Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ELENA Lappin, penulis novel dan jurnalis lepas asal Inggris, melenggang ke meja imigrasi di bandara Los Angeles, Amerika Serikat. Tanpa prasangka, ia menyodorkan paspornya ke petugas imigrasi, lalu terperangah. Sebab, hanya dalam hitungan menit, dirinya berubah menjadi sosok kriminal. Di bawah tatapan mata penumpang lainnya, tangan Lappin diborgol aparat imigrasi setempat dan digiring ke ruangan lain.
Di ruang itu, sekujur tubuhnya diperiksa, wajah Elena dipotret, sidik jarinya diambil. Setelah diinterogasi satu jam, ia digelandang ke bui di pusat Kota Los Angeles. Esoknya, ia dideportasi ke London. "Penghinaan dan penahanan yang sangat tak menyenangkan secara fisik selama 26 jam pun berakhir," kata Lappin. Peristiwa dua bulan silam ini ia umbar di koran New York Times, awal Juli lalu.
Lappin ke LA mengemban tugas jurnalistik dari koran The Guardian. Sebagai warga Inggris yang negaranya terjalin perjanjian bebas visa dengan AS, ia yakin tak butuh visa untuk masuk negeri adijaya itu. "Ternyata saya salah. Sebagai wartawan, bahkan dari negeri yang punya perjanjian bebas visa dengan AS, saya harus mengajukan visa," ujarnya sengit.
Ternyata, nama besar tak menjamin orang asing lolos dari kecurigaan imigrasi AS. Ian McEwan, penulis kondang Inggris lainnya, bernasib sama seperti Lappin, ditolak masuk Amerika. Padahal karya novel McEwan, Atonement, laris manis di negeri sekutu Inggris itu dan memperoleh hadiah utama Penghargaan Buku Nasional AS pada 2003malah salah satu novelnya menjadi bacaan wajib sebelum tidur ibu negara, Laura Bush. Bahkan, saat Nyonya Bush berkunjung ke Inggris, istri Perdana Menteri Inggris, Cherie Blair, menjamunya makan siang bersama McEwan.
Tapi, apa balasannya? Ketika McEwan akan terbang dari Vancouver, Kanada, April lalu, aparat imigrasi AS di bandara Vancouver melarang sang penulis masuk pesawat yang akan menuju Seattle. Padahal di kota itu ia sudah dinanti 2.500 orang yang akan mendengar ceramah tentang novelnya. Aparat imigrasi Amerika berkilah, dengan honor sekali ceramah US$ 5.000 (sekitar Rp 45 juta), McEwan tak layak diberi fasilitas bebas visa. Aparat imigrasi AS sempat menahannya empat jam. "Bak mimpi buruk berada sekejap di sana," kata McEwan. Belakangan, Washington minta maaf.
Sejak serangan 11 September, pemerintah Presiden George Walker Bush sangat ketat mengawal gerbang masuk negerinya dengan Patriot Act (undang-undang antiterorisme). Korban pertama adalah pendatang dari negara Timur Tengah, tapi kemudian melebar ke pengunjung dari Asia. Tak terkecuali pemimpin pemerintahan semacam Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad, yang dalam kunjungan resminya ke AS diperlakukan tak pantas oleh aparat imigrasi setempat.
Penyusupan teroris menghantui pejabat Washington. Bahkan jurnalis apolitik sekalipun menjadi korban. Tercatat sejak Maret 2003, 13 jurnalis asing ditahan dan dideportasi. Elena Lappin menilai, kelakuan rezim Bush setali tiga uang dengan rezim Korea Utara dan Kuba. Surat protes pun dilayangkan oleh American Society of Newspaper Editors dan Reporters without Border ke Departemen Keamanan Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Jaksa Agung. Hasilnya, jurnalis boleh masuk ke AS tanpa visa hanya untuk sekali kunjungan, dan untuk kunjungan berikutnya harus menunjukkan visa. "Kami masyarakat terbuka, dan kami ingin orang (asing) merasa disambut di sini," kata Robert Bonner, pejabat pabean AS.
Sebelum Patriot Act, lima dekade lalu diberlakukan McCarran-Walter Act. Peraturan yang mencoreng wajah demokrasi Amerika ini menutup pintu bagi masuknya intelektual kondang semacam Graham Greene, Gabriel Garcia Marquez, dan Carlos Fuentes. Senator Pat McCarran menyatakan, undang-undang itu efektif menghalau tindak subversif terhadap AS. Kini, atas nama perang melawan terorisme, Patriot Act memasukkan sastrawan dan jurnalis sebagai anasir subversif baru. "Sejujurnya saya malu menjadi orang Amerika saat ini," kata seorang penulis AS.
Raihul Fadjri (The New York Times, The Guardian, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo