IBARAT sebutir telur, posisi Presiden Ferdinand Marcos kian
bergulir ke ujung tanduk. Baru Ahad lalu ia berseru, penundaan
kunjungan Presiden Ronald Reagan akan berarti kemunduran
(setback) bagi Filipina. Esoknya Gedung Putih mengumumkan,
perjalanan itu betul-betul ditunda. Banyak pengamat menilai
berita ini sebagai sodokan ke alamat Marcos.
Di pusat perdagangan Makati, Manila, kabar itu membangkitkan
arus balik yang dramatis. Reagan, yang tiga pekan lalu
dicacimaki dan bonekanya dibakar, mendadak tampil sebagai
pahlawan baru. Namanya dielu-elukan sekitar 20 ribu demonstran.
"Mister Reagan, kami mencintai kesetiaan Anda terhadap prinsip
demokrasi," bunyi tulisan di selembar spanduk yang mereka bawa.
Gelombang demonstrasi kali ini muncul lebih berwarna. Selain
mahasiswa dan pedagang, hadir pula para bintang film dan ratu
kecantikan. Suasana mendekati karnaval. Di antara massa terlihat
Nor Aunor, bintang film yang mungkin paling tenar di Filipina
sekarang ini. Mereka bersorak-sorak, antara lain, "Pangkalan
militer boleh jalan terus, tapi Marcos harus mundur."
Memang banyak yang terjadi di Filipina, Rabu itu. Di Istana
Malacanang, Presiden Marcos menerima enam pemuka kelompok
pengusaha, pimpinan Enrique Zobel, yang baru saja memisahkan
diri dari grup bisnis Ayala. Ini adalah pertemuan keempat antara
sang presiden dan wakil-wakil pengusaha, sejak 2 Oktober.
Dalam pertemuan terakhir, kabarnya, Marcos bersedia mendengar
lebih banyak. Delegasi yang dipimpin Zobel mengajukan lima nama
yang "bermutu" dan "tidak memihak" untuk duduk dalam komisi
penyelidik pembunuhan Benigno S. Aquino. Padahal, 1 Oktober,
Marcos memerintahkan penangkapan Rogelio S. Pantaleon, wakil
presiden sebuah maskapai besar dan direktur pelaksana sebuah
klub bisnis terkemuka. Para pengamat melihat tindakan ini
sebagai bagian dari ancaman Marcos terhadap "para pengusaha yang
ambil bagian dalam demonstrasi anti pemerintah." Pantaleon baru
dibebaskan lima jam kemudian, sementara menanti sidang
pengadilan.
Kejutan lain, Rabu yang sama, ialah pengumuman devaluasi mata
uang peso. Devaluasi kali ini mencapai 21,4% - terbesar selama
23 tahun terakhir. Kini, nilai tukar mata uang Filipina itu
menjadi 14 peso untuk US$ 1.
Kerusuhan terakhir, menurut perkiraan Bank Dunia, menyebabkan
ekonomi Filipina melompat ke belakang 10 tahun. Negeri itu kini
menanggung utang Rp 18 trilyun 40% di antaranya merupakan
pinjaman jangka pendek. Menurut Bank Sentral Filipina, neraca
pembayaran memperlihatkan defisit Rp 800 milyar. Seorang
pengamat memerkirakan, devaluasi kali ini akan mengangat angka
inflasi menjadi 15%.
Ketidakpastian politik membuat kapitalis dalam negeri berusaha
memindahkan modalnya. Di Washington, pekan lalu, Perdana Menteri
Cesar Virata mengaku sekitar Rp 200 milyar mengungsi dari
Filipina selama beberapa minggu terakhir. Virata berada di sana
untuk mencari tambahan pinjaman dari Dana Moneter Internasional
(IMF) dan organisasi keuangan lainnya. Devaluasi ini, menurut
perkiraan seorang pengamat, akan memberi angka nol pada laju
pertumbuhan ekonomi Filipina 1984.
Mungkin tidak berlebihan, bila banyak pengamat membandingkan
Filipina sekarang dengan Iran di zaman Syah. Mereka mengemukakan
tiga analogi. Pertama, Marcos sama otoriternya dengan Syah.
Kedua sama tidak populernya dengan Syah. Dan ketiga, sama
sakitnya dengan Syah.
Sementara itu, gangguan kearnanan di daerah pinggiran semakin
memuncak. Terakhir, misalnya, 46 orang (39 di antaranya tentara)
terbunuh di Mindanao, Filipina Selatan. Serangan ini dilancarkan
Tentara Rakyat Baru (NPA), pasukan bersenjata Partai Komunis
Filipina dari sayap Maois.
Sejak pembunuhan Aquino, dukungan basis bagi posisi Marcos
semakin surut. Kini, kabarnya, dukungan itu tinggal dari
sejumlah kecil pembantu inti dan beberapa jenderal - terutama
KSAD Jenderal Fabian Ver. Kelompok teknokrat yang membantu
pemerintah masih melaksanakan tugas mereka dengan teratur, tapi
menolak ambil bagian dalam kegiatan politik.
Dalam pada itu, partai-partai oposisi mulai mendekati angkatan
bersenjata. Menurut Agapito "Butz" Aquino, adik mendiang Ninoy,
beberapa perwira sudah menyatakan dukungan atas kampanye
pembaruan politik dan negeri. "Kami sudah berbicara dengan para
perwira yang lebih loyal kepada Republik ketimbang kepada
Marcos," ujar Butz setelah suatu rapat antipemerintah. Ia juga
menyinggung dukungan oposisi dari daerah pedalaman Luzon,
Visayas, dan Mindanao.
Seperti belum cukup dengan segala kesulitan ini, Marcos mau tak
mau harus ikut pula memikirkan pemogokan 20 ribu pekerja di
pangkalan militer AS di Filipina. Pemogokan ini dikabarkan
semata-mata menuntut kenaikan upah, dan tidak ada hubungannya
dengan penundaan kunjungan Reagan.
Imbauan untuk "rekonsiliasi nasional" seperti diserukan Jaime
Kardinal Sin, memang makin santer. Terutama setelah mendapat
dukungan dari kalangan pengusaha, yang selama ini dianggap
tulang punggung kekuasaan Marcos. Sementara itu, barisan oposisi
membentuk persekutuan baru yang dinamakan JAJA (justice for
Aquino, Justice for all).
Tapi, versi yang belum menentu terhadap pembunuhan Aquino
membuat banyak soal tertunda. Minggu lalu muncul versi terbaru,
berdasarkan rekaman suara yang dilakukan jaringan televisi
Amerika ABC dan TBS. Berdasarkan rekaman, yang kemudian
dianalisa di laboratorium suara Niho Onkyo di Yamanashi, Jepang,
kuat dugaan bahwa Ninoy ditembak salah seorang petugas keamanan
yang menggiringnya turun dari pesawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini