Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku teror berdarah di masjid di kota Christchurch, Selandia Baru akan dijebloskan ke penjara isolasi seumur hidupnya tanpa pengurangan masa hukuman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Brenton Tarrant, terdakwa pelaku teror berdarah pada Jumat, 15 Maret 2019 ditaruh di penjara isolasi demi keselamatan nyawanya.
Baca: Melihat Penjara yang Menahan Teroris Penembakan di Christchurch
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tarrant, anggota ssupremasi kulit putih akan menghadapi banyak musuh di dalam penjara. Beberapa kelompok narapidana di dalam penjara dengan pengamanan paling ketat di Selandia Baru, dikabarkan telah menarget Tarrant untuk dibunuh.
"Dia akan menjadi sangat tidak populer di penjara yang 80 persen penghuninya orang Maori atau Pasifika (orang dari kepulauan Pasifik) dan dia orang supremasi kulit putih," kata greg Newbold, profesor Kriminologi dari Universitas Canterbury, seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 20 Maret 2019.
Baca: PM Australia Scott Morrison Siapkan Segala Opsi Hadapi Erdogan
"Dia tidak akan punya teman bahkan dari orang-orang kulit putih," ujar Newbold, mantan napi dalam kasus narkoba yang kasus ini mengubah hidupnya.
Tarratn akan mendapat pengawasan selama 24 jam setiap hari. Dia tidak akan dapat membaca koran, televisi atau media lainnya.
Sehubungan Tarrant masih dalam proses persidangan di pengadilan, penahananya dilakukan di fasilitas keamanan khusus di luar kota Christchurch hingga 5 April mendatang.
Baca: Pasca-Teror, Warga Selandia Baru Serahkan Senjata Api ke Polisi
Selandia Baru tidak memberlakukan hukuman mati bagi narapidana. Kasus Brenton Tarrant yang terancam dihukum seumur hidup tanpa pengurangan hukuman, menurut pengacara Simon Cullen kepada AFP, belum pernah terjadi di Selandia Baru.