Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pasar bebas, harga bebas

Harga barang-barang di rusia melambung akibat kebijaksanaan pasar bebas. sekitar 10.000 orang didu kung puluhan perwira militer unjuk rasa. mereka protes kenaikan harga & menuntut boris yeltsin mundur

1 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Kota Bryansk, Boris Yeltsin kaget. Di sebuah toko makanan ia lihat harga sekilo sosis 100 rubel. Mengapa begitu mahal? Dengan kalem wanita penjaga toko menjawab, itu karena pemasok sosis juga menjual dengan harga setinggi langit. Wajah Yeltsin pun merah padam. "Para bajingan itu sengaja berbuat demikian, agar kami sengsara," katanya. Yeltsin langsung memecat direktur pabrik pembuatan sosis, di kota yang terletak di barat daya Rusia. Tiga pekan setelah sistem pasar bebas diberlakukan di Rusia dan di anggota Persemakmuran lainnya, hasilnya hanyalah hargaharga yang berlipat tiga sampai sepuluh kali. Dan banyak toko makanan yang tetap melompong. Itulah mengapa Presiden Yeltsin disambut aksi protes, di setiap kota di Rusia yang dikunjunginya dalam safari pengecekan penerapan pasar bebas. Protes itu, antara lain, terjadi di Lapangan Manezh. Sekitar 10.000 orang berkumpul, memprotes kenaikan harga dan menuntut Yeltsin mundur. Beberapa di antaranya membawa poster berisi pujian bagi para pelaku kudeta Agustus sebagai "pahlawan rakyat." Aksi protes dari orang-orang yang karena harga naik lalu cenderung membela rezim lama ini didukung pula oleh puluhan perwira militer. Kata Mayor Vachenko, sudah saatnya militer terjun ke politik dan mengambil alih kekuasaan, serta "mengadili Gorbachev bersama kelompoknya". Dan bukan cuma protes, bukan pula hanya di Rusia. Kerusuhan melanda ibu kota beberapa negara Persemakmuran. Di Tashkent, ibu kota Uzbekistan, ribuan pelajar menghancurkan toko-toko. Seorang pelajar tewas, beberapa lainnya luka parah. Sekitar 100 pelajar ditahan oleh tentara. Tapi Pesiden Boris Yeltsin tetap optimistis. Ia punya penjelasan untuk ini semua. Terbangnya harga-harga, katanya, bukan karena kurangnya persediaan, tapi karena "permainan sekelompok mafia yang mencoba mengganjal reformasi". Mafia yang dimaksud bukan datang dari Palermo di Italia, tapi para birokrat lama yang masih menguasai sistem perdagangan dan distribusi. Merekalah, dalam tuduhan Yeltsin, yang mengacaukan harga-harga. Salah satu akibatnya, transaksi lewat pintu belakang terjadi di mana-mana. "Bila Anda mau beli sebungkus kubis dengan harga murah, tunggu di sini sekitar pukul 5 pagi," tutur seorang warga Moskow yang tinggal di dekat gudang makanan. "Kalau kulikuli itu sedang mabuk, Anda bisa beli hanya dengan satu rubel," katanya lagi. Banyak kritik mengatakan, Yeltsin terlalu dini menerapkan sistem pasar bebas. Ia tidak memperhitungkan lambatnya proses swastanisasi perusahaan pemerintah. Bila saja swastanisasi berjalan baik, persaingan harga yang sehat akan terjadi di pasar. Bekas Direktur Komisi Eropa PBB, Melvin Fagen, dalam tulisannya di harian International Herald Tribune mengungkapkan, langkah pertama yang seharusnya dilakukan Yeltsin adalah meningkatkan pendapatan rakyat. Disusul kemudian dengan swastanisasi, lalu membersihkan para birokrat lama yang duduk dalam jaringan distribusi, dan baru menerapkan pasar bebas. Saran senada juga diutarakan Mikhail Gorbachev. Pada hari pertama menjalankan tugas barunya sebagai Kepala Pusat Pengkajian Strategi Rusia, bekas presiden Soviet itu mengusulkan tiga rancangan perbaikan. Membina kembali hubungan antarrepublik, memberlakukan sistem pajak, dan terakhir, mengakhiri sistem monopoli ekonomi. Gorbachev ada benarnya. Kenyataan mmang membuktikan, hubungan antaranggota Persemakmuran tak berjalan. Uzbekistan, misalnya, tidak sudi mengirimkan bawangnya ke Rusia, Ukraina tak mengirimkan apelnya. Hal ini membuka peluang bagi penyelundupan. Pekan lalu, beberapa truk bermuatan 140 lembu melintasi hutan bersalju menuju Moskow. Iringan truk yang berasal dari sebuah daerah pertanian kolektif itu tak melewati jalan umum biasa, untuk menghindari patroli polisi. Soalnya, pemerintah daerah setempat melarang pengiriman daging keluar dari wilayahnya, termasuk ke Moskow. Namun, bukan saja pejabat lama yang masih menduduki jabatannya tidak tahu apa artinya pasar bebas, para pengecer pun masih terbengong-bengong dengan sistem tanpa komando ini, yang mengharapkan inisiatif pribadi. "Kami tak tahu bagaimana memulainya," tutur Yevgeny Kopeikin, wakil direktur distributor buah-buahan dan sayuran terbesar di Moskow. Maka, roti yang hilang dari pasaran, setelah diteliti, ternyata bukan karena kekurangan gandum, melainkan karena penjual makanan hanya memesan roti dalam jumlah sedikit, padahal permintaan membludak. "Persediaan gandum masih cukup untuk empat sampai lima bulan mendatang," kata Andrei L. Andreyev, ahli pertanian dari Institut Amerika-Kanada, yang disewa oleh sebuah badan riset Rusia. Menghilangnya roti juga disebabkan karena banyak roti tak laku. Bukan karena tidak ada pembeli, tapi karena tak terjangkau pembeli. Akibatnya, banyak roti jadi basi, lalu dikembalikan ke pabrik. Jumat pekan lalu pabrik-pabrik menerima kembali 300 ton roti dari 2.000 ton lebih yang dibuatnya. Kini, komite roti terpaksa mengenakan denda bagi pengecer yang mengembalikan rotinya. Tapi tak sepenuhnya pasar bebas gagal. Di samping kekisruhan-kekisruhan itu, pemerintahan Yeltsin bisa membuat mantap harga 50 komoditi seperti susu, roti, gula, vodka, dan korek api. Karena penjelasan oleh aparat pemerintah, para penjual daging di Kursk, selatan Moskow, sudah berani menolak distributor yang memasang harga kelewatan. Akhirnya, para peternak pun menurunkan harga ternaknya 30% sampai 50%. Pasar bebas, yang tak berarti pasang harga semaunya, mulai disadari. Bagi para pedagang yang tak mengerti bisnis, pemerintah memberi pedoman agar mereka mengambil keuntungan tidak lebih dari 25%. Pemerintah juga menerbitkan buku panduan setebal dua belas halaman tentang bagaimana menghitung harga, dilengkapi lampiran cara melakukan transaksi dengan pemasok. Dengan bantuan US$ 1,8 milyar yang sudah diterima Rusia, plus US$ 450 juta tambahan dari berbagai negara, tidak mustahil pemerintahan Yeltsin mampu menyuplai 300 juta penduduknya dengan kebutuhan pokok. Namun, tantangan terhadap Yeltsin bukan hanya datang dari pasar. Sekitar lima ribu perwira militer yang mengaku mewakili empat juta tentara bekas Uni Soviet, Jumat pekan lalu memprotes bahwa para penguasa telah memecah belah militer dengan membolehkan negara-negara anggota Persemakmuran membentuk tentaranya sendiri. Seorang perwira muda dari Rusia Selatan dengan berani meminta Marsekal Yevgeny Shaposhnikov, yang diangkat menjadi komandan bersama militer Persemakmuran, mengundurkan diri. "Ia tidak membela kami," katanya lantang. Shaposhnikov, yang ternyata hadir, kontan berdiri dari tempat duduknya dan mengancam. "Apakah saya harus mengirim sejumlah tank kemari?" teriaknya emosional. Ia lalu menjelaskan bahwa ia pun menghendaki militer tetap bersatu. Presiden Boris Yeltsin yang hadir dalam pertemuan militer itu mencoba meredakan suasana. "Meredakan kebakaran tak semudah menyulut api," ujarnya. Pada akhir pertemuan, para kepala pemerintahan Persemakmuran yang hadir setuju menaikkan gaji dan tunjangan kesejahteraan militer, kecuali Pesiden Leonid Krahuk dari Ukraina. Memang, pasar bebas tak lalu otomatis mendatangkan kemakmuran. Didi Prambadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus