Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Penghematan, tanpa panggung... langkah baru penghematan, tanpa panggung...

Struktur organisasi Abri akan dirombak. banyak hal yang akan diubah dalam organisasi tersebut. akan dilakukan penghematan dan peningkatan efisiensi serta ketrampilan profesional.

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESEDERHANAAN sering jadi ucapan, tapi apa yang tampak hari itu memang mengesankan. Upacara peringatan hari ulang tahun ABRI 5 Oktober lalu di Senayan selesai dalam waktu kurang dari dua jam. Tidak ada pesawat jet yang ikut menderu dalam flypass. Tidak ada demonstrasi satu batalyon pasukan diterjunkan. Hidangan untuk hadirin cukup sebungkus kue dan satu dus teh. Semuanya efisien, dan memenuhi tujuan: sebuah hari kelahiran tidak dilupakan. Juga sebuah pola baru telah ditunjukkan. Tahun ini hanya enam brigade pasukan yang ikut upacara. Tidak ada pasukan yang didatangkan dari luar Jakarta. "Jadi, tidak ada biaya untuk pengangkutan pasukan, biaya akomodasi, dan sebagainya," kata seorang perwira Hankam. Bila ada yang agak istimewa tahun ini, itu cuma Pameran Industri dan Teknologi Hankam di Istora Senayan yang dibuka Presiden Soeharto dan Ny. Tien. Berbagai peralatan ABRI yang dimiliki, termasuk peluru kendali Exocet, untuk pertama kalinya dipamerkan kepada umum. Tidak adanya demonstrasi kegiatan operasional atau kemahiran militer itu telah dipertimbangkan jauh-jauh hari. Panglima ABRI Jenderal L. Benny Moerdani memang menghendakinya. "Kesederhanaan ini bukanlah berarti berkurangnya penghormatan dan penghargaan kita terhadap Hari ABRI kebanggaan kita itu," kata Jenderal Benny pada pidatonya di TVRI. Alasan kesederhanaan ini, menurut Pangab, adalah "keprihatinan yang mendalam akan keselamatan kesinambungan pembangunan nasional yang sedang dihambat kesulitan akibat resesi dunia." Namun, tak berarti ABRI, di bawah Jenderal Benny, adalah ABRI masa resesi. Di balik itu semua, Jenderal Benny agaknya memanfaatkan Hari ABRl itu sebagai titik awal dan suatu kebijaksanaan barunya: bagaimana menyusun suatu ABRI yang cocok untuk Indonesia kini dan di masa depan yang nampak. Kabarnya, hal itu diuraikannya dalam Rapat Pimpinan (Rapim) ABRI 1983 yang berlangsung di Jakarta 26-29 September lalu. Sebelumnya, dalam kunjungan peninjauannya ke berbagai daerah, kebijakanaan baru ini telah diuraikan Benny. Dalam perintah harian 1 April 1983, Pangab dengan jelas meneantumkan soal penghematan dan peningkatan efisiensi serta keterampilan profesional. Dan Rapim yang dihadiri 146 pejabat teras ABRI itu merupakan forum paling tepat bagi Pangab untuk menyampaikan kebijaksanaan pimpinan ABRI itu secara lebih terperinci. Kebijaksanaan yang akan melahirkan perubahan cukup besar itu pada dasarnya bukan sesuatu yang baru, memang. Tapi jelas lebih konsisten derapnya. "Selama ini kita kurang memperhatikan pengeluaran uang untuk meningkatkan efisiensi. Pengeluaran yang hanya untuk kelihatan kaya, atau gagah, harus dikasih rem yang agak lebih kencang, kata Benny. Dengan lain kata, Pangab mengingini ABRI perlu ikut prihatin. Langkah pertama kebijaksanaan baru tersebut adalah meninjau semua hal berdasarkan fungsinya. "Setelah itu, ditentukan tugas pokoknya, dan baru kemudian bagaimana pengorganisasiannya," kata seorang pejabat Hankam. Upacara yang bersifat seremonial, misalnya, dinilai tidak sesuai dengan fungsi dan tugas pokok ABRI. Dan peringatan Hari ABRI secara besar-besaran rupanya termasuk kategori ini. "Sebagai pertanggungjawaban pada rakyat, sekaligus untuk menunjukkan bahwa ABRI siap menangkal tiap serbuan, peringatan Hari ABRI yang besar memang baik. Tapi itu tidak perlu dilakukan setiap tahun. Mungkin sekali dalam lima tahun di akhir satu Repelita," kata sebuah sumber TEMPO. Menurut suatu sumber lain, belakangan ini memang tumbuh berbagai kebiasaan yang tidak sesuai atau malahan bertentangan dengan tugas pokok ABRI. Umpamanya, ada suatu kesatuan yang memperingati ulang tahunnya dengan acara demonstrasi menembak oleh anggota Persit. Itu tentu sesuatu yang bisa dinilai berlebihan. Biaya cukup besar dikeluarkan untuk melatih para ibu itu menembak. Contoh lain: pembangunan balai prajurit atau gedung serba guna di tiap daerah juga bisa dianggap tidak teramat perlu. Ternyata bangunan itu jarang digunakan untuk acara-acara prajurit, dan lebih sering disewakan pada pihak luar untuk pesta pengantin... Contoh itu mungkin cuma contoh permukaan, tapi mencerminkan belum adanya suatu tinjauan yang menyeluruh mengenai pengeluaran ABRI yang rasional. Ada empat pos pengeluaran: biaya personil, biaya penggiatan (operating cost), biaya pemeliharaan (maintenance cost), dan biaya investasi. "Di masa lalu, biaya personil ini terlalu besar, pernah mencapai 70 persen dari pengeluaran," kata seorang pejabat teras ABRI. Biaya personil ini meliputi gaji prajurit, uang lauk-pauk, dan pengeluaran rutin lainnya. Penekanan biaya personil ini tidak berarti pengurangan personil ABRI. Belanja rutin yang tinggi, menurut suatu penelitian, ternyata terutama disebabkan oleh struktur organisasi ABRI. Karena itu, hal inilah yang dijadikan sasaran. Seperti dikatakan Pangab Benny dalam wawancaranya dengan TEMPO, organisasi ABRI saat ini dinilai terlalu besar dan tidak sesuai lagi dengan situasi saat ini. Dibentuk setelah 1965, oranisasi ABRI sekarang tampaknya terlalu terpengaruh oleh suasana purna-G30S/PKI. Waktu itu ABRI sempat terguncang perpecahan sebagai akibat penyusupan PKI, yang hampir bikin bentrok pelbagai angkatan. Maka, tatkala ditata kembali, tujuan pokoknya adalah integrasi. Penampilan integrasi melalui penyusunan suatu organisasi yang sama dan sebangun pada keempat angkatan - agar tampak "adil". Demikianlah, di mana ada Kodam (Komando Daerah Militer), dibentuk Kodau (Komando Daerah Angkatan Udara), Kodaeral (Komando Daerah Angkatan Laut) dan Kodak (Komando Daerah Kepolisian). Bila di TNI-AD ada sekian asisten yang berpangkat jenderal, di TNI-AU dan TNI-AL akan terdapat susunan dan jumlah yang sama itu adalah hilangnya kekhasan matra angkatan. "Misalnya AURI. Menurut doktrinnya, AU sangat mengutamakan peralatan dan teknologi. Tapi, untuk persamaan denan angkatan lain, AURI harus membayarnya dengan menurunnya tingkat profesionalisme individunya," ujar suatu sumber TEMPO. Artinya, jumlah personilnya terlalu banyak dibanding peralatan yang ada, sedangkan tingkat kemahiran dan keterampilan belum dianggap memadai. Kini integrasi keempat angkatan dianggap telah tercapai. Maka, tiba saatnya organisasi yang ada ditata secara lebih rasional. "Struktur organisasi ABRI yang sekarang ini lebih berat ke atas. Terlalu banyak jenderal dan pimpinannya, ' kata seorang perwira tinggi Hankam. Menurut dia, masalah penyusunan dan penataan kembali ABRI ini merupakan salah satu masalah utama yang dibicarakan dalam Rapim. Keluarnya Undang-undang Nomor 20/ 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI, yang diundangkan tahun lalu, rupanya dimanfaatkan pimpinan ABRI untuk menata kembali organisasi ABRI ini. Belum jelas bagaimana struktur organisasi ABRI yang baru ini. Keputusan Presiden yang mengaturnya belum keluar. Tapi, menurut beberapa sumber, organisasi baru ABRI ini memang lebih efisien. Di Markas Besar ABRI, tiga kepala staf yang semula ada dikurangi menjadi dua. Kepala Staf Administrasi (Kasmin) akan dipindahkan ke Departemen Hankam sebagai Sekjen. Hingga yang tinggal Kepala Staf Umum (Kasum) dan Kepala Staf Sosial Politik (Kasospol) yang dahulu disebut Kepala Staf Kekaryaan. Kasum akan mengepalai staf Pangab dalam melakukan tugas hankamnya, sedang Kasospol merupakan tangan Pangab dalam menjalankan tugas sosial politik. Mengapa Kepala Staf Kekaryaan diubah namanya menjadi Kasospol? "Itu tidak berarti dwifungsi ABRI mau ditingkatkan. Alasannya hanya agar fungsi sosial politik ABRI lebih gamblang dinyatakan, dan ini lebih luas artinya dari kekaryaan," kata seorang pejabat Hankam. Sejauh mana penghematan bisa dilakukan dalam susunan organisasi ABRI yang baru ini, tentu saja, masih harus ditunggu. Namun, pimpinan ABRI kabarnya telah merumuskan suatu komposisi yang ideal dari pengeluaran ABRI: belanja rutin 50%, penggiatan 10%, pemeliharaan 10%, dan investasi 30%. Menurut perhitungan, dengan biaya investasi yang30% tadi, ABRI bisa membeli peralatan baru, hingga tidak ketinggalan dengan perkembangan teknologi mutakhir yang di beberapa bagian memang mau.tak mau harus dlmlhkl. Komposisi pengeluaran yang ideal tersebut hingga kini belum bisa dicapai. Dalam anggaran belanja ABRI 1983/1984, misalnya, belanja rutin memang telah bisa ditekan sampai 50,83% dan pemeliharaan 9,67%. Tapi kedua pos pengeluaran lainnya masih timpang: investasi 22,4% dan penggiatan 16,96%. Mungkin karena itulah belanja penggiatan di masa mendatang akan lebih ditekan. Salah satu kegiatan ABRI yang termasuk penggiatan yang tampaknya bakal terkena adalah program ABRI Masuk Desa (AMD). Di waktu lalu, di beberapa daerah, AMD ini dilakukan dengan mengirimkan pasukan dari daerah lain yang tiba di daerah lokasi AMD - dengan diterjunkan dari pesawat terbang. Kelak, "Tidak akan ada lagi AMD yang diterjunkan," kata Pangab Benny. Menurut Benny, program AMD dengan penerjunan dulu itu dimaksudkan agar semua pasukan ABRI mengenal daerah lainnya. Kebijaksanaan itu kini diubah. Yang dikerahkan dalam AMD adalah pasukan ABRI setempat, karena mereka lebih mengenal daerahnya. Yang diwajibkan mengenal daerah lain sekarang ini hanya para perwira. Dari berbagai langkah penghematan Benny, tampaknya yang paling akan nampak di mata secara langsung adalah rencana penyeragaman pakaian buat ketiga angkatan dan polri. Meskipun "peraturan mengenai hal ini sedang dipersiapkan," kata Kepala Puspen Hankam Laksamana Emir Mawengkang, tapi sebuah sumber menyatakan: warna seragam baru yang dipilih ialah warna khaki. Menurut Emir, pelaksanaan penyeragaman pakaian ini menunggu masa habis pakaian uniform yang sekarang ini. "Bukan penghematan namanya kalau seragam baru itu dilaksanakan sebelum seragam yang sekarang dipakai habis masa pakainya," ujar Emir. Segalanya memang dihitung. Menurut Jenderal Benny sendiri, dengan penyeragaman ini bisa dihemat uang sampai Rp 24 mllyar setahun (Lihat Wawancara). Dalam sejarah ABRI, upaya penghematan seperti sekarang ini tentu bukan yang pertama kali dilakukan. Pada 1950 pimpinan ABRI melakukan tindakan yang lebih drastis: mengurangi jumlah pasukan dari 500.000 menjadi tinggal sekitar 200 .000 . "Rasionalisasi" tersebut sempat menimbulkan gejolak karena sebagian besar prajurit yang diberhentikan itu adalah bekas lasykar yang punya afiliasi politik. Yang dilakukan Jenderal Benny sekarang ini agak berbeda. Jumlah personil tidak akan dikurangi. "Yang ditingkatkan adalah pendayagunaan tiap individu secara optimal. Malah kalau kurang, akan ditambah," kata seorang pejabat Hankam. Sebagai contoh ia menunjuk Polri. Berbeda dengan angkatan perang, Polri tidak bisa digantikan dengan peralatan yang modern sekahpun. Untuk meningkatkan mutu Polri, mulai 1984 syarat minimum pendidikan calon bintara adalah lulusan SMTA. "Dengan demikian nanti kita akan memperoleh sersan polisi yang kualitas pendidikannya SMTA ditambah sebelas bulan pendidikan bintara," kata Kapolri Letjen (pol) Anton Soedjarwo. Berbagai langkah baru Jenderal Benny tampaknya memang ditunggu banyak pihak sekarang. Di saat-saat ekonomi Indonesia tersendat akibat resesi ekonoi dunia, suatu kesadaran tumbuh: bagaimana membentuk suatu angkatan bersenjata yang kekuatan dan fungsinya cocok dengan keperluan yang ada secara rasional. Namun Benny, seperti biasanya, tidak ingin bikin pentas pertunjukan. la, misalnya, tidak akan menjalankan kebijaksanaan ini secara drastis. Efisien dan cukup perhitungan dalam sasaran maupun dalam cara. Ia juga tidak menyenggol masalah yang bisa dianggap peka oleh sejumlah orang: menyempitnya kesempatan promosi menjadi perwira tinggi dengan dirasionalisasikannya organisasi ABRI. Dalam wawancaranya dengan TEMPO, ia tidak mengemukakan pengharapan yang berlebihan tinggi. Seperti kebiasaannya dalam operasi tentara, ia mengharapkan hasil yang terbaik, tapi juga bersiap menghadapi kemungkinan yang terburuk. Menurut Benny, apa yang dilakukannya sebetulnya bukan sesuatu yang baru. "Saya hanya menggali kembali tradisi ABRI yang lama," katanya. Mungkin yang dimaksud tradisi semasa ABRI dilahirkan pada Oktober 1945, tatkala Indonesia tak punya apa-apa. Toh kepentingan bangsa ditaruh diatas segala-galanya. Di saat ABRI memasuki usianyayang ke-39, terasa hal ini menyegarkan. Bukan karena kata kesederhanaan itu, bukan pula semata-mata karena suara penghematan itu. Tapi karenanya dirumuskan melalui analisa yang jernih, berimbang, dan dengan kesadaran: ketika Indonesia tak menghadapi ancaman yang mendesak, dari luar maupun dari dalam, segala daya upaya disiapkan untuk kemajuan yang yang selama ini dicita-citakan. Bukan untuk menggebrak-gebrak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus