ia berkunjung ke Kanada, 1982. Tapi Korea
Selatan tetap kehilangan. Enam belas pejabat tinggi mereka, yang
mendahului Chun ke Mausoleum Martir, tewas seketika. Empat di
antara korban adalah menteri senior: Wakil PM Suh Suk Joon Menlu
Lee Bum-Suk, Menteri Industri & Pirdagangan Kim Dong-Whie, dan
Menteri Sumber Alam & Energi Suh San-Chul. Menurut Radio
Burma, tiga pejabat mereka ikut terbunuh. Korban lain 15 warga
Korea Selatan dan 33 warga Burma luka-luka.
Segera sesudah ledakan, tentara Burma diperintahkan menggeledah
semua orang yang berkeliaran di jalan. Bandar udara Rangoon dan
Mausoleum Martir, monumen yang dibangun untuk memperingati
Jenderal Aung-San, pemimpin Burma yang terbunuh tahun 1947,
dikawal ketat. Tapi sebegitu jauh belum ada yang ditahan ata
peledakan bom tersebut.
Presiden Chun Doo-Hwan dalam pernyataan resminya menuduh Korea
Utara sebagai otak pelaku kejahatan. Tuduhan itu bukan tidak
berdasar. Beberapa hari sebelum kunjungan Chun Interpol telah
memperingatkan pemerintah Burma tentang beberapa teroris yang
menyelinap ke wilayah mereka. Seperti diungkapkan kantor berita
Prancis, AFP dari Rangoon, mereka itu terdiri dari warga negara
Prancis, Aljazair, dan Italia. Tapi seorang pejabat tinggi
Burma, yang tidak disebut namanya, berkomentar "Tak ada bukti
untuk memastikan teroris itu bekerja sama dengan pemerintah
Korea Utara."
Presiden Burma U San Yu resmi mengutuk perbuatan biadab itu -
yang katanya "direncanakan". "Para pelakunya akan dihukum
setimpal dengan kejahatan teror yang begitu pengecut," katanya.
Semula rencana kunjungan Chun Doo Hwan ke enam negara - Burma,
India, Sri Lanka, Australia, Selandia Baru, dan Brunei -
dicanangkan sebagai diplomasi tingkat tinggi yang positif.
Sebab, kunjungan itu pada dasarnya adalah upaya tandingan untuk
mengimbangi hubungan baik Korea Utara dengan negara-negara
tersebut - khususnya Burma, India, dan Sri Lanka. Dengan
terjadinya tragedi Rangoon, serta merta Chun membatalkan seluruh
rencana lawatannya.
Sesudah penembakan pesawat KAL, 1 September, pembunuhan Rangoon
menambah beban duka rakyat Korea Selatan. "Mengapa lagi-lagi
harus negeri saya yang menderita?" ujar seorang ibu rumah tangga
di Seoul. Ia tentu akan bertambah iba bila mendengar keterangan
seorang ahli Amerika yang mengatakan bahwa dalam tragedi KAL,
pilot pesawat pemburu Uni Soviet salah mengidentifikasikan
sasaran.
Dengan peristiwa Rangoon, untuk kedua kalinya dalam 40 hari,
bendera Korea Selatan kembali dikibarkan setengah tiang. Dari
Seoul diberitakan bagaimana perasaan amarah, frustrasi, dan
pedih yang tidak terperikan telah mencekam seantero negeri.
Lewat televisi, Menteri Penerangan Lee Jin Hie berpesan kepada
seluruh warga negara agar tidak terpancing sementara pemerintah
mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan
nasional. Upacara pemakaman korban akan dilangsungkan Sabtu ini.
Sampai Selasa subuh, Pemerintah Korea Utara belum bereaksi
terhadap tuduhan Chun Doo-Hwan. Namun, dikhawatirkan ketegangan
antara kedua negara, yang berbeda kiblat itu, bisa meningkat dan
meruncing. Chun sendiri sebelum bertolak ke Rangoon sudah
menyinggung kemungkinan adanya bahaya yang mengancam, tidak
saja bagi semenanjung dan rakyat Korea,juga terhadap "perdamaian
dunia". Beberapa tindakan Pyongyang jelas merisaukan Chun.
Misalnya infiltrasi tiga komando katak, Juni silam, meski bisa
digagalkan, ikut merusakkan prakarsa damai yang dirintis Seoul
sejak 1982.
Pyongyang, yang dari luar tampak tenang, juga melakukan manuver
politik yang mengakibatkan beberapa negara Nonblok memboikot
konperensi Persatuan Antar parlemen yang berlangsung di Seoul
belum lama ini. Penembakan pesawat KAL oleh Uni Soviet juga sama
sekali tidak diacuhkan Pyongyang - padahal Seoul mengharapkan
sedikit rasa simpati. Akhirnya, pembunuhan di Rangoon, tak dapat
tidak, telah menjerumuskan hubungan kedua neara itu ke titik
paling rendah sejak berakhirnya Peran Korea tahun 1953.
Terepas dari tangan-tangan kotor Korea Utara, yang diduga Seoul
telah ikut bermain, pemerintah Burma tetap dituntut untuk
melakukan penyelidikan yang tuntas. Presiden Chun malah minta
kepada Rangoon supaya seluruh kebenaran bisa diungkapkan.
Pembunuhan itu, yang besar kemungkinan dilakukan oleh penjahat
profesional, tak pelak lagi merugikan citra Burma di dunia
internasional.
Burma, yang cenderung menutup diri dari lingkungan kerja sama
ASEAN, menjalin hubungan diplomatik dengan kedua negara Korea
tahun 1975. Negara sosialis yang berhaluan netral murni dalam
politik luar negerinya ini secara konsisten mempraktekkan
politik jarak sama (equidistance) dengan Korea Selatan dan Korea
Utara. Meski Rangoon selalu menyerukan penarikan tentara asing
dari Semenanjung Korea (ada 40.000 tentara AS di Korea Selatan),
toh Ne Win berhasil menjalin keakraban dengan Seoul terutama di
bidang ekonomi. Sayang, hubungan itu sekarang ternoda cucuran
darah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini