ENAM bulan setelah menjabat pangab, tak banyak yang berubah
pada Jenderal L.B. Moerdani, kecuali kesibukannya yang
bertambah. Bicaranya masih suka lepas, dan banyak humor. Di luar
acara resmi, jenderal berbintang empat, yang awal Oktober ini
genap berusia 51 tahun, masih saja mengemudikan sendiri
mobilnya. "Supaya saya tak kehilangan kemahiran mengemudi,"
katanya. Akhir pekan lalu ia menerima wartawan TEMPO Susanto
Pudjomartono. Berikut petikan dari wawancaranya.
Peringatan Hari ABRI 5 Oktober lalu dilakukan secara sederhana,
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mengapa?
Pak Jusuf dulu mau memperkenalkan ABRI yang menurut pandangan
kami dulu agak kurang diperhatlkan orang. Sekarang kami tidak
berbuat begitu karena dirasa ABRI sudah cukup dikenal. Pada saya
ada pilihan: melanjutkan itu dengan risiko biaya yang biasanya
dikeluarkan untuk itu benar-benar akan hilang, atau ambil risiko
menghentikannya sekarang dan mencoba benar-benar meningkatkan
mutu tentara.
Misalnya, biaya terbang pesawat Hercules untuk mengangkut
pasukan per jam seribu dolar. Dengan uang itu, berapa banyak
mesiu yang bisa dibeli untuk dapat membuat prajurit mahir
menembak? Kita sedang menghadapi tahun-tahun yang sulit.
Dalam masa ke-pangab-an saya, mungkin saya tidak akan mendapat
biaya terlalu banyak. Dengan biaya yang ada itu, saya harus
menyingkirkan suatu persentase tertentu untuk memenuhi harapan
rakyat pada tentara. Jadi, pengeluaran yang menurut penelitian
tidak ada gunanya, atau menghambur-hamburkan uang, akan dihapus.
Yang akan dihapus pengeluaran apa saja?
Pengeluaran rutin yang akan ditekan. Dana-dana yang tidak
terpakai atau Siap (sisa anggaran pembangunan) akan dihitung.
Pengurangan berikutnya: biaya upacara, biaya perjalanan, dan
organisasi.
Dulu ABRI mempunyai organisasi yang betul-betul melayani
kebutuhan tentara. Lama kelamaan ada semacam keharusan untuk
membesarkannya, bukan tentara atau kemampuannya, tapi
"payungnya". Misalnya, dulu ada kodam-kodam. Lalu ada gejala di
masa lalu, di mana ada kodam harus ada kodau (komando daerah
angkatan udara), kodaeral (komando daerah angkatan laut), dan
daerah kepolisian. Alasannya, supaya keempat angkatan ini
terwakili semua. Kelihatan manis memang, kalau ada empat
jenderal di samping gubernur.
Cuma kalau kita dalami betul-betul, integrasi 'kan sudah
tercapai. Dus, apakah yang ada di situ opsir darat, laut, atau
udara - kalau polisi memang lain - sebenarnya salah satu dari
mereka sudah cukup. Sekarang sedang diteliti mana yang
berlebihan. Kalau satu atau dua komando bisa dihapus, misalnya,
biaya yang bisa dihemat bisa sampai berpuluh milyar rupiah satu
tahun.
Apa lagi yang bisa dihemat?
Rasionalisasi dalam nilai tentara. Misalnya, kita punya 100
batalyon. Tidak semua tugasnya perang. Dalam jangka panjang,
kalau 100 batalyon ini harus dimantapkan semua, tiap orang harus
dilatih nenembak - katakanlah harus menghabiskan 500 peluru.
Daripada tiap orang dikasi 500 peluru yang harganya 150 dollar
per 1.000 butir, pagi-pagi sudah kita hitung, dari 100 batalyon
ini yang betul-betul perang tidak urung sekitar 20 batalyon
saja. Jadi, kepada yang 80 batalyon itu tidak perlu diberikan
500 peluru tiap orang, tapi cukup 100 saja. Kelebihan yang 400
butir bisa diberikan kepada yang 20 batalyon agar mereka lebih
mahir. Atau mungkin mereka cukup ditambah 200 butir lagi. Jadi,
kita bisa menghemat 200 butir kali 80 batalyon.
Contoh lain yang mahal misalnya tentara yang pakai wing itu.
Sering ini hanya menjadi pajangan, padahal sebenarnya merupakan
kemampuan terjun. Karena biaya untuk latihan terjun ini mahal
yang akan mendapat latihan terjun ini pasukan yang terbaik saja.
Jadi, tidak asal kelihatan hidung lantas dikasi wing. Masak 100
batalyon itu semuanya harus loncat? Toh nanti yang akan terjun
tiga atau empat batalyon saja. Biaya untuk memberikan latihan
terjun pada 100 batalyon adalah sedemikian besarnya sehingga
pada akhirnya tujuannya tidak tercapai. Ada yang bilang, mereka
'kan cuma loncat tujuh kali. Ya kalau tujuh kali seratus orang
memang tidak apa-apa. Tapi kalau tujuh kali 100.000 orang ....
Kabarnya penghematan juga akan dilakukan dengan penyeragaman
pakaian.
Itu memang yang sedang dirintis. Ada perkiraan, dengan
penyeragaman pakaian itu bisa dihemat Rp 15 sampai Rp 24 milyar
satu tahun. Itu 'kan banyak. Dua puluh lima milyar rupiah
berarti 25 juta dollar. Dengan itu kita bisa mendapat 30 biji
peluru kendali Exocet.
Dengan penghematan itu apakah berarti pengeluaran untuk
investasi bisa lebih besar?
Ya. Kalau misalnya, dari pemerintah, ABRI mendapat 100 juta
dollar untuk investasi, dengan cara menghemat ini mungkin bisa
ditingkatkan menjadi 140 atau 150 juta dollar.
Tampaknya ada gagasan lain di belakang gerakan penghemat
an ini.
Saya melihat di luaran itu banyak pengeluaran yang sebenarnya
berlebihan. Umpamanya, untuk suatu upacara harus memakai ini-itu
yang biayanya mahal, misalnya saja harus memesan khusus gong
yang nantinya hanya akan dipukul tiga kali.
Tentara tidak boleh ikut-ikutan seperti itu. Hendaknya kita
lebih rasional. Kalau untuk berkendaraan seseorang cukup dengan
Honda Civic atau Toyota Corolla, ya tidak perlu membeli Honda
Accordatau Toyota Corona yang harganya lebih mahal. Di
kantor-kantor lebih baik membeli lemari besi yang tidak bisa
terbakar daripada memesan lemari kayu yang harganya sepuluh
kali lebih mahal. Tapi hal itu mestinya ada batas. Cuma harus
ditentukan, garisnya ini ada di mana.
Apakah hal ini yang dalam Rapim ABRI 1983 dirumuskan sebagai
"membudayakan kesadaran akan biaya dan menumbuhkan sikap hemat"?
Ya. Kalau ABRI itu suatu money-making business (bisnis yang
menghasilkan uang) seperti Pertamina, itu tidak apa-apa. Tapi
kita tidak menghasilkan uang. Kita malahan memakan uang rakyat
terus, dan tidak pernah mengembalikan sesuatu. Mengembalikannya
ya dalam bentuk perang kalau kita membela rakyat. Tapi perangnya
masih seratus tahun lagi kok. Rakyat yang sekarang tidak pernah
merasakan. Ya memang ada AMD, atau program ABRI yang mendukung
ini dan itu. Itu saja.
Jadi, yang ingin diubah itu sebetulnya sikap mental?
Ya, ini memang suatu latihan untuk mengubah sikap mental. Di
sini saya memang sadar bahwa di negara kita ini ada
tabiat-tabiat tertentu, misalnya, untuk menghormati tamu.
Umpamanya, tamu harus disuguhi minuman. Tapi menyuguh tamu
dengan minuman tanpa gula 'kan bisa, tidak usah dilengkapi
dengan klepon atau lemper ....
Apakah gerakan penghematan ini tidak akan mengurangi tingkat
kesejahteraan prajurit?
Jelas tidak. Ini hanya akan mengurangi kehormatan beberapa
kelompok manusia yang menganggap pengeluaran besar itu suatu
keharusan. Gaji prajurit pun tidak dipotong. Malahan justru
penghematan ini bisa menambah kesejahteraan mereka. Uang Rp 100
juta yang misalnya biasa dipakai untuk memperingati ulang tahun
suatu kesatuan, 'kan bisa dipakai untuk memperbaiki asrama
prajurit yang didiami beberapa ratus orang.
Apakah organisasi ABRI nantinya juga akan dirasionalisasikan?
Ya. Singkatnya organisasi yang sekarang ini terlalu heavy untuk
yang kita perlukan. Dan heavy-nya itu ya, karena itu tadi,
supaya keempat angkatan terwakili. Tapi saya tidak ingin
menimbulkan kesan bahwa pendahulu-pendahulu saya dulu salah.
Mungkin dulu memang perlu begitu.
Jadi, organisasi ABRI nanti akan lebih "langsing"?
Akan lebih kecil.
Seberapa kecil?
Ambil contoh perbandingan orang yang beruniform dan tidak. Di
negara lain juga ada, tapi orang-orang preman itu biasanya
kelompok ahli. Kalau di negara kita 'kan banyak orang preman
yang menyapu. Mereka termasuk tenaga sipil kita. Padahal, ada
cara yang lebih gampang. Pekerjaan yang biasa dikerjakan tenaga
sipil akan dilihat mana yang bisa dikerjakan tentara. Yang
tidak, akan diborongkan pada pihak luar.
Contoh lain: jumlah pesawat terbang kita sekitar seratus buah.
Jumlah personil AURI 27 ribu. Angkatan Udara Singapura, yang
menerbangkan 150-160 pesawat terbang, personilnya cuma 7 ribu.
Kalau kita bisa mengurangi dari 27 ribu menjadi 15 ribu,
sebenarnya sudah agak baik, walau belum efisien sekali. Tapi
kita tidak akan mengurangi personil AURI menjadl sebesar
Singapura. Kita malahan akan menambah peralatan AURI sehingga
bisa mendukung operasi udara.
Di sini masuk masalah yang menjadi masalah nasional: tenaga
kerja. Hendaknya ABRI jangan diharapkan bisa berpartisipasi
penuh dalam hal ini, dan dianggap saja suatu departemen yang
tidak padat karya.
Apakah gagasan reorganisasi dan rasionalisasi ini berarti jumlah
personil ABRI akan dikurangi?
Begini ya. Jumlah ABRI yang sekarang ini sebetulnya masih
terlalu kecil. Hanya sedikit sekali kesatuan kita yang mempunyai
kekuatan penuh. Kalau dipenuhkan atau kalau diciptakan beberapa
kesatuan baru, barangkali kekuatan kita harus ada 500.000. Yang
terutama perlu ditambah polisi, karena kehadiran mereka tidak
bisa diganti dengan teknologi apa pun.
Rasionalisasi organisasi ini 'kan berarti jumlah perwira tinggi
akan berkurang.
Ada pikiran ke arah itu. AURI dan ALRI tidak memerlukan jumlah
sebanyak Angkatan Darat. Jumlah perwira tinggi yang ideal sulit
dirumuskan. Kalau piramida organiknya memang bisa disusun. Yang
menjadi masalah: kekaryaan Seorang gubernur atau duta besar yang
pangkatnya mayor 'kan sulit diterima ....
Jadi, tidak akan ada tindakan drastis.
Tidak. Lima tahun yang akan datang ini diharapkan dipakai untuk
persiapan ke arah usaha menyadari berbagai rencana ini. Mudah-
mudahan dalam Renstra (rencana sasaran strategi) IV nanti
(1990-an), semua ini akan bisa tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini